The Tenth Thread - "First Impression is Something Permanent"

22.8K 3.6K 337
                                    

First impression is something permanent, but impression changes as the time you know them.  

***

Arlan Pratama bersikap biasa saja siang itu. 

Aku terus mengobservasi ekspresi dan raut wajahnya diam-diam. Walaupun tidak melihat wajahnya saat dia berbicara dengan ibunya dari balik telepon, entah mengapa pikiranku mampu mengvisualisasikannya. Mungkin karena aku sudah beberapa kali melihat ekspresi wajahnya yang memilukan. 

Sesuatu yang disembunyikannya sendirian. 

"Berarti, aku yang menang, kan?" 

Dia bertanya saat percakapan kami malam itu. Dia tidak menanyakan apapun tentang rankingnya selama makan siang. Mungkin dia tidak memperlihatkan sikapnya kepada Mama. Sedangkan aku sudah biasa menghadapi sikap tengilnya, tetapi entah mengapa aku kaget sekali mendapati senyum mengejeknya yang memang biasanya ditunjukkannya. Seharusnya aku merasa kesal, tetapi aku tidak bisa. Rasa simpatiku lebih besar daripada itu. 

"Iya," jawabku. "Apa yang kamu mau?" 

Arlan Pratama terdiam selama beberapa saat, lalu mengatakan, "Aku akan simpan untuk lain kali. Kalau kamu, mau apa?"

Aku mengerutkan kening, bingung, "Maksudmu?"

"Sebelumnya kamu yang berhasil ranking pertama, kan? Jadi kamu juga bisa memerintahku satu kali," terangnya. 

"Kita kan, belum berlomba saat itu," sahutku yang sebenarnya terang-terangan menolak kemenangan kasihan itu. 

Arlan Pratama melempar senyum, "Tapi, saat itu kamu lebih berusaha daripada aku."

Mendadak, aku teringat perbincangan histeris di ruang kelas yang dilakukan oleh teman sekelasku. Mereka sering membicarakan tentang senyum manis Arlan Pratama yang bisa membuat kaki melemah seperti agar-agar. Namun bagiku semua senyumannya terasa mengejek dan merendahkan.

Aku diam saja waktu itu. Satu-satunya yang kupikirkan saat itu hanyalah kata-kata untuk mengingatkan diriku sendiri bahwa Arlan Pratama tidak seperti yang kulihat sebenarnya, dan aku tahu tentang itu. Aku tidak tahu harus bereaksi seperti apa.

Baru saja, aku selesai memeriksa buku paket mana yang masih belum kubeli. Mama sudah membeli buku paket untuk kelas 8 untukku, aku belum membuka buku untuk sekadar memeriksa sub-bab atau menuliskan namaku. Mama melarangku untuk membuka plastik bening yang membungkus buku, sepertinya Mama masih khawatir kalau aku akan segera belajar jika bungkusan itu kubuka.

Kubuka kaca pintu balkon terlebih dahulu sebelum kembali ke kamarku. Menyadari keberadaan seseorang di balkon sebelah, aku langsung menolehkan kepalaku. Ada Arlan Pratama di sana, aku sampai curiga bahwa selalu berdiri di sana. 

"Eh! Ada Alenna rupanya," katanya setelah beberapa detik aku menatap bingung ke arahnya. 

Dia terlihat kaget, membuatku heran juga. Padahal aku tidak bergerak seinci pun dari tempat aku berdiri. Aku juga tidak memanggilnya atau membuat gerakan mencurigakan lainnya. Dia mungkin memang berdiri sana,  tapi pikirannya selalu menggembara, mungkin merenungi masalahnya.  

"Tumben kamu keluar malam-malam tanpa perlu digedor," candanya, sambil menertawakan lelucon yang dibuatnya. "Habis belajar? Ini bahkan belum tiga hari sejak kita menerima rapor."

"Aku belum belajar," balasku apa adanya. "Mama menyuruhku menikmati liburan dulu."

"Nah, itu baru sehat," komentarnya sambil menepuk dinding balkon, yang tanpa dia ketahui ternyata juga membuat benangnya bergerak-gerak dengan pola seirama dengan gerakannya.

LFS 2 - Red String [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang