Your gaze is something magical, it can make me nervous, a lot.
***
Kelas delapan semester genap adalah masa yang menyenangkan. Teman-teman seangkatanku setuju soal itu. Ini karena sekolahku mengadakan study tour di luar kota. Dan itu artinya kami harus menginap dua hari dan satu malam.
Sebenarnya aku tidak ingin pergi. Aku bahkan merahasiakan ini dari Mama, karena aku tahu kalau Mama pasti akan memintaku untuk ikut. Namun berkat kejeniusan Arlan Pratama yang tiba-tiba membawa topik ini saat sedang makan malam kemarin malam, Mama jadi tahu.
Mama jadi sibuk sendiri. Mama membeli banyak pakaian baru, walaupun belum waktunya. Beliau juga membeli banyak makanan ringan dan kebutuhan yang mungkin kuperlukan. Itu membuatku sempat mengira bahwa yang akan pergi bukanlah aku, tetapi Mama.
Hari ini tanggal 3 Maret, itu artinya hari ini adalah waktunya. Pukul 5 Pagi, Mama mengantarku dan Arlan Pratama ke sekolah. Semula kami berdua menolak--iya, Arlan Pratama juga tidak ingin merepotkan Mama--tapi Mama bilang akan langsung ke kantor. Itu membuat kami tidak punya alasan untuk menolak.
"Have fun, ya, kalian," pesan Mama saat dia menurunkan jendela mobil.
"Iya, hati-hati di jalan!" balas kami dengan kompak.
"Oh iya! Arlan, tolong lihatin Alenna, ya. Ini pertama kalinya dia pergi-pergian di sekolah." Mama berpesan kepada Arlan Pratama.
Arlan Pratama mengangguk sambil melempar senyum. Aku tahu dia hanya basa-basi, tapi selama itu membuat Mama senang, aku tidak terlalu masalah.
Taksi yang Mama naiki akhirnya berlalu setelah berbelok ke kiri. Kami menatap ke arah lapangan sekolah, dimana sudah ada dua buah bus yang parkir di sana. Cukup banyak yang sudah menunggu setengah jam lagi, karena jika disesuaikan dengan jadwal, kami seharusnya berangkat pukul setengah enam.
"Mau sarapan dulu atau gimana?" tanya Arlan Pratama.
Mama memberikan kami bekal. Arlan Pratama juga mendapatkannya, Mama memang menyiapkan bekalnya tanpa persetujuan anak itu. Aku setuju saja dengan Mama, karena firasatku mengatakan bahwa dia tidak membawanya. Dan kalau pun dia membawanya, aku kenal Arlan Pratama; dia tetap akan menerimanya karena dia tahu bahwa niat Mama sangat baik dan peduli.
"Aku belum terlalu lapar. Kalau kamu mau makan, duluan aja," balasku sambil memutar tasku untuk memeriksa bahwa semua resletingnya telah tertutup rapat.
"Oh. Aku juga belum lapar. Nanti kita makan bareng aja di bus," ucapnya yang membuatku terdiam di tempatku.
Pertama, aku tidak bisa membayangkan bagaimana reaksi teman sekelasku dan teman sekelas Arlan Pratama saat melihat kami makan bersama di bus nanti.
Ada total empat kelas di angkatan kami. Kelas 8-1 dan 8-2 dipastikan akan satu bus--aku sudah memeriksa jadwal. Kelas 8-3 dan 8-4 akan berbagi bus yang sama. Kelas 8-4 sendiri adalah kelas yang baru dipecah saat kelas delapan semester dua karena tiga kelas yang overload. Sekarang keadaan kelas lebih nyaman untuk melakukan kegiatan belajar mengajar.
Kedua, bukankah jika kami makan bersama di bus, itu berarti kami tidak akan duduk jauh-jauh?
"Eh, itu yang lambai-lambai ke sini kayaknya temanmu ya?" tanya Arlan Pratama yang sontak membuatku menoleh ke arah yang ditunjuknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
LFS 2 - Red String [END]
Fantasy[Little Fantasy Secret 2] Alenna mungkin terlihat seperti anak SMP kebanyakan, kecuali satu hal yang membuatnya istimewa; Alenna bisa melihat benang merah takdir. Namun Alenna tidak menganggapnya sebagai anugerah yang berarti. Mendapat peringkat per...