-Loose-

16.4K 3.1K 461
                                    

[Loose - Longgar]

"Di sini tidak terlalu kelihatan, ya," gumam Arlan Pratama, setelah keheningan selama beberapa saat, membuat benang merah di antara kami muncul kembali.

Aku mendongak. Padahal langit sangat cerah, tetapi tidak terlihat jelas. Kabarnya akan ada bintang jatuh yang terlihat hari ini. Semua sosial media sedang marak-maraknya membicarakan tentang itu.

Grup Five Rain Women juga sedang heboh soal itu. Tyara bilang dia ada di rumah temannya yang agak jauh dari kota, sehingga bisa melihatnya. Riryn, Clayrine dan Metta tidak menjelaskan lokasi spesifik mereka, tetapi mereka juga mengatakan bahwa mereka melihatnya.

Tampaknya hanya aku yang tidak bisa melihatnya. Maksudku, tempat kami berada sangat tidak menguntungkan. Aku dan Arlan Pratama sedang belajar bersama, lalu aku teringat soal hujan meteor hari ini dan memutuskan untuk pergi ke atap apartemen untuk melihatnya lebih jelas.

"Seharusnya kamu bilang dari awal, jadi aku bisa membawa teleskop dari rumah," ucapnya yang terdengar seperti sedang memprotes.

Aku menatapnya sedatar-datarnya. Seingatku aku sudah mengatakan hal ini sejak seminggu yang lalu. Namun kukatakan itu ketika aku melihatnya tengah murung dan ingin mencairkan suasana canggung, sepertinya dia memang tidak menyimak dan sibuk dengan dunianya sendiri.

"Jadi sekarang bagaimana? Mau tetap melihat bintang atau lanjut belajar?" tanyaku basa-basi. 

Aku tahu persis jawaban Arlan Pratama, sebab kami memang sengaja ke atap apartemen bersama-sama setelah belajar. Satu hal yang kami lupakan adalah letak apartemen yang berada di tengah-tengah kota, sehingga di sini sangat terang dan sulit melihat bintang. 

"Jangan belajar terus, enggak capek memangnya?" tanyanya.

"Kalau tidak belajar, akan muncul perasaan tidak tenang. Aku lebih baik capek sedikit daripada tidak tenang," balasku. 

Arlan Pratama diam sebentar, lalu kembali mendongak menatap langit, "Bukankah bintang jatuh sangat lucu?" 

Kutatap Arlan Pratama dengan tatapan datar. 

Oh, sangat lucu sampai aku ingin terpingkal-pingkal sekarang

"Namanya disebut sebagai bintang jatuh, padahal mereka hanya meteor sial yang menabrak Bumi." 

"Jadi? Kamu ingin menyebutnya apa? Meteor Sial?" tanyaku malas.  

"Leluconmu semakin baik sejak kamu berteman denganku," sahutnya sambil tertawa. 

Aku menghela napas, "Aku tidak sedang melucu." 

Saat mendongak menatap langit, tiba-tiba ada satu goresan yang terlihat di atas langit gelap. Bintang jatuh! Aku refleks memejamkan mata dan membuat permintaan. 

Semoga Kak Aetherd segera bangun!
Dan apa aku boleh minta satu lagi?
Semoga Arlan Pratama segera baik-baik saja.
 

"Kamu sedang apa?" tanya Arlan Pratama yang membuatku segera membuka mata. Dia sedang mengerutkan keningnya bingung. 

"Ada bintang jatuh barusan," ucapku sambil menunjuk ke langit. 

"Bukan jenis meteor yang akan mengacaukan kota, kan? Buat apa takut?"

"Aku sedang membuat permintaan, tahu!" balasku sambil bersiap-siap memberikan kabar bahwa aku sudah melihat bintang jatuh di grup kami berlima. 

"Untuk apa membuat permintaan pada benda langit yang akan terbakar habis?" tanyanya yang membuatku menatapnya masam. "Coba kutebak, kamu pasti memohon agar bisa mendapatkan rangking pertama untuk UAS minggu depan, kan?" 

LFS 2 - Red String [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang