"Kamu suka aku?" Ah, ngomong apa sih Dem. Astaga, malah berbicara spontan yang langsung merendahkan diriku sendiri didepan Arzu. Bodoh sekali! Pasti Arzu akan ilfil sekali mendengar pertanyaanku barusan. Ya tuhan, semoga saja Arzu tidak berpikir aneh sepertiku ini.
Arzu menatapku lagi. "Loh, siapa yang enggak?"
Astaga, aku yakin wajahku sekarang memerah melebihi tomat. "E..eh?" Aku memastikan.
"Iya loh, lagian kamu dari kemarin-kemarin kepedean. Kenapa? Udah mulai suka sama aku?"
"WLEK!" Refleks, aku bergaya ala orang mual yang langsung direspon tawaan olehnya. Huh, jahat sekali! Aku ini kan wanita yang cuma butuh kepastian darinya.
"Demi, suka atau enggaknya kita jalanin aja ya. Aku tau ini berat buat kamu, kan udah sepakat seberat apapun itu ya jalanin dulu aja." Ujar Arzu sambil mengacak rambutku dan mencubit pipiku pelan.
Aku mengangguk.
"Dah. Sekarang kamu tidur gih. Aku juga mau kedalem, cuaca tengah malam kurang bersahabat sama tubuhku sekarang."
"Iya. Duluan aja Zu." Jawabku sambil menatapnya yang sudah berdiri.
"Good night."
"Good night."
***
AUTHOR POV.
Arzu terbangun dari tidurnya karena suara berisik dari luar kamar, syukurlah ia sudah membaik walau masih harus istirahat. Arzu beranjak kearah yang membuatnya terbangun itu. Dilihatnya Demi yang sedang berkutat di dapur dengan segala peralatan masaknya. "Astaga Demi, berantakan banget." Arzu mendekatinya dan turut bantu membersihkan.
"Ih kamu duduk aja nanti nambah sakit lagi."
"Apa sih? Aku sudah membaik, Dem." Jawab Arzu meyakinkan.
"Yaudah duduk aja ih! Niat kamu iya mau bantu, tapi malah repotin tau gak!"
Arzu menatapnya datar, "Yah..emang begitu deh kalau jadi orang yang serba salah." Ujarnya sambil berlalu yang membuat Demi terbahak melihatnya.
"Zu, gak usah marah ih!" Demi mendekat kearahnya sambil mencubit pipi Arzu pelan. Begini toh, kalau Arzu marah, lucu juga ya.
"Hm.." Gumam Arzu yang membuat Demi semakin mendekat kearahnya.
"Ihh, jangan marah! Kamu marah aku nangis nih?" Ancam Demi yang membuat Arzu membelalakan mata cepat.
"Het, iya iya, aku maafin. Yaudah cepet sana beresin dapur dulu." Ujar Arzu setengah mengusir yang membuat Demi langsung kembali menuju ke dapurnya.
Yah, kalau dipikir-pikir gak rugi juga Arzu menerima perjodohan aneh ini. Bagaimanapun caranya juga, Demi sudah lumayan merawatnya dengan baik. Walau masih banyak kekurangannya, tapi setelah dipikir-pikir mana ada juga rumah tangga yang sempurna, bukan? Dengan segala kekurangan yang ada seharusnya kita bisa melengkapinya. Yah, walau menurut Arzu sedikit rumit juga karena pernikahannya bukan pernikahan yang sama-sama mereka idam-idamkan dari dulu.
Arzu tau, Demi lebih membatin darinya. Demi lebih tertekan. Diawal pernikahannya saja dia sudah ngajak ribut modus, walau nyatanya Demi yang salah. Ternyata begini toh rasanya sabar walau tak salah, yah, gak nyesel-nyesel banget. Walau kadang suka bertanya-tanya pada diri, sebenarnya ia salah apa sampai Demi sangat amat membencinya.
"Makanan sudah siap!" Ujar Demi sambil membawa semangkuk sup ayam yang langsung ia letakkan dimeja depan Arzu. "Dimakan ya!" Lanjutnya tersenyum.
Perlahan Arzu mencicipi sup nya dengan hati-hati karena uapnya yang masih terlihat panas. "Enak." Pujinya menatap Demi meyakinkan.
"Yey! Aku berhasil dong, ya?"
"He-em." Gumam Arzu cepat agar Demi tak bertanya lagi.
"Habis ini jalan yuk, Zu?"
"Iya, kan rencananya malam ini kita mau ke Roma."
"Asikkk! Baik banget sih ampun!!" Demi kembali mencubit pipi Arzu yang membuat Arzu menatap jutek kearahnya. "Hehehe. Ampun ampun peacee!" Lanjut Demi membentuk jarinya menjadi huruf dua. Arzu hanya menggeleng kepalanya saja menatap Demi yang bersikap seolah-olah dirinya boneka.
Ya tuhan, apa harus ia bertanya apakah Demi sudah memiliki rasa padanya? Toh, jika dibiarkan tidak tau kan tidak baik juga. Apalagi dihubungan seperti ini, mereka berdua tak boleh saling tertutup, apalagi berbohong soal perasaan. Arzu hanya takut mengecewakan orang-orang yang sangat mendukung Arzu dan Demi. Terutama keluarga mereka.
"Dem." Panggil Arzu yang membuat Demi langsung menoleh kearahnya.
"Kenapa, Zu? Mau nambah?"
Astaga, susah sekali untuk mengatakan perihal perasaan ini. "Hm..boleh." Arzu memperhatikan Demi yang langsung sigap mengambil sup ayam yang masih tersisa di dapurnya. Ya tuhan, dirinya harus mengatakan bagaimana pada Demi?
Dem, kamu suka sama aku gak?
Dem, jujur dong, suka gak sih sama aku?
Ah, tidak mungkin juga ia bertanya seperti itu pada Demi. Yang ada Demi pasti menertawakan dirinya dan meledekinya.
"Nih! Enak ya sup buatanku?" Demi kembali meletakkan mangkuk berisikan sup ayam buatannya.
Arzu hanya mengangguk. Masih bingung memikirkan bagaimana caranya ia menanyakan perasaan ini pada Demi?
"Zu, nanti kita naik apa ke Roma?"
"Pesawat, Dem."
"Yah, aku maunya naik shinkansen." Cemberutnya langsung melemas.
"Shinkansen adanya di Jepang, mana ada di Paris."
"Oh gitu ya? Aku kira disini juga ada. Emm...kalau begitu, kapan-kapan ke Jepang, yuk?"
"Dem, di Eropa aja kita belum selesai. Masa iya langsung ke Jepang?" Arzu mengacak rambut Demi pelan sambil tersenyum kearahnya.
"Hm..ya deh. Kapan-kapan aja. Janji ya, Zu?" Demi mengangkat jari kelingkingnya yang langsung ia tautkan ke jari kelingking Arzu.
Arzu tersenyum. Ia mengangguk.
Kemanapun Demi mau pergi, Arzu pasti akan kabulkan. Yah, asalkan ia mau bersamanya dalam keadaan suka dan duka nantinya. Jalan mereka masih panjang, tak tau juga kedepannya akan bagaimana. Apakah masih bersama, atau..tidak.
"Dem."
Ini saatnya Arzu mengatakan hal ini.
"Kenapa, Zu?"
"Gimana.."
"Gimana?"
"Gimana perasaanmu selama ini padaku?"
_______________
JANGAN LUPA DIVOTE!
IG: SHAFAZUHRI
IG QUOTES: SHARENJA_

KAMU SEDANG MEMBACA
MIRACL(e)OVE
Romance(SEQUEL OF SAH & KALT/Demia Berria.) Ini tentang Arzu, dan Demi. Pertemuan awal bagi Demi, sangat tidak mengenakkan. Apalagi hatinya yang mengatakan Arzu adalah lelaki yang sombong dan angkuh. Buktinya, saat ia memperkenalkan diri sambil menjulurkan...