06. Jihoon dan Sisinya yang Lain

399 80 26
                                    

"Mengapa semakin hari kau semakin
gendut, Jihoon?" Yang berbicara mencubiti pipi gembul tersangkanya dengan gemas.

Sedangkan yang dipuji, atau disindir dengan sebutan 'gendut' justru berusaha keras menepis tangan sahabatnya yang bertengger indah di pipinya.

"Menyingkirlah, Park Woojin.. Kau hanya absen dua hari lalu kembali masuk sekolah dan sekarang mengatai aku semakin gendut? Lebih baik kau kembali ke rumah sekarang..!" ketusnya saat berhasil bebas dari serangan cubit sahabatnya.

Park Woojin memamerkan gigi gingsul dan tangannya membentuk peace.

"Heheheh. Maafkan aku, Jihoon. Tapi sungguh, kau semakin gendut saja." tersangka-Woojin-kembali ingin melakukan aksinya. Tapi untunglah si korban- Park Jihoon- langsung berdiri untuk menggagalkan aksi tersebut.


Jihoon dan si teman--Park Woojin--sudah dekat di tahun awalnya masuk Sekolah Menengah Atas. Ditambah lagi tiga tahun yang mereka habiskan bersama dalam satu kelas, membuatnya seperti tidak terpisahkan di sekolah. HAHAHAH. Entah itu keberuntungan atau apa.




"Jihoon, nanti ke rumahku ya. Mama membuat takoyaki kesukaanmu."

Jihoon yang awalnya menatap Woojin jengkel merubah tatapan dengan senang saat mendengar kata 'takoyaki'

"Wah..! Benarkah?"

"Iya. Datanglah."

"A-ah, tapi... Sepertinya aku tidak bisa datang. Aku akan mengunjungi kedua orang tuaku sepulang sekolah. Maaf, ya.." Mimik wajah Jihoon memancarkan kesedihan dan keputusasaan.

Woojin tahu. Tahu apa yang dimaksud dengan perkataan Jihoon, 'mengunjungi orang tuaku.' Karena itu ia tersenyum menatap sahabatnya.

"Tak apa. Datanglah ke rumahku lain kali saja." Woojin berhenti sejenak. "Pasti kedua orang tuamu bahagia di surga, karena memiliki putra baik sepertimu." Ucap Woojin dengan tulus.

'Ah, mungkin maksudmu orang tua angkatku.' Jihoon tersenyum miris sambil mengatakan itu dalam hatinya.



***



Matahari akan terbenam dan sebentar lagi senja datang. Beberapa pekerja kantoran maupun swasta dalam perjalanan pulang untuk melepas letih. Begitu juga remaja sekolah yang ingin bermain maupun pulang ke rumah.

Lelah dan letih.

Termasuk Jihoon yang berjalan dengan menyeret kakinya, mata yang sedikit bengkak, dan kepala yang tertunduk ke bawah. Ia letih dan perlu istirahat setelah tadi selesai pergi ke--tempat orang tuanya--katanya. Terus berjalan ke tempat tinggalnya; rumah paman(angkat)nya.


Kaki yang berjalan diseret itu akhirnya membawa Jihoon sampai ke tempat tujuan. Setelah membuka pagar setinggi leher, ia mengetuk pintu kayu yang nampak berkilau. Satu menit tiga puluh tiga detik kemudian, pria berawakan tegap dan tinggi membukakan pintu tersebut.


"Wahh..! Jihoon sudah pulang..!"

Pria itu berseru dan merangkul pundak Jihoon, keponakannya. "Ayo sini! Paman baru saja memesan makanan antar. Kau pasti lapar, kan? Karena jam segini baru pulang."

Setelah keduanya masuk ke dalam rumah, pamannya yang baik hati itu membuka dua cup nasi yang lengkap daun lauknya. Satu porsi ayam rasa pedas untuknya, sedangkan satu porsi lain rasa original untuk keponakan tercintanya yang tidak suka pedas.

Jihoon tersenyum kecil melihat pamannya yang sekarang sibuk membuat sirup segar.

"Terima kasih, Paman Chanyeol."

Yang dipanggil 'paman chanyeol' tersenyum lebar. Jejeran gigi putih, rapi, nan apiknya nampak. Mata bulat nya juga semakin terbuka. Mungkin karena banyak tertawa seperti ini, dirinya terlihat layaknya pemuda dua puluh tahunan. Hmm padahal, yang benar saja! Ia akan menginjak usia tiga puluh tujuh tahunnya di akhir tahun ini.


"Makanlah yang banyak."

Chanyeol pun meletakkan dua gelas sirup jeruk dingin di meja makan sebelum akhirnya ia sendiri duduk di kursi. Tapi sebelum semua itu terealisasikan, ia melirik ke arah Jihoon tersayangnya sekilas. Menelisik wajah lucu keponakannya yang... ternyata sembab dan merah.

Oh!!! Wajah lucu menggemaskan itu tidak ada sekarang. Menghilang entah kemana. Tak ada keceriaan yang terpancar, berganti dengan wajah sedih dan mata indahnya yang memerah seperti habis menangis.

Tidak seperti biasanya. Pasti ada yang salah di sini.



"Baru saja mengunjungi orang tuamu?"

Chanyeol bertanya dengan hati-hati saat Jihoon baru saja akan melahap suapan nasi pertamanya.

Tolong, setelah ini. Mereka tetap melanjutkan makan malam atau makan sorenya, apapun yang terjadi.


Jihoon yang berada di seberang meja makan mengangguk sebagai jawaban. Tapi kepalanya tak menghadap pada si paman, melainkan menunduk ke bawah dan astaga.. sejak kapan air matanya jatuh?

Chanyeol melihatnya. Pamannya yang tinggi dan baik hati itu melihat betapa rapuhnya Jihoon sekarang.

Jihoon yang memukul dada kirinya tiba-tiba dengan pelan sambil menangis dan terisak. Spontan, Chanyeol segera bangkit dari kursi dan memeluk Jihoon penuh kasih sayang. Mencurahkan seluruh kasih sayangnya melalui beberapa usapan lembut.



"hiks. pa-paman.." Jihoon menangis, di pelukan pamannya yang tinggi itu. Membiarkan sisi kanan coat abu milik si paman basah karena air matanya.

Park Chanyeol ikut merasakan kesedihan.

Sebagai paman yang telah merawat Jihoon selama enam tahun, ia paham betul. Bahwa Jihoon adalah sosok yang ceria dan menyenangkan. Jihoon memberi kehangatan bagi orang-orang di sekitarnya. Jihoon-nya memang begitu hangat seperti matahari.

Dan sekarang Jihoon-nya itu menangis? Chanyeol tidak akan tega melihat wajah indah itu bersedih. Chanyeol tidak akan membiarkan hati Jihoon terluka atau terkoyak masa lalu yang memang bukan hanya kenangan bahagia saja.




"Sudah-sudah.. Jangan menangis, Jihoon." Chanyeol mengusap surai coklat gelap itu lembut. Berusaha memberikan ketenangan pada bocah delapan belas tahun yang sekarang lemah di hadapannya.

"Apa-hiks-aku salah-hiks-paman?" ucap Jihoon saat berbagai memori masa lalunya terlintas begitu saja di benak kecilnya.

Masih dalam keadaan memeluk. Chanyeol menggeleng sambil berkata, "Tidak. Bukan, Jihoon. Ini bukan salahmu.." Kemudian perlahan melepas pelukan hangatnya dan memegang kedua bahu Jihoon. Menatap kedua bola mata indah itu bersamaan.

"Ini adalah keputusan kedua orang tuamu. Dan kau, Jihoon, tidak bersalah apa-apa."


Lagi. Kemudian ia kembali memeluk remaja rapuh itu lagi. Membuat sisi lain dari coat yang ia kenakan basah.

Tidak apa. Chanyeol tidak mempermasalahkannya. Selama Jihoon-nya tersayang selalu di selimuti kebahagiaan dalam hidupnya.


 Selama Jihoon-nya tersayang selalu di selimuti kebahagiaan dalam hidupnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Selamat Malam Jumat 💕
Btw, ada yang gak mudeng sama ceritanya? Hehehe. Diriku sadar kok kalau cerita ini alurnya suka putus putus dan tidak jelas 😅😂.
So, silahkan bertanya yaa kalau bingung^^

Xoxo~

GOING CRAZY •bjy pjh•✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang