"Lo ngejadiin gue direktur di anak perusahaan lo, karena lo mau ngebuang gue dari perusahaan?" Daniel menahan-nahan ingin menjambak lawan bicaranya, dengan mengepalkan jari-jari tangannya.
"Apa gunanya saya ngebuang anda? Jika anda pikir karena Adel, anda pikir Adel akan kembali jika saya membuang anda? Yang ada dia semakin membenci saya." ujar Aldi sesaat setelah ia menyeruput dopio nya. "Alasan saya adalah karena saya tau anda kompeten. Dan anda akan membuat perusahaan saya maju."
Daniel menatap lawan bicaranya dengan tatapan menyelidik, dan ia tidak menemukan kebohongan dari sorot mata Aldi.
"Saya tidak bisa langsung menerima tawaran anda. Saya akan pikirkan baik-baik selama perjalanan ini." ujar Daniel sembari mendesah.
***
"Sementara ini perkebunan udah full diolah oleh petani setempat pak." ujar seorang pria berkulit sawo matang yang diketahui sebagai kepala tim lapangan perusahaan perkebunan tersebut tepat ketika Daniel dan Aldi tiba di kota kecil yang indah itu
"Pastikan persediaan bibit terpenuhi." ujar Aldi berwibawa namun lembut. "Oh ya perkenalkan ini Daniel calon direktur kalian."
"Selamat datang pak Daniel, saya Hendrik, kepala bagian pembibitan." ujar Hendrik sembari mengulurkan tangannya. "Jadi setelah ini kita langsung ke perkebunan ?" Tanya Hendrik sembari menatap Daniel dan Aldi bergantian.
"Boleh juga. Sekalian saya ingin tahu perkebunannya." ujar Daniel pada Hendrik sembari menoleh sekilas pada Aldi.
"Apakah pak Aldi akan ikut serta pula ?" Tanya Hendrik dengan dialek kedaerahan yang khas.
Aldi tidak menjawab hanya tersenyum mengangguk. Sedangkan Daniel menaikkan sebelah alisnya, baru kali ini Aldi mau dipanggil Aldi di perusahaan.
"Mari pak. Mobilnya sudah kami siapkan."ujar Hendrik sembari membimbing Aldi dan Daniel ke mobil yanb disiapkan.
Daniel cukup menikmati perjalanannya yang dipenuhi oleh pemandangan indah di pantai tersebut. Di sepanjang perjalanan Hendrik bercerita banyak hal tentang perkebunan.
Dari situ Daniel akhirnya tahu bahwa perusahaan milik Aldi tersebut lebih banyak bergerak di bidang sosial. Perusahaan tersebut menyewakan tanah untuk perkebunan dengan harga murah yang untuk di daerah tersebut digunakan untuk perkebunan kopi dan menjual bibitnya pada petani yang menyewa lahan tersebut. Dan untuk pemasaran petani memiliki koperasi atau terkadang ada penjual grosiran yang membeli kopi pada petani lokal secara langsung.
Mendengar penjelasan Hendrik, dalam hati Daniel memuji Aldi yang memiliki jiwa sosial yang cukup besar, sedangkan Aldi hanya tersenyum mendengar pernyataan Hendrik.
***
Suara deru mesin mobil membuat beberapa petani yang sedang menjemur kopi menoleh ke arah suara tersebut, tak lama berselang keluarlah sang penjaga rumah tersebut.
"Pak Paul, apa kabar e ?" ujar Hendrik sembari menyalami pak Paul.
"Eh pak Hendrik, ko' bawa serta Pak Aldi e ?" ujar Pak Paul bersemangat menyambut kedatangan pak Hendrik.
"Benar bapak. Saya bawa serta pak Aldi dan e itu ada bos baru namanya Bapak Daniel." ujar Pak Hendrik tak lama setelah Aldi dan Daniel keluar. "Pak Paul ini yang mengelola dan mengatur petani di perkebunan kita, pak." ujar Hendrik pada Daniel.
"Halo pak. Saya Daniel." ujar Daniel ramah sembari menyalami pak Paul.
"Ayo silakan masuk. Kita bicara di dalam saja." ujar Pak Paul sembari membimbing tamunya ke dalam.
Sementara itu..
"Jadi yang robusta ini 200 kilo, ibu ?" tanya petani tersebut memastikan.
"Iya. Robusta ini jadi 200 kilo." ujar Kanaya, sedangkan Adel sibuk mencatat.
"Arabica nya butuh berapa bu ?" tanya petani lainnya.
Adel nampak melihat catatan yang sudah diberikan oleh Kanaya.
"Arabica yang biasa 300 kilo dan yang bagusnya 350 kilo ya." ujar Adel pada petani tersebut.
"E tidak 500 kilo sekalian bu ?" tawar petani tersebut.
"Tidak pak. Nanti kebanyakan." ujar Adel sembari tersenyum.
"Wah padahal saya mau murahkan kalo ibu mau ambil 500 kilo yang biasa." tawar petani tersebut lagi.
"Saya butuhnya 300 kilo dulu pak." jawab Adel.
"Ya sudah nanti kami kirim ke rumah pak Paul e?" tanya petani tersebut.
"Iya pak. Kirim saja ke rumah pak Paul." ujar Kanaya. "Yuk, Del balik kerumah Pak Paul."
"Menarik ya transaksi kopi kayak gini. Gue biasanya beli kopi 1 kilo aja kayak buat se - RT. Sekarang ratusan kilo." ujar Adel sembari terus berjalan ke arah rumah Pak Paul pada Kanaya.
"Rasanya aneh emang buat pertama kali. Kayak yakin ga yakin itu bakal laku, Del. Nyatanya itu laku keras." ujar Kanaya meyakinkan Adel.
"Semoga begitu deh, Nay." ujar Adel berharap.
Tak terasa Adel dan Kanaya sudah sampai di rumah pak Paul.
"Eh mobil siapa ini ?" Tanya Adel pada Kanaya yang dijawab dengan kedikan bahu oleh Kanaya, yang lalu masuk ke rumah pak Paul.
"Eh ini kebetulan ada pembeli besarnya. Nona Kanaya dan temannya nona Adel." ujar Pak Paul melihat kedatangan Kanaya dan Adel.
"Daniel... Aldi.." Adel tampak terkejut melihat siapa yang datang.
***
Hallo readers. Terima kasih banyak ya sekali lagi author ucapkan atas kesetiaan kalian membaca dan ngevote novel ini. Dan untuk kalian yang menjadi sider ga usah sungkan untuk tetap mampir. Karena sesungguhnya aku ga pernah bermimpi untuk dibaca hingga 1000 orang lebih dan yeay! This novel reach it. Dan itu semua karena kalian para vomenters dan siders. Love you all.
KAMU SEDANG MEMBACA
My New Boss (Completed)
Teen FictionAdel seorang karyawan biasa yang tanpa sengaja dipertemukan oleh seorang manager baru di kantornya yang charming dan pada akhirnya sama sama jatuh hati, namun tiba-tiba hadirlah kembali sosok sahabat lamanya yang juga merangkap sebagai mantan kekasi...