The Eighth Thread - "Silence is Something Soothing"

21.2K 3.8K 460
                                    

Silence is something soothing, yet scaring.

***

Mama tersenyum senang saat mendengarkan suara bel apartemen kami berbunyi.

Sebelumnya, aku memang telah memberitahu Mama kalau Arlan Pratama bersedia untuk makan bersama kami malam ini. Saat ditanya bagaimana caranya aku membujuknya makan bersama, aku mengatakan bahwa percakapan kami mengalir begitu saja.

Padahal kenyataannya ....

"Hah? Makan bersama?" Arlan Pratama bertanya dengan kening berkerut.

"I-iya. Mau atau tidak?"

Aku bertanya balik, berharap bahwa dia menjawab saja tanpa perlu menanyakan apapun.

Arlan Pratama meletakkan makanan kalengnya yang sudah terbuka di batu balkon, lalu menatapku dengan tatapan aneh.

"Kamu tidak kelihatan seperti tipe orang ramah. Visi dan misi apa yang membuatmu mengundangku makan malam?" tanyanya, jelas-jelas merasa curiga.

"Mencoba ramah?"

Aku menjawab lagi, walaupun jawabanku lebih terdengar seperti pertanyaan daripada pernyataan.

Matanya menyipit, kesan bahwa aku adalah orang paling mencurigakan di muka bumi ini semakin terlihat saja.

"Masak, sih? Seorang Alenna?"

Aku ikut menyipitkan mataku sedikit. Mengapa dia harus berbicara seolah-olah dia sangat mengenalku? Padahal kami hanya 'murid satu sekolah yang secara kebetulan menjadi tetangga dan jarang berkomunikasi' dan juga, aku menganggapnya sebagai saingan terberat yang harus kuhadapi selama masa SMP-ku.

"Ibuku yang mengundangmu," jawabku pada akhirnya.

"Aku suka jawaban itu. Besok aku akan makan malam di rumahmu," katanya sambil mengambil kaleng makanannya tadi. Tampaknya dia bersiap-siap masuk untuk memulai eksekusinya terhadap makanan kalengan itu.

"Iya," jawabku.

Sebelum masuk, dia menambahkan, "Tenang, aku tidak akan membicarakan hal burukmu di depan Ibumu."

Saat dia menutup pintu balkon-nya, aku merutuk dalam hati.

Hal buruk apa yang bisa dia ceritakan, memangnya?

"Alenna, kamu yang buka pintunya, ya." Mama mematikan kompor dan bersiap-siap memindahkan makanan yang telah dimasaknya ke dalam piring.

"Oke," jawabku sambil berjalan ke arah pintu.

Saat kubuka pintunya, sudah ada Arlan Pratama yang menunggu di depan pintu. Aku menepi dari pintu masuk untuk membiarkannya masuk.

"Malam," sapanya, masih berdiri di depan pintu.

"Malam," balasku.

"Kamu yang masak?" tanyanya yang membuatku tersadar bahwa aku belum melepaskan celemekku.

"Bukan, ibuku yang masak," jawabku, meladeni basa-basinya. "Masuk saja."

Saat Arlan Pratama masuk, Mama sudah selesai menata piring dan di meja makan dengan senyum berseri.

"Malam, Tante," sapa Arlan Pratama sambil tersenyum. "Terima kasih sudah mengundangku makan malam. Maaf kalau membuat Tante repot."

Aku memutar bola mataku malas, lalu membuka celemekku dan menggantungnya di tempat biasa kami meletakkannya.

LFS 2 - Red String [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang