Alenna selalu meninggalkan jejak setiap read chat di Five Rain Women. Jadi, kalian ikutilah sikap teladan Alenna. Jangan lupa tinggalkan jejak dengan berkomentar. Ingat, kamu gabisa kirim stiker di sini, jadi silakan kirim komentar :D
#KodeLevelPaus
.
.
Feeling is something confusing. It can't be seen, but we knew that exist.***
Aku tidak tahu bagaimana menjelaskan sikap Arlan Pratama sejak kami berbincang malam itu. Yang jelas, saat ini dia gemar menghabiskan waktunya untuk diam. Aku cukup yakin 'diam' yang satu ini tidak seberbahaya diamnya yang kutakutkan.
Terkadang dia melihatku seolah ingin mengatakan sesuatu, tetapi tiap aku memergokinya menatapku penasaran, aku bertanya, "Ada apa?" dan dia selalu menjawab, "Tidak apa-apa."
Iya, dia seterang-terangan itu, sampai Mama juga menyadarinya saat kami makan malam.
"Itu Arlan kenapa?" tanya Mama, setelah Arlan Pratama pulang dan kami sedang merapikan alat makan.
Aku menata piring dalam rak, sambil bertanya balik, "Memangnya dia kenapa?"
"Jadi diam sekali hari ini," jawab Mama seadanya. "Kalian berantem?"
Aku mengerutkan kening, "Enggak deh, seingat Lenna. Tadi masih sempat bahas soal perang dunia, kok."
"Beneran? Jangan sampai kalian yang perang."
"Iya, Ma. Mama tanya saja sama Arlan," balasku singkat.
Beberapa hari yang lalu, Mama mengatakan sesuatu yang membuatku agak kaget. Mama bilang bahwa Mama bertemu dengan Papa Arlan Pratama di salah satu supermarket dekat kantor Mama. Ayahnya memang tampak baik-baik saja, tetapi hal yang membuatku terkejut adalah--apakah dia memang sesibuk itu untuk tidak pulang?
Mama mengatakan bahwa mungkin kedua orangtuanya pulang, tetapi kami tidak memperhatikannya. Namun aku tidak merasa itu benar-benar terjadi.
Pulang dari sekolah, baru beberapa menit setelah bel, aku mendapatkan pesan dari Arlan Pratama yang isinya kira-kira mengatakan bahwa dia harus pulang duluan karena ada urusan mendadak dan dia minta maaf tentang itu.
Seharusnya dia tidak perlu minta maaf. Maksudku, kami tidak pernah berbicara soal pulang bersama, bahkan sekali pun. Kami tidak pernah membuat janji. Itu bukanlah rutinitas yang harus dilakukan, karena itu aku bingung harus membalas apa.
Agak disayangkan, aku tidak bisa bertanya langsung mengenai kejanggalan sifatnya yang bahkan sampai disadari oleh Mama.
Saat kulangkahkan kaki ke gerbang, aku menyadari seorang gadis berseragam SMA berdiri di gerbang sekolah. Dan entah mengapa aku merasa bahwa aku mengenal sosok itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
LFS 2 - Red String [END]
Fantasía[Little Fantasy Secret 2] Alenna mungkin terlihat seperti anak SMP kebanyakan, kecuali satu hal yang membuatnya istimewa; Alenna bisa melihat benang merah takdir. Namun Alenna tidak menganggapnya sebagai anugerah yang berarti. Mendapat peringkat per...