The Nineteenth Thread - "Wishing is Something Upsetting"

18K 3.4K 960
                                    

Wishing is something upsetting, so I won't make a wish. I'll make it come true.

***

Baru seminggu sejak ujian terakhir diadakan dan mendadak aku merasa mempunyai hidup yang monoton.

Mama kerja, aku menetap di rumah sendirian. Itu yang terjadi setiap liburan dan aku tidak punya kegiatan apapun lagi.

Grup kelas juga tidak mengeluarkan satu notifikasi pun. Padahal di hari normal, mereka selalu mengirim banyak gambar. Terkadang mereka mengirim gambar si kucing Tom yang tertawa mencurigakan.

Terkadang mereka mengirim gambar-gambar berdefenisi yang mispell dan mereka merespons di chat dengan W dan K kapital. Entah singkatan apa itu dan entah bagaimana cara bacanya. Saat mencarinya di internet, pelafalannya entah waka-waka atau weka-weka. Memusingkan.

Aku sudah belajar selama dua jam dan itu sudah mencapai target harianku; yaitu belajar dua jam sehari. Awalnya aku ingin menargetkan lima atau enam jam, tapi Mama bilang aku harus lebih banyak bersantai, karena ini liburan. Dan Mama hanya mengizinkanku belajar dua jam atau tidak sama sekali.

Jam masih menunjukkan pukul satu sore dan aku juga baru menghabiskan makan siangku setengah jam yang lalu. Aku membelinya. Mungkin jika Mama bisa pulang lebih awal, aku harus mulai belajar memasak makanan praktis yang menyehatkan.

Saat ini aku sedang berada di ruang belajar, habis menata ulang buku novel lamaku. Sepertinya aku harus membeli stok novel baru untuk menghabiskan waktu selama liburan.

Saat duduk, mendadak perhatianku tertuju pada tas hitam yang ada di sudut kamar. Itu tas Arlan Pratama yang dititipkannya padaku, tapi aku belum bisa mengembalikannya karena dia tidak belum pulang.

Dia juga tidak mengabarkan apapun kepadaku lewat pesan.

Aku pun tiduran di sofa, mengangkat ponselku tinggi-tinggi, memikirkan apakah aku harus menghubunginya atau tetap menunggu kabar saja.

Sampai akhirnya layar ponselku yang gelap mendadak mengeluarkan cahaya dan berdering.

Arlan Pratama is Calling ...

TOK!

Ponselku tergelincir dari tanganku dan jatuh tepat mengenai daguku. Kujauhkan segera dari wajahku, mengusap daguku dan mengangkat teleponnya dengan segera.

"Halo?" sapaku, masih mengusap dagu dengan pelan.

"Halo? Bisa video call tidak?" tanya Arlan Pratama dari seberang telepon.

"Kenapa?" tanyaku sambil buru-buru berdiri dari dudukku dan berjalan ke arah cermin untuk memeriksa apakah daguku tidak memerah karena benturan tadi.

"Uh, itu. Tas sekolahku masih sama kamu, kan?"

Aku mengangguk, sebelum akhirnya merasa bodoh karena tidak ada yang melihatku mengangguk saat ini. "Iya. Kan belum kukembalikan padamu."

"Siapa tahu kamu lempar ke balkon kan?" canda Arlan Pratama, yang sama sekali tidak bisa membuatku membayangkannya.

"Tas bukan untuk dilempar," balasku.

LFS 2 - Red String [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang