The Thirty Third Thread - "You are Divine"

19.7K 3K 885
                                    

You are divine and you deserved happiness. 

***

"Mamamu khawatir, tahu." Arlan Pratama mengucapkan demikian saat kami tak sengaja bertemu di balkon. 

Kurasa dia lupa bahwa aku melarangnya berbicara denganku di balkon, tetapi sepertinya tidak apa-apa jika hanya sebentar.

Aku yang sedaritadi melihat ke bawah untuk memeriksa Mama benar-benar masuk ke taksi dengan aman pun langsung mengangkat kepala. Panggilan mendadak ke kantor untuk Mama malam-malam begini, kurasa bukan lagi hal yang mengejutkan untukku. Kutolehkan kepalaku menatapnya, melihat keseriusan dalam kata-katanya. 

"Kenapa memangnya?" tanyaku. 

"Kamu murung, sih. Aku kan bingung harus jawab apa," jawab Arlan Pratama. "Alenna sedih karena aku, Tante. Masak aku harus jawab begitu?" 

Jika aku tidak dalam keadaan sedih seperti saat ini, aku pasti akan membantah dan mengatakan betapa besarnya kepercayaan diri yang dimiliki oleh anak itu, tapi perkataannya memang benar, walau tidak sepenuhnya. 

Sudah tiga hari berlalu sejak aku bertemu dengan Kak Aetherd dan tidak ada satu malam pun aku berhenti menebak apa yang sebenarnya dirasakan oleh Arlan Pratama. Tahu bahwa itu akan membuka atau malah mengoyak luka lamanya, aku tidak pernah membahasnya. 

Kami mengadakan perpisahan pada sabtu kemarin. Tidak ada yang istimewa untukku karena aku tidak bergabung dalam persembahan tarian. Aku juga tidak terpilih untuk membawa pidato di akhir perpisahan, karena seperti yang semua orang ketahui, hanya ketua OSIS dan pemilik juara umum terbanyak yang akan melakukannya. 

Aku benar-benar hanya datang sebagai murid pada umumnya, tapi aku agak bersyukur tentang itu. Kemarin aku benar-benar murung dan sulit tersenyum. Kupikir tidak akan ada yang menyadarinya, karena aku memang jarang tersenyum. Apalagi itu adalah acara perpisahan, siapa akan tersenyum sepanjang waktu?

Mama menyadari bahwa aku sangat murung, tapi Mama tidak menanyakan alasannya. Aku menerka, Mama menungguku bercerita. Mungkin. 

"Maaf, ya," ucapku pelan. 

Arlan Pratama menatapku sejenak, lalu bertanya tanpa ada nada penasaran sedikit pun, "Untuk?"

"Entahlah, aku juga tidak mengerti," balasku. "Sudah berpikir berbulan-bulan, tapi aku tetap tidak mengerti." 

"Wah? Seperhatian itu kamu denganku?" tanyanya dengan nada bercanda, tapi kelihatannya dia hanya berniat mencairkan suasana. 

Kutundukkan kepala, "Iya."

Kami berdua terdiam selama beberapa saat, sebelum akhirnya Arlan Pratama berdeham pelan, mencairkan keheningan. 

"Aku tidur dulu," ucapnya. "Selamat malam."

Aku tahu alasan dia tidur lebih awal hari ini, itu karena besok pagi dia akan ke rumah sakit untuk menjaga kakaknya. Papa bilang kepadaku bahwa Arlan Pratama akan datang besok pagi, mungkin akan berjaga seperti yang dilakukannya setiap liburan sekolah. Ini sudah musim libur, kurasa dia akan melakukannya lagi.

"Iya, malam."

Selanjutnya, dia kembali ke kamarnya setelah menutup balkon. Aku menghela napas panjang dan kembali masuk ke ruang belajar. 

Sekarang, aku tidak mengerti Arlan Pratama. Apakah dia menyesal karena sudah membiarkanku tahu sejauh ini? Bukankah reaksi sedih itu wajar? Aku benar-benar bingung. 

Kala bingung dengan sikap Arlan Pratama, kuputuskan untuk membuka grup chat Five Rain Women. Hanya grup itu yang bernotifikasi sejak hari ini. Grup kelas sudah tidak lagi aktif sejak perpisahan kemarin. 

LFS 2 - Red String [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang