The Sixteenth Thread - "The Memories is Something to Remember"

18.2K 3.5K 986
                                    

The Memories is Something to Remember, because time won't ever stop creating a new moment.

***

Malam itu dan malam berikutnya, Arlan Pratama tidak datang ke apartemen kami untuk makan malam bersama.

Masalahnya, dia tidak mengabarkan apapun, sampai-sampai aku dan Mama harus makan porsi lebih untuk menghabiskan miliknya. Mama malah bertanya kepadaku kemana Arlan Pratama, seolah akulah yang paling mengerti segala hal tentangnya. Tentu saja, aku tidak pernah mengerti apapun tentangnya. Dia juga tidak menghadiri sekolah, atau memberi keterangan tentang alasannya tidak hadir.

Apartemennya gelap, seperti memberikan tanda bahwa tidak ada penghuni di sana. Saat aku menekan bel atau mengetuk pintu balkonnya, tidak pernah ada jawaban yang berarti. Arlan Pratama tidak pernah menampakan diri.

Kupikir dia masih tersinggung soal kata-kataku tentang tidak akan berbicara dengannya lagi di balkon. Namun, saat mempertanyakan langsung pada petugas di bawah, mereka mengabarkan bahwa Arlan Pratama belum kembali sejak Senin sore. Katanya dia terlihat pergi bersama orangtuanya. 

Di minggu yang sama, aku menerima tawaran untuk berpartisipasi dalam olimpiade IPA yang diceritakan oleh Arlan Pratama. Mungkin mereka memutuskan untuk memberikannya kepadaku karena tidak ada kabar dari lelaki itu. Katanya, semestinya sekolah bisa mengirimkan dua orang perwakilan lagi, tetapi tidak bisa karena Arlan Pratama yang tiba-tiba menghilang tanpa jejak.

Ya, benar-benar tanpa jejak.

Aku juga tidak bisa menghubunginya, karena seperti yang pernah kukatakan, aku tidak mempunyai kontak Arlan Pratama. Saat bertukar kontak pun, hanya aku yang menuliskan kontakku secara sepihak langsung di ponselnya. Dia tidak pernah mengirim pesan atau menghubungiku, jadi aku benar-benar tidak mengetahui cara untuk menghubunginya.

Hari ini bertepatan dengan hari keempat sejak Arlan Pratama menghilang. Hari Jumat. 

Saat kelas sedang sibuk-sibuknya menentukan lomba apa yang diselenggarakan karena hari ini adalah batas pengumpulan lomba, aku berhasil mendapat kesempatan untuk berbicara dengan Rania.

Aku tahu waktunya sangat sedikit, karena dia adalah panitia kelas untuk lomba ini. Namun jika aku tidak menanyakannya sekarang, maka aku harus menunggu sampai Senin datang kembali. 

"Rania, boleh ngomong sebentar?" 

Rania yang habis berdebat dengan beberapa teman sekelas, langsung menoleh ke arahku dengan kening mengerut. Selanjutnya, dia menghampiriku masih dengan wajah cemberutnya. Mungkin masih efek kesal setelah berdebat panjang lebar dengan yang lain.

"Kenapa? Kamu punya ide?"

Melihat wajahnya yang tidak kunjung kembali cerah, mendadak aku ingin mengurungkan niat. Namun mengurungkan niat setelah Rania menghampiriku, kurasa dia akan marah. 

"Uhm, aku ... aku boleh minta kontak ... mu?" 

Raut wajah Rania mendadak berubah cerah. Merinding juga rasanya saat melihat perubahan wajahnya yang sedrastis itu. Rania pasti lolos seleksi bila ada pencarian bakat drama. Mudah sekali menebak suasana hatinya. 

"Boleh. Sebenarnya dari kemarin, aku juga mau nanya kontakmu sih," kata Rania sambil mengeluarkan ponsel dari sakunya.

Aku yang melihat tingkahnya, langsung menoleh ke arah pintu kelas untuk memastikan bahwa tidak ada guru yang datang. Setelah memastikan bahwa tidak akan ada guru yang datang, aku pun memasukan tangan ke dalam saku rok pramuka-ku.

"Kenapa mau minta kontakku?" tanyaku.

Padahal, aku tahu jawabannya. Agar bisa menanyakan tugas atau kisi-kisi saat ujian. Memang sengaja, aku berbasa-basi, agar suasana hatinya semakin membaik.

LFS 2 - Red String [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang