ENAM.

2.1K 245 18
                                    

"Adiva, lihat Demi dimana gak?" Arzu menatap Adiva cemas karena sudah tiga jam Demi tak mengabarinya. Toh, boro-boro mengabari, membalas pesannya saja tidak sama sekali. Huh, ada-ada saja wanita itu.

"Duh, Dok. Saya gak tau sama sekali. Saya juga tumben banget ini gak dicariin sama Dr.Demi, biasanya minta bantuan." Jawabnya ikut terheran.

"Oke, makasih." Arzu langsung bergegas kembali tanpa basa-basi. Astaga, kemana sih dia? "Hm, Pak! Lihat Demi gak?" Arzu sedikit menarik lengan satpam yang sedang lewat didepannya. Siapa tau kan ia melihat Demi disekitar sini.

"Oh, Dr.Demi?"

"Iya, Pak."

"Sama Dr.Rangga tadi dikantin."

Rangga?

"Dokter Rangga spesialis anak?" Arzu memastikan.

"Nah! Iya, bener spesialis anak kayaknya."

"Ah, kalau begitu makasih banyak, Pak." Arzu kembali cepat-cepat beranjak kearah kantin, mencari keberadaan Demi disana.

Rangga Rangga Rangga..

Arzu masih berusaha mengingat wajahnya. Bagaimana bisa Demi mengenal Rangga disini? Sedangkan Demi masih terlalu baru untuk mengenal orang-orang dirumah sakit ini. Ah, tepat saat Arzu sampai dikantin, matanya langsung terfokus pada Demi dan Rangga yang benar-benar sedang berada di satu meja yang sama. Sungguh, sedikit terkejut. Karena ia benar-benar tak pernah melihat wajah Demi yang sebahagia itu saat bersamanya. Apa jangan-jangan Demi jatuh cinta pada Rangga?

Ah, tidak mungkin.

Mana bisa hak milik rumah sakit menjadi milik Rangga. Semuanya harus jatuh ketangannya, bukan ditangan Rangga. Huft, untungnya juga ia sudah mengikat Demi agar tidak kelain hati dengan cara pernikahan ini. Gampang sekali memang wanita itu dimanfaati.

Tapi, kenapa hatinya sedikit merasa terbakar saat Demi bersama lelaki itu? Sial. Ah, ia harus berusaha tak peduli. Jika ia menghampirinya ketahuan sekali kalau ia cemburu dan Demi akan berasumsi sendiri bahwa Arzu mencintainya. Tidak akan Arzu membuat hal itu terjadi. Tidak akan. Mending ia pergi lalu seolah-olah tak terjadi apa-apa.

***

"Zu, kenapa sih diem doang? Aneh banget." Demi sedikit mengguncangkan tubuh Arzu yang tak meresponnya sama sekali. Menyebalkan sekali memang. "Aku tuh laper, mau makan. Kamu mau aku mati kelaperan, ya?" Lanjutnya berbohong agar Arzu meresponnya. Toh, jelas-jelas ia sudah kenyang sekali makan dikantin tadi sore.

"Ih! Kamu bener-bener mau aku mati deh kayaknya." Demi menyilangkan tangannya di dada. Kesal karena Arzu yang masih tak meresponnya. "Zu, kenapa sih?"

"Kamu tanya aku kenapa?" Ujarnya membuka suara yang sedikit membuat Demi lega karena sudah direspon.

"Yaiyalah daritadi keleus. Lagian, aneh banget sih ditanya gak jawab-jawab. Butuh ke dokter THT kali!" Cerocos Demi sebal.

"Kamu lapar?"

"Iya! Dari tadi kek, keburu perutku keram nih!" Jawabnya ketus.

"Bukannya tadi sore kamu udah makan dikantin sama Rangga?"

Deg.

"Hah! Eng..engga..!! Kata siapa?!"

"Engga gimana? Jelas-jelas aku lihat sendiri kok." Arzu menatap Demi yang pintar bohong ini dengan malas.

MIRACL(e)OVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang