The Thirty Fourth Thread - "Future is Something Aimless"

17.5K 3.1K 1K
                                    

Future is something aimless, but I don't mind lose with you.

***

"Alenna, kan?"

Suara itu sontak membuatku mendongak. Kudapati seorang perempuan sepantaranku sedang menatap ke arahku. Suaranya dipastikan adalah miliknya, menilai dari sumbernya. Dan lagi, aku melihat benang merah yang muncul di kelingkingnya.

Wajahnya familier, kami pasti pernah bertemu, tapi aku lupa dimana. 

"Kamu sedang apa di rumah sakit?" tanyanya lagi. 

Kujawab dengan agak canggung, "Bertemu Papa." 

Siapa ini?

Apakah teman satu sekolah? Teman seangkatan? Teman satu les? Teman satu SD? Lawan olimpiade? Siapa?

Hari ini bukan hari sabtu atau minggu. Datang pagi-pagi begini, kemungkinan besar dia memang seangkatanku.

"Papamu sakit?" tanyanya agak terkejut. 

"Enggak, papaku dokter," balasku. 

Ya, aku memang jarang memberitahu orang lain kalau Papa berprofesi sebagai dokter. Rasanya setiap aku mengatakan ingin bertemu Papa di rumah sakit, orang-orang akan bereaksi seperti itu. 

"Kamu apa kabar?" tanyanya dengan ramah. 

Kabar buruknya, gadis itu memutuskan untuk duduk di sebelahku--seolah menginginkan topik pembicaraan yang panjang. 

"Baik," jawabku. "Kamu sedang apa di sini?" 

Wajahnya langsung menjadi murung. Aku langsung tahu bahwa aku salah memberikan pertanyaan. 

"Aku lagi jenguk teman," balasnya murung. 

"Sakit?" 

Ya, tentu saja. Aku sampai terheran-heran mengapa aku bisa menanyakan hal seperti itu di rumah sakit. 

"Iya." Gadis itu lalu tersenyum lagi, "Tapi sudah tidak apa-apa, kok. Sudah baikan." 

Lalu mengapa tadi dia murung seperti itu? Jantungku jadi bekerja lebih cepat karena mengira aku salah bicara. 

Belum sempat berbicara lebih banyak lagi, tiba-tiba ada dua orang dewasa yang menghampiri kami. 

"Eh, Gracia. Datangnya pagi sekali," ucap wanita itu. 

Aku jadi tahu bahwa nama gadis itu adalah Gracia. 

Gracia langsung berdiri dari duduknya. "Pagi Tante, pagi Paman. Tyara-nya sudah bangun?" 

Tubuhku tersentak kaget. Kini aku juga tahu bahwa teman Gracia yang sakit adalah Tyara. Tunggu, apakah ini Tyara yang sama dengan Tyara yang aku tahu?

"Tadi waktu lihat sih, belum. Kemarin malam dia tidak bisa tidur," jawab wanita itu.

"Oh, begitu."

"Mau jenguk Tyara juga ya?" Perhatian pria itu beralih ke arahku. 

Jelas saja dia bertanya kepadaku, karena sekarang aku bisa melihat seuntai benang merah baru yang muncul. Saling terhubung. Sepasang suami istri. Kemungkinan orangtua Tyara. 

"Ini teman sekelasku waktu SD, Paman," jawab Gracia yang membuatku mengetahui satu hal baru lagi. Dia adalah temanku ketika SD. Aku jadi bingung kemana semua memori-memoriku mengidentifikasi wajah dan nama seseorang. 

Daripada hanya diam dalam kecanggungan karena membiarkan Gracia yang menjawab semuanya, kuputuskan untuk melempar senyum tipis ke arah wanita dan pria itu. 

LFS 2 - Red String [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang