Cuaca hari ini nampak tak bersahabat, musim penghujan nampaknya sudah tak sabar untuk menunggu gilirannya datang.
"Jadi lo udah fix nih resign?" ujar Mbak Navi yang bersama Silvi hari itu memutuskan makan siang di kafe dekat kantor menemui Adel yang hari itu fix tidak lagi menjadi karyawan.
"Iya. Gue udah menetapkan hati walaupun kemarin si Aldi mati-matian ngebujuk gue buat balik ke kantor." jawab Adel bersemangat.
"Canggih lo. By the way, tadi Daniel abis meeting mukanya tegang banget Del." ujar Silvi di dramatisir.
"Serius lo? Dia belom cerita apa-apa sih ke gue, Sil.." bola mata Adel membulat lalu memicing memandang Silvi yang dijawab dengan anggukan. "Kok dia gak ngabarin ya?".
"Terus setelah ini rencana lo apa, Del ?" tanya mbak Navi dengan nada serius.
"Tadinya gue berencana mau buka jasa konsul gitu mbak... Tapi setelah ngeliat cafe ini gue rasanya pengen keluar dari zona nyaman... Gue pengen bisnis kopi." ujar Adel yang memandangi cafe itu penuh gairah.
"Coffee shop udah terlalu menjamur, Del." ujar mbak Navi. "Tapi gue kenal satu orang yang bisa bikin lo bisnis kopi dengan cara lain." Adel menaikkan sebelah alisnya penuh tanya. "Jadi lo jadi supplier kopi mentah ke kedai kopi. Buat sementara mungkin ada baiknya juga lo belajar sama dia."
"Wah menarik!" mata Adel berbinar-binar seketika. Sedangkan mbak Navi nampak mengetikkan sesuatu di handphonenya.
"Cek whatsapp lo. Itu udah gue kirim nomornya. Namanya Kanaya."
***
"Haduh Adel, kamu kenapa sih ngambeknya sampe resign segala ? Nyari duit itu kan susah nak." ujar Mama Adel tak habis pikir dengan tingkah anaknya.
"Aku gak suka aja,ma, cara Aldi kayak gitu." Jawab Adel sembari menyuap nasi dan ayam goreng di hadapannya. "Ngegunain kekuasaannya buat misahin orang pacaran. Kayak bocah."
Mama Adel menghela nafas panjang sembari menaruh segelas air putih di tangannya, lalu duduk di samping Adel yang masih asik makan.
"Terus ke depannya mau gimana? Cari kerja lagi kah? Atau gimana ?" tanya mama Adel sembari menatap Adel lembut.
"Rencananya aku pengen buka usaha, ma." mata Adel menunjukkan binarnya paling cerah. "Distributor kopi."
"Emang kamu ngerti ?" mama Adel nampak agak mendelik ke Adel.
"Belom tau sih, ma. Tapi tadi mbak Navi kasih nomor orang yang ngerti." ujar Adel sembari menatap mamanya penuh keyakinan.
"Ya udah kalo mau mu begitu." Jawab mama Adel sembari membereskan alat makan Adel yang sudah kosong.
***
"Jadi menurutmu gimana ?" mata Adel yang memandangi wajah Daniel yang sedang fokus menyetir tampak membulat penuh membuat yang dipandangi tersenyum.
"Terserah kamu. Asal kamu belajar dari ahlinya." Jawab Daniel dengan senyum penuh sembari mengacak rambut Adel lalu kembali fokus mengemudikan mobil yang akan membawa ia dan Adel ke bioskop.
"Aku ada kontak orang yang udah ahli sih. Aku dikasih sama mbak Navi." ujar Adel sumringah.
"Emang kenapa kamu jadi berubah haluan dari konsultan keuangan jadi tukang kopi ?" tanya Daniel penuh kelembutan.
"Ya pengen aja sesuatu yang beda dari yang biasa aku lakuin, sayang.." Jawab Adel yang lalu menempelkan puncak kepalanya ke lengan Daniel yang menyetir.
"Tapi inget ya jangan bosenan." ujar Daniel memperingati Adel. "Akan sangat biasa kalo di lima tahun pertama kamu rugi, Del." kali ini Adel hanya menjawab dengan anggukan antusias dan mata yang berbinar.
***
"Mbak Kanaya ya?" tanya Adel yang baru saja tiba di sudut sebuah cafe di pinggir kota sore itu.
"Iya. Mbak Adel ya ?" Kanaya seorang gadis manis berambut pendek dengan gaya boyish menyambut kedatangan Adel dengan ramah sembari mengulurkan tangannya untuk dijabat oleh Adel.
"Iya mbak." ujar Adel yang entah mengapa merasa detak jantungnya terasa kian cepat kala bertemu dengan Kanaya yang memang sudah ia janjikan sejak beberapa hari yang lalu setelah ia mendapat restu dari keluarga dan kekasihnya.
"Jadi, gimana ? Mbak Adel perlu bantuan apa nih dari saya ?" Kanaya memulai perbincangan serius setelah Adel memesan minuman.
"Iya mbak. Aku tuh sebenarnya ga ngerti kopi sih. Tapi entah kenapa aku tertarik untuk bisnis kopi." mata Adel nampak begitu berbinar ketika bercerita pada Kanaya. "Nah karena kedai kopi udah banyak, aku tuh pengen jadi pemasok seperti mbak Kanaya."
"Oh boleh banget mbak. Mungkin untuk gampangnya, mbak, ikut kerja bareng sama saya aja dulu, hitung-hitung belajar lah." ujar Kanaya begitu ramah.
"Iya mbak, dengan senang hati." Adel mengangguk mantap.
***
READERS, makasih banyak banget karena sejujurnya aku ga sangka banget kalo bakalan ratusan orang yang baca cerita dari author jadi-jadian kayak aku.
Seneng banget begitu mengetahui kalian menyukai ceritaku. Semoga ceritaku tidak mengecewakan ya.
Dan aku mohon kritik dan sarannya ya jika ada yang kurang baik dari cerita ini.. Dan sekali lagi,
Thank you so much
KAMU SEDANG MEMBACA
My New Boss (Completed)
Teen FictionAdel seorang karyawan biasa yang tanpa sengaja dipertemukan oleh seorang manager baru di kantornya yang charming dan pada akhirnya sama sama jatuh hati, namun tiba-tiba hadirlah kembali sosok sahabat lamanya yang juga merangkap sebagai mantan kekasi...