The Twentieth Thread - "Those Rain That Passes By"

20K 3.5K 1.3K
                                    

We meet again, in those rain that passes by.

***

Hujan datang, tepat saat pintu bus yang kunaiki tertutup. 

Kukedipkan mataku berulang kali sambil meratapi jendela. Hujan langsung turun dengan deras tanpa memberikan tanda apa pun. Sebenarnya sejak jam istirahat makan siang tadi, langit sempat memamerkan kilat. Namun kupikir semuanya telah berakhir karena mendadak langit berubah cerah saat pulang. Rupanya pemikiranku salah. 

Aku yakin banyak yang kehujanan saat ini dan aku memang beruntung karena tidak mendapat kesempatan untuk terkena setetes air hujan pun. Langit mungkin masih berpihak padaku hari ini. 

Omong-omong, hari ini adalah hari Kamis. Itu artinya, hari ini bertepatan dengan hari ke-empat sejak semester genap dimulai. Tidak ada hal istimewa yang terjadi selama empat hari ini. Upacara, penyerahan piala, Arlan Pratama tidak datang dan tidak ada yang berdiri di papan kayu nomor satu. Kejadian yang sama persis terjadi, seperti yang terjadi setahun yang lalu. 

Banyak yang mengatakan pihak sekolah sangat pilih kasih terhadap Arlan Pratama. Dia memang juara umum sekolah, sering mengikuti olimpiade, dan merupakan kesayangan para guru. Namun tidak banyak yang tahu bahwa Arlan Pratama sering mendapat surat teguran akibat tidak masuk ke sekolah pada waktu-waktu tertentu. Dan setiap awal permulaan semester, dia selalu begitu. 

Entah sudah berapa kalinya hal itu terjadi, sampai-sampai keberadaan Arlan Pratama tidak lagi dicari-cari. Terkadang masih banyak orang yang mendadak masuk ruang guru untuk mempertanyakan hal yang sebenarnya dilakukan oleh Arlan Pratama, tetapi tidak ada seorang guru pun yang tahu menahu mengenai hal itu. 

Semua itu cukup untuk membuatku merasa tertampar. 

Bahkan aku, tetangga di samping rumahnya, tidak pernah mempunyai kesempatan untuk mengetahuinya. 

Belakangan, guru-guru juga mulai mempertanyakannya kepadaku. Entah beredar darimana kalau kami tinggal di gedung apartemen yang sama, sepertinya data admin yang diperbaharui, entahlah. Aku juga hanya bisa menjawab tidak tahu, karena aku memang benar-benar tidak punya petunjuk apapun. 

Mungkin bagi Arlan Pratama, aku bukanlah siapa-siapa kecuali tetangga rumahnya, teman sekolah, teman yang bisa diajak mengobrol, dan teman yang bisa diajak bersaing--tapi aku merasa tidak dianggap sebagai seorang pesaing. Aku bukan teman makan malamnya, karena teman makan malam yang selalu mengajaknya berbicara adalah Mama, bukan aku. 

Kuhela napasku dalam-dalam sambil menempatkan tanganku pada kaca bus, berharap kalau tiba-tiba saja tetesan air di luar sana tiba-tiba saja mampu membasahi jemariku. Namun itu mustahil. Jarakku dan Arlan Pratama pasti sama seperti air hujan ini. Tampak dekat, tetapi sebenarnya tidak bisa diraih.

Tubuhku tersentak saat tiba-tiba ponselku bergetar dalam saku rok sekolahku. Kukeluarkan ponselku dengan agak kepayahan. Aku memang tidak sempat mengubahnya menjadi mode suara, karena aku agak buru-buru untuk pulang. 

Alasannya karena ... Arlan Pratama baru saja mengabarkan bahwa dia akan kembali hari ini. 

Kuperiksa terlebih dahulu layar ponselku. Panggilan dari Arlan Pratama, seharusnya aku sudah bisa menebaknya, karena Mama jarang menelepon sore-sore. Papa juga hanya akan menelepon malam-malam. 

Setelah memastikan bahwa tidak akan ada seorang pun yang terganggu di dalam bus, aku pun memutuskan untuk mengangkat telepon. 

LFS 2 - Red String [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang