SEMBILAN BELAS.

1.4K 192 15
                                        

"Ntar kan lo makin gembrot dan jelek, ya Arzu semakin gak suka sama lo. Ya kan, Zu?"

Sungguh, sampai sekarang Demi benar-benar memikirkan ucapan Dewi yang ia lontarkan padanya kemarin. Bagaimana juga jika kata-katanya itu benar? Ya tuhan, Demi tidak bisa membayangkan jika ia nantinya akan gembrot dan jelek. Lalu dengan gampangnya Arzu meninggalkannya sendirian. Sedih sekali jika dibayangkan. Tapi memang benar juga sih kata-kata Dewi, yah, walau penggunaan katanya salah dan malah membuatnya malah menjadi down seperti ini sekarang. Apalagi Arzu sudah cuek, kalau makin cuek kan berabe.

Dilihatnya Arzu yang sedang tertidur pulas dikasurnya, ditambah ia sedang sakit dan tidak mood untuk berbicara apapun. Jangankan bicara, berjalan saja tadi sudah tak seimbang. Tak akan kubiarkan Arzu pingsan di negeri orang. Apalagi aku, tak bisa berbuat apa-apa. Hanya bisa menangis dan menatapi nasib diri sendiri sepertinya.

"Zu? Makan dulu yuk." Demi duduk diujung kasur sedikit mengguncangkan tubuh Arzu yang ditutupi selimut. Arzu hanya menjawabnya dengan gumaman saja. Huh, apa dirinya sudah terlihat gendut dimata Arzu makanya dicuekin sebelum waktunya? "Apa mau ke rumah sakit, Zu?" Lanjut Demi sambil mengaduk bubur ayam ditangannya. Untungnya juga, Mommy menyuruhnya untuk membawa bubur instan agar tidak indomie saja yang dibawa.

"Gak usah, Dem. Bentar lagi juga sembuh."

"Ih, Zu. Tapi ini panas banget!" Demi memperlihatkan termometer yang menunjukan angka 38.0

"Dem, besok juga kamu udah liat aku jogging." Tolak Arzu lagi. Sudah tau, ia tidak suka sekali ke rumah sakit. Sudah seperti neraka baginya.

"Zu..hiks.."

Arzu menoleh cepat kearah Demi yang langsung menutup kedua matanya cepat. "Kok nangis?" Arzu berusaha duduk sambil memegang bahu Demi disampingnya.

"A..aku takut..hiks..hiks.."

"Takut?"

"I..iya..takut gen..gendut..huhuhu.." Tangisnya pecah diiringi oleh tawa Arzu yang membuat tangis Demi semakin kencang.

"Astaga Demia Berria.." Arzu masih tertawa sambil mengelus pelan rambut Demi. "Kamu masih keingetan kata-kata Dewi, ya?"

Demi mengangguk masih sambil menangis.

"Demi..Demi..gampang banget sih percaya sama orang? Gampang diculik nih berarti." Canda Arzu masih mengelus kepalanya agar tagisnya sedikit tenang.

"Ta..tapi kan..Dewi ben..bener..huhuhu.."

Arzu tersenyum. "Ciee."

Deg.

Tangis Demi berhenti dan langsung menoleh kearah Arzu cepat. "Cie?"

"Iya, udah mulai ada perasaan sama aku nih?" Arzu menaikkan alisnya sambil tersenyum kecil kearah Demi.

Demi mengerutkan alisnya cepat sambil mencubit pinggang Arzu keras. "Ih apaansih Arzu!!"

"Ya lagian.." Jawab Arzu sambil menahan tawanya.

"Tapi Zu.." Demi menunduk.

"Apalagi?"

"Kalau kamu beneran ninggalin aku gimana?"

Hening.

Tak ada jawaban dari Arzu.

"Zu?" Demi menatapnya lagi meminta jawaban.

"Hm?"

"Gimana?" Demi kembali menunduk.

Arzu tersenyum dan memeluknya cepat. "Gak mungkin dong. Kecuali kalau kamu yang nyuruh." Jawabnya sambil mengusap punggung Demi untuk menenangkan.

Yah, sebenarnya juga Arzu suka bingung dengan sikap Demi yang naik turun tidak jelas. Kadang ia seperti tak mengenalnya, kadang baik, kadang perhatian, dan terkadang malah mengabaikan. Apa benar Demi sudah mencintainya? Ah, tapi sangat tidak mungkin sekali. Mungkin saja ia hanya lagi takut gendut, bukan?

"Zu.."

"Hm?"

"Mau liat bintang gak?"

"Emang ada?"

"Ada diluar. Temenin aku mau gak?"

"Sebentar ya, aku pakai-pakaian tebal dulu."

***

DEMI POV.

Daritadi aku menatap Arzu tak berkedip. Untungnya, ia tak sadar.

Lihatlah lelaki ini, ia sangat baik sekali. Sedang sakit saja masih mau menemaniku melihat bintang dibalkon apartment. Ku kira reaksinya bakal menolak mentah-mentah karena yah, memang sedikit membosankan melihat bintang sambil berdiam seperti ini. Aku tau sekali Arzu sangat kedinginan dengan cuaca malam yang akhir-akhir ini selalu menyentuh tiga derajat. Sudah ku suruh untuk balik kedalam, ia tetap kekeh menemaniku disini. Bodoh sekali memang diriku, bisa-bisanya meminta Arzu untuk menemaninya disaat kondisinya sedang tidak fit seperti ini.

Paris.

Kota yang sangat ku impikan sedari kecil.

Sebenarnya masih tak ku sangka bisa ke kota impian, membeli apartment didekat sini pula. Yah, walau rencana jalan-jalan sebulannya tidak sesuai planning karena Arzu yang tidak enak badan, tapi tak apa. Aku tetap senang!

"Aku pernah denger, katanya mamamu mau buat panti disekitar sini ya?" Tanyaku padanya yang sedang duduk disebelahku.

"Iya, tapi belum punya tempat yang pas karena yah, gak semudah itu kan nyari tanah di negara orang."

Aku membulatkan bibirku menjadi huruf 'O'. Arzu dan keluarganya memang mempunyai cita-cita yang sangat mulia sekali, mereka semua ingin memiliki tempat asuh anak diseluruh dunia. Aku juga pernah dengar, walau Arzu dan orang tuanya bisa dibilang kaya raya memiliki harta yang tak bisa terhitung, ia tetap rendah hati pada orang lain. Buktinya juga saat sudah bersamaku sekarang, ia jarang sekali membeli jas atau kemeja baru. Ia lebih memilih untuk memakainya lagi sampai sudah jelek atau tak layak pakai.

Kadang pula, aku pernah sengaja merobek jasnya karena warna abu-abunya yang luntur menjadi warna putih. Dan ia tetep kekeh masih mau memakainya. Bukannya bagaimana, aku tau, Arzu hanya malas beli dan mencoba-coba jas baru saja. Aneh, tapi lucu. Aku baru tau sifat lelaki sebenarnya saat aku ada bersama dirinya. Berusaha memahami bahwa lelaki tidak suka aturan dan teguran.

Yah, kalau itu memang benar adanya.

"Dem." Tiba-tiba Arzu memanggilku yang membuat pikiranku langsung buyar seketika.

Aku tersenyum kearahnya. "Iya?"

"Kenapa bengong?"

"Gak papa."

"Oh.." Arzu mengangguk-anggukan kepalanya.

"Zu." Kini aku yang memanggil.

"Ya?"

"What the meaning of love?" Tanyaku sambil menoleh kearahnya. Entah, wajahnya terlihat kaget saat aku bertanya seperti itu. Memangnya ada yang aneh ya dari pertanyaanku?

"Love is..maybe love is miracle." Jawabnya ikut tersenyum.

Aku menaikkan alisku cepat "Why?"

"Because without miracle i never know you, Dem."

"Kamu suka aku?" Ah, ngomong apa sih Dem. Astaga, malah berbicara spontan yang langsung merendahkan diriku sendiri didepan Arzu. Bodoh sekali! Pasti Arzu akan ilfil sekali mendengar pertanyaanku barusan. Ya tuhan, semoga saja Arzu tidak berpikir aneh sepertiku ini.

Arzu menatapku lagi. "Loh, siapa yang enggak?"

____________________

JANGAN LUPA DIVOTE!

BUAT YANG MAU IKUTAN PREORDER ATAU GIVEAWAY BISA KE POST SEBELUMNYA YA!

BUAT KALIAN JUGA YANG NANYA "Gimana sih biar dapet readers yang banyak? Gimana caranya biar masuk rekomendasi di wattpad?" ADA DI YOUTUBE CHANNELKU SHAFA ZUHRI. TRIMS!

ig: shafazuhri

igq: sharenja_

MIRACL(e)OVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang