"Kita punya anak."
Sebentar.
Menyentuh Demi sedikitpun saja aku belum berani. Bagaimana bisa Demi bermimpi seperti itu?
Aneh juga bukan jika dirinya tak menyukaiku dan ku paksa untuk melakukan hal yang ku inginkan. Diriku tak sekejam itu pada dirinya. Apalagi aku sering sekali dikasih lampu 'Hati-hati' oleh ibu mertuaku jika membuat Demi menangis.
"Arzu marah, ya?"
"Marah?"
"Iya, buktinya diem doang." Demi menghembuskan nafas pelan. "Maaf deh ya, kan itu cuma mimpi. Kalau tau Arzu marah mending aku diem aja gak bilang-bilang tentang mimpi itu." Lanjutnya sambil cemberut.
"Loh, kan mimpi doang. Ya gak papa dong." Ujarku menenangkan dirinya.
Demi membalasnya dengan anggukan kecil. "Hm..oke."
Hah, sebenarnya jika beneran juga tak apa. Cuman, yah, aku tau Demi belum bisa menerima semua ini.
"Dem, aku ke kamar duluan ya. Mau siap-siap."
***
Bodoh.
Kami malah canggung karena ucapannya tadi.
Sekarang kami sudah sampai di hotel yang sudah kami booking dari jauh-jauh hari. Pemandangannya sangat menyejukkan bagiku, pemandangan pantai dengan suara ombak kecil yang menggulung. Lalu sorenya kami bisa melihat sunset diujung sana. Aku harap Demi suka dengan tempat ini. Ah, tapi bagaimana mau tau jika dia suka jika aku dan dirinya masih canggung seperti ini?
Oke oke, aku akan membuat semua keadaan ini menjadi lebih tenang seperti tidak terjadi apa-apa diantara aku dan dirinya. "Ehem.." Aku sedikit menyenggol lengannya yang sedang membelakangiku.
"Apa?" Jawabnya pelan.
"Suka tempatnya gak?"
"He-em." Jawabnya sambil bergumam.
"Kapan mau kesana?"
"Kesana apanya?" Demi bertanya balik.
"Pantai maksudku."
"Oh.."
"Iya.."
"Gak tau."
Basa-basiku sepertinya masih kurang. Tapi aku tak paham bagaimana caranya membuat mood Demi membaik, aku belum terlalu mengerti tentang dirinya. Toh, aku dan Demi juga baru kenal dan belum lama bersama.
"Dem." Akan ku coba lagi.
"Apa?"
"Keluar yuk. Jalan-jalan sambil nunggu sunset trus makan eskrim."
"Gak mau. Dingin. Mana ada sunset dingin-dingin gini." Jawabnya jutek.
Sepertinya aku salah cara.
"Kamu laper kan? Mau makan apa?" Tanyaku lagi, berusaha memecahkan rasa canggung diantara aku dan dirinya.
"Gak tau. Terserah."
Aku berpindah tempat, berusaha menatap dirinya yang masih membelakangiku. "Kamu kenapa?" Tanyaku sambil menatap matanya.
"Kamu yang kenapa." Jawabnya masih dengan nada jutek.
Aku semakin tak mengerti. Astaga, apa salahku? "Kok aku?"
"Emang kamu. Pikir aja sendiri!"
"Heh? Dem, kenapa sih?" Aku memegang kedua bahunya semakin tak mengerti apa yang ia pikirkan. Bagimana aku bisa berfikir apa salahku sedangkan dari tadi aku tak berbuat salah apa-apa padanya.
"PRANK! HAHAHAHAHA!"
"Hah?"
"PRANK! INI PRANK! HAHAHAHA!" Demi tertawa sambil menunjukkan kamera kecil yang sedari tadi ada dipangkuannya. "Aku sama temenku lagi buat challange diem-dieman sama pasangannya. Kalau pasangannya peduli berarti dia bener-bener sayang! HAHAHAHA! CIEE KENA TIPUUU!" Demi berguling-guling diatas kasur sambil tertawa terbahak yang membuatku sangat kesal.
Toh, kukira dia kenapa, diriku sudah panik, kukira aku yang benar-benar salah, ternyata hanya tipuan dari dirinya saja. Dasar perempuan aneh.
"Arzu kan tadi peduli sama aku, berarti Arzu sayang sama aku! HAHAHA CIEEEEE!" Lanjutnya lagi masih terbahak.
"Terserah ah, ngantuk!" Ujarku kesal sambil membanting tubuhku kekasur.
"Ish! Jangan marah dong cemen banget gitu doang marah. Untung aku baik loh disitu gak lama-lama diemin kamunya, temenku sampai ada yang 2-3 hari. Kamu cuma beberapa jam doang udah marah. Gak asik!" Ujar Demi sambil memukul punggungku pelan.
"Aku bukan temanmu."
"Ya tapi kan lucu-lucuan, Zu. Aneh banget sih jadi orang statis banget gak bisa diajak bercanda, dokter tuh gitu ya."
Aku berbalik badan dan menatapnya cepat. "Loh? Apa masalahnya gak bisa diajak bercanda sama dokter?"
"Dokter kan serius-serius gitu." Jawabnya cepat.
"Kamu juga dokter kan." Jawabku lebih cepat.
Aku bisa melihat wajah skakmat yang membuatku sangat ingin terbahak karena gemas melihat ekspresinya. Tapi tak bisa, aku juga harus menunjukkan padanya bahwa aku bisa marah.
"Kamu dokter, aku dokter. Kita dokter. Ya berarti kita statis gitu maksud kamu?" Lanjutku memancing amarahnya.
"ISH! BODOAMAT POKOKNYA KAMU DOANG DOKTER STATIS!"
Aku berbalik badan, membelakanginya lagi. "Terserah. Aku ngantuk."
"Katanya mau jalan-jalan beli eskrim? Ayo, Zu."
"Tadi katanya dingin."
"Tadi kan bercanda, Zu! Ih, jangan buat aku kesel deh!" Demi menyilangkan kedua tangannya di dada sambil menggembungkan pipinya kesal.
Aku berbalik badan lagi, kini aku duduk didepannya. "Kamu juga buat aku kesel, kan."
"Terserah ah. Aku kan tadi ngetest kamu doang peduli beneran sama aku apa enggak. Lagian itu juga prank doang, jangan dibawa kehati makanya gimana sih. Kalau gitu maaf deh, dimaafin kan?" Demi semakin menggembungkan pipinya yang membuatku semakin ingin tertawa.
Oke oke, ini liburan, bukan waktu untuk bertengkar.
Aku tersenyum menatapnya. "Iya iya dimaafin. Lagian sih aneh-aneh aja, kan mana mungkin juga aku gak peduli dan gak sayang sama kamu. Sini-sini peluk."
____________
JANGAN LUPA DIVOTE!:)
ig: shafazuhri
ig quotes: sharenja_

KAMU SEDANG MEMBACA
MIRACL(e)OVE
Romansa(SEQUEL OF SAH & KALT/Demia Berria.) Ini tentang Arzu, dan Demi. Pertemuan awal bagi Demi, sangat tidak mengenakkan. Apalagi hatinya yang mengatakan Arzu adalah lelaki yang sombong dan angkuh. Buktinya, saat ia memperkenalkan diri sambil menjulurkan...