Dua jam sudah ia lewati.
Proses pemeriksaan alat memang harus detail agar tidak kekurangan disaat operasi berlangsung nantinya. Arzu membuang nafas kasar, benar-benar lelah sekali hari ini. Hampir juga ia melupakan Demi yang sekarang berada diruang kerjanya. Sudah bisa ditebak, Demi sehabis ini marah-marah pada Arzu karena membuat dirinya menunggu terlalu lama.
Arzu melepas masker mulut, sarung tangan, dan jas dokternya bergantian. Lalu dengan cepat beranjak kearah ruang kerjanya yang tak jauh dari ruang operasi. Ia langsung membuka knop pintu cepat, yang langsung terlihat Demi yang sedang tertidur pulas disofanya.
Astaga, bagaimana jika Dyta bertanya pada Demi apa saja yang sudah Arzu tunjukkan padanya dirumah sakit ini, dan dengan santai dan wajah tak berdosanya Demi menjawab menunggu Arzu sampai membuatnya tertidur disofa. Sangat tidak enak hati sekali dirinya dengan Dyta.
Arzu mendekat dan menyentuh bahu Demi pelan. "Dem?" Dan tak dijawab sama sekali olehnya. Gerak pada posisi sedikitpun juga tidak. Apa iya Arzu harus menggotongnya sampai mobil? Ah, tidak mungkin. Pasti akan timbul fitnah dimata para dokter dan suster lain yang melihatnya.
"Dem?"
Masih tak ada jawaban dari yang dipanggil.
"Dem, ayo bangun. Kita harus pulang." Kini Arzu sedikit bersyukur karena posisi Demi yang bergerak, namun bukannya membuka mata, ia malah menyampingkan tubuhnya kearah kanan.
Arzu menggeleng-geleng tak mengerti. "Dem, ayo bangun." Arzu menarik lengannya pelan yang membuat Demi langsung menepis cepat.
"Ish, orang ngantuk malah dibangunin!" Dumelnya dengan muka kesal.
"Hei, ini bukan dikamarmu, ini ruang kantorku."
"Eng...? Trus kenapa.." Jawabnya masih tak sadar yang membuat Arzu kesal dan cepat-cepat menggotongnya dengan keterpaksaan. Ia tak bisa membuang waktu lebih lama, dirinya harus beristirahat cukup malam ini.
Ah, sial. Memang seharusnya ia tolak ajakan Dyta dari awal, Demi hanya merepotkannya saja.
Dan, benar, baru saja ia keluar dari ruang kerjanya sudah banyak mata memandang yang membuat Arzu berjalan semakin cepat menyeimbangkan tubuh Demi yang berada dipunggungnya. Cepat-cepat ia menyenderkan tubuh Demi pada jok mobilnya, dan langsung mengendarai mobilnya menuju rumah Demi.
Hei, sebentar..
Bodoh sekali, Arzu!
Ia saja tak tau rumah Demi dimana. Ah, akan dibawa kemana perempuan ini? Mengikutinya pulang kerumah? Tapi sangat tidak mungkin sekali sepertinya.
"Dem, bangun! Tolong tunjukkan alamat rumahmu, cepat." Arzu sedikit mengguncangkan lengan Demi agar ia menjawab pertanyaannya. Tapi sama saja. Perempuan ini terlalu pelor untuk dibangunkan.
Ah, ya!
Kenapa ia tidak terpikirkan untuk menelpon Dyta?
Sepertinya Arzu masih menyimpan nomornya. Namun, baru saja ia memencet tombol on pada ponselnya, langsung habis karena baterainya yang sudah memerah. Terpaksa sudah, ia membawa wanita ini untuk pulang kerumahnya. Dan sesampainya dirumah, Arzu langsung menggotong Demi cepat dan membawanya kedalam rumah. Benar-benar, perempuan ini tak sadar sama sekali saat tidur. Sangat aneh.
"Astaga, kamu ngapain anak orang hunny?!" Ibunya, Iga, mendekat dan langsung menutup mulutnya tak percaya.
"Ma, ini Demi. Anaknya Tante Dyta. Pokoknya kalau dijelasin panjang, bisa sampai pagi. Mending Mama urus dia dulu, biar dia tidur tenang."
"Ini Demi?! Ampun.. udah gadis aja ya. Jodoh kamu nih, Zu."
Arzu menatap ibunya risih. "Kayak begini? Big no deh, repotin doang bisanya."
![](https://img.wattpad.com/cover/166359079-288-k198477.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
MIRACL(e)OVE
Storie d'amore(SEQUEL OF SAH & KALT/Demia Berria.) Ini tentang Arzu, dan Demi. Pertemuan awal bagi Demi, sangat tidak mengenakkan. Apalagi hatinya yang mengatakan Arzu adalah lelaki yang sombong dan angkuh. Buktinya, saat ia memperkenalkan diri sambil menjulurkan...