"Mommy apa-apaan sih booking ballroom hotel segala?!" Demi membanting surat bermap coklat yang berisikan penyewaan wedding organizer.
"Dem, nurut aja kenapa sih?!"
"Mommy boleh deh jodohin Demi sama yang lain, asalkan jangan Arzu." Demi mengacak rambut frustasi.
"Emang Arzu kenapa sih, Dem?"
"Ah, Mommy mah gak akan tau dia kenapa. Pokoknya Arzu nyebelin!"
"Heh, kamu ntar kayak Mommy sama Daddy loh, benci jadi cinta." Dyta melotot sambil berkecak pinggang kearah Demi yang suka sembarang bicara.
"Lebay! Itu mah jaman dulu, mana ada istilah itu dijaman sekarang." Balas Demi tak mau kalah membela diri sendiri.
"Ya, trus emang apa salahnya?"
"Mommy jangan maksa aku dong!"
"Dem, ini almarhum daddy kamu sendiri loh yang nyuruh."
"Tetep gak mau!"
"Ter-se-rah. Pokoknya kalau kamu sayang daddy ya terima Arzu, kalau gak sayang daddy pergi aja sana." Ancam Dyta yang membuat Demi terdiam seribu bahasa.
***
"Sudah siap?" Tanya Iga, ibu dari Arzu.
"Untuk?"
"Nikah sama Demi."
Arzu tersenyum miring. "Yah, terserah."
"Kamu udah suka belom?"
"Suka apa?"
"Suka Demi lah."
'Tak akan..' Batinnya. "Kalau suka sih, pasti. Walaupun Demi bawel, tapi lucu kok kayaknya." Bohong Arzu.
"Bagus. Jangan kecewain Demi ya, Zu. Kalau kamu kecewain Demi sama aja kayak kamu kecewain mama." Ujar Iga yang membuat hati Arzu sedikit merasa bersalah dengan perasaannya.
***
Hari pernikahan akan dipercepat bulan besok. Sungguh, sebenarnya percuma saja bukan jika memaksa mencintai seseorang yang tidak akan pernah Demi cintai. Pertunangan mereka dianggap sudah dilaksanakan saat keduanya mengiyakan bersama. Yah, sebenarnya sih Demi belum mengiyakan. Tetapi, ia hanya bisa pasrah dengan keadaan yang sangat memaksanya sekarang.
"Apa?!" Demi melotot menatap Arzu yang sedang memperhatikannya.
Arzu hanya menggeleng.
"Gak jelas banget." Lanjut Demi membuang wajah kesembarang arah, sedangkan Arzu langsung meninggalkannya ke ruang kerja.
Aneh sekali memang, untuk apa coba Arzu memeriksa dirinya setiap hari diruang kerja? Tak sopan juga. Arzu selalu langsung masuk tanpa mengetuk pintu ruang kerjanya terlebih dahulu, menyebalkan sekali memang.
Demi mengemas barang-barangnya dan bersiap untuk pulang. Hari ini walau ada banyak pasien, tidak membuat Demi lelah sama sekali. Ia sangat senang melayani anak kecil, apalagi alasannya kalau bukan penyayang anak kecil. Ia menatap kearah jam yang melingkar ditangannya yang sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Ia harus cepat-cepat pulang sekarang.
Demi berjalan kearah parkiran, mencari taxi yang lewat didepan rumah sakit. Tadi pagi, Demi sengaja pergi dengan ojek online karena macetnya jalan menuju rumah sakit. Sedangkan dirinya harus ada dirumah sakit tepat jam delapan pagi.

KAMU SEDANG MEMBACA
MIRACL(e)OVE
Romance(SEQUEL OF SAH & KALT/Demia Berria.) Ini tentang Arzu, dan Demi. Pertemuan awal bagi Demi, sangat tidak mengenakkan. Apalagi hatinya yang mengatakan Arzu adalah lelaki yang sombong dan angkuh. Buktinya, saat ia memperkenalkan diri sambil menjulurkan...