23. Merelakan

1.2K 54 2
                                    

Sudah satu bulan Atha selalu menunggu Gerald yang masih belum tersadar dari komanya. Ia tak bisa berlama-lama untuk bertatap muka melihat Gerald secara langsung. Karena penjagaan yang Rena lakukan kepada anak buahnya untuk menjaga Gerald sangat ketat, sehingga sulit bagi Atha untuk masuk. Apalagi kondisi fisiknya yang tidak seperti dulu lagi.

Ia masih bolak balik kerumah sakit dikarenakan sang Dokter menyarankannya untuk melakukan terapi agar kedua kakinya siapa tau bisa berjalan kembali.

Tapi, saat Atha sedang melakukan terapi, pikirannya selalu saja kalang kabut memikirkan kondisi Gerald. Atha berharap, saat Gerald bangun nanti ia tak akan pernah kehilangan Gerald. Ia takut dengan apa yang diucapkan oleh Rena saat itu.

Perlu kalian tau, Atha masih belum mengetahui satu hal tentang kondisi Gerald, yaitu ingatannya. Entah Gerald akan mengenalnya atau tidak, dan entah Gerald masih mengingatnya. Semoga saja itu adalah suatu keajaiban bila Gerald mengingatnya.

Arsen dan kedua orangtua Atha sengaja merahasiakan tentang ini kepada Atha. Mereka akan memberi tau saat waktu yang pas dan tepat. Karena sekarang pikiran Atha yang selalu terlena memikirkan Gerald membuat mereka mengurungkan niatnya untuk memberi tau karena akan berdampak buruk terhadap kondisi kesehatannya.

"Tha, jangan melamun."

Sahutan Arsen barusan dan kibasan tangan Arsen barusan membuat Atha tersentak kaget dan mengerjapkan matanya sekali.

"Nggak melamun." Kilah Atha sambil menetralkan ekspresinya kembali.

"Kalau nggak melamun, terus apa dong dari tadi kamu natap depan mulu sambil diem terus." Arsen menaikan sebelah alisnya menatap Atha yang sedang gelagapan mencari jawaban apa yang harus ia jawab.

"Aku cuman liat itu doang." Bohongnya sambil menunjuk tukang roti keliling kompleknya yang sedang melayani pembeli.

Arsen melihat pandangannya sesuai dengan jari yang Atha tunjukan. Ia tersenyum, Arsen mengetahui bila Atha membohonginya agar tidak membuatnya khawatir.

"Kamu mau?" Tawar Arsen sambil mengusap rambut hitam milik Atha.

Atha mengangguk mengiyakan, padahal ia sama sekali tak menginginkannya. Tapi agar kebohongannya tak ketahuan, dengan amat terpaksa ia mengiyakannya. Lantas Arsen berdiri menghampiri tukang roti itu, tapi sebelum itu Arsen mengacak puncak kepala Atha yang membuat Atha mendengkus karena ulah sang kakaknya itu.

Atha selalu kasihan melihat kakak dan kedua orangtuanya yang selalu ia susahkan. Sebenarnya Atha tak ingin menyusahkan mereka, tapi mau bagaimana lagi melihat kondisi fisiknya sekarang yang tak mungkin bisa berjalan sendiri.

"Ini." Arsen menyodorkan Roti rasa Coklat itu kehadapan Atha dan langsung diterima oleh Atha.
Bukan langsung memakannya, tapi Atha menyimpannya di kedua pahanya. Membuat Arsen menggelengkan kepala.

"Katanya mau roti, itu udah dibeliin kok malah dianggurin gitu." Cibir Arsen membuat Atha menoleh kearahnya sebentar lalu mengalihkannya kedepan kembali.

"Sebenarnya Atha cuman pura-pura mau roti aja. Habisnya kakak ngatain Atha melamun." Atha mencebikkan bibirnya hingga maju beberapa senti. Membuat Arsen terkekeh sebentar.

"Kakak nggak ngatain kamu. Tapi emang kamunya aja yang melamun." Sahutnya santai yang langsung dapat delikan sinis dari Atha.

...

Dirumah sakit, Rena menghampiri ruangan tempat Gerald berada dengan wajah angkuh saat si penjaga anak buahnya membukakan pintu sambil menunduk hormat kearahnya.

"Mama tau, kamu baru sadar satu jam yang lalu." Ucapnya sambil mengelus puncak kepala Gerald.

Gerald lantas membuka kedua kelopak matanya sempurna saat merasa ada suara dan sapuan lembut dikepalanya.

"Mama." Ucapnya lirih.

"Iya sayang, sekarang kamu ikut mama ya, mama akan bawa kamu jauh dari jangkauan papamu dan keluarga pelakor itu." Sahutnya santai sambil mendudukan bokongnya dikursi pinggir ranjang Gerald.

Gerald mengernyit bingung, tak paham dengan apa yang dibicarakan Rena padanya. Keluarga pelakor? Siapa itu. Papanya? Mengapa Gerald harus dijauhkan olehnya. Pikirannya itu membuat kepala Gerald terasa berdenyut nyeri.

Ia mulai memegang kepalanya, memijat kedua pelipisnya perlahan. Sangat sakit kepalanya memikirkan hal yang sama sekali ia tak mengerti.

"Aku nggak paham sama ucapan mama, rasanya kepalaku sangat pusing bila memikirkan itu." Lirih Gerald memejamkan kedua matanya.

Rena kebingungan, ia belum mengetahui segalanya tentang kondisi Gerald. Ia segera mengeluarkan ponselnya, dan menghubungi seseorang.

"Cari tau tentang kondisi anak saya Gerald." Ucapnya cepat saat panggilan tersambung dan langsung mematikan sambungannya sebelum si orang suruhannya itu menjawab.

Rena keluar dari ruangan Gerald untuk melakukan administrasi dan tentunya sudah ijin kepada Gerald.

Padahal kondisi Gerald belum sepenuhnya pulih, tapi ia sengaja untuk membawa Gerald cepat-cepat dan sudah menyiapkan  segala-galanya perawatan untuk Gerald dirumahnya.

Gerald menurut saja saat dua orang berbadan besar suruhan mamanya itu menggotongnya kekursi roda. Ia tak bisa berbicara apa-apa karena kondisi tubuhnya yang masih lemas. Membuatnya jadi malas berucap apapun.

Disisi lain, Atha tak sengaja melihat salah satu objek yang membuatnya bahagia. Yaitu Gerald yang sudah sadar. Tapi, hatinya merasa sakit saat ia tau kalau ini mungkin adalah terakhir kalinya ia melihat Gerald.

"Rald, gue rela kehilangan loe demi kebahagiaan loe sendiri, dan gue rela hati gue tersakiti demi loe bahagia. Walaupun tanpa gue--gue akan bahagia saat melihat loe bahagia Rald. Gue tau, cinta nggak harus memiliki, tapi cinta merelakan. Merelakan orang yang kita sayang demi kebahagiaanya. Thanks buat semua perjuangan loe selama ini Rald, gue sayang sama loe. Akan selalu begitu." Gumam Atha lirih sambil tersenyum melihat kearah Gerald dan sesekali ia mengusap pipinya yang terkena air matanya.

...

End? Bukan kok masih ada lanjutannya yang masih panjang. Jadi tunggu aja ya gaes. Jangan lupa buat vote dan komennya ya😊 see you next part👐

TETANGGA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang