"Sesusah itu ya buat gue jelasin ke Adel." Aldi nampak gusar berkeluh kesah pada Daniel sembari menyeruput kopi di teras rumah Pak Paul pagi itu.
"Ya begitulah Adel." Jawab Daniel tersenyum meledek.
"Lo gak berencana ngebantu gue ?" Aldi tampak heran melihat senyum ledekan Daniel.
"Lo pikir Adel bakal mau dengerin gue ? Yang ada makin biru-biru badan gue digigit sama dia." Jawab Daniel menahan tawanya sembari menyeruput kopi di gelasnya.
"Kok ada ya orang sekeras kepala Adel." Aldi kini geleng-geleng kepala mengingat kelakuan Adel.
"Tapi lo suka kan ? Saking suka nya lo lupa, gue saingan elo." ledek Daniel sembari melirik Aldi.
"Sial." rengut Aldi.
***
"Masih bete, Del ?" tanya Kanaya sembari memilih biji kopi yang akan ia beli selanjutnya.
"Gitu deh." Jawab Adel sekenanya pada Kanaya. "Kenapa sih gue harus ketemu dia." kali ini Adel nampak kesal sembari menghentak-hentakkan kakinya ke tanah, yang hanya dijawab dengan senyuman oleh Kanaya.
"Jadi yang ini varian baru ya pak ?" ujar Kanaya bertanya pada petani yang menawarkan kopinya.
"Betul kakak Naya. Ini baru saya coba kembangkan. Harganya masih murah karena kami tidak tahu apa orang-orang akan suka kopi ini." jawab petani tersebut. "Eh teman kakak Naya ini merengut saja. Nanti pahit seperti kopi lho." goda petani tersebut pada Adel.
"Tuh, Del. Jangan manyun aja." ujar Kanaya menoleh ke Adel sembari menahan tawanya. "Lagi ada musuhnya datang dia pak." ujar Kanaya sembari tertawa pada petani tersebut.
"Eh tidak baik bermusuhan lama-lama. Nanti dosa." jawab petani tersebut polos. "Lagipula berteman lebih enak daripada bermusuhan. Seperti kami ini berteman banyak petani-petani dan juga berteman dengan kakak Naya dan bapak Paul."
Adel yang sedikit tertohok dengan ucapan petani tersebut hanya tersenyum kecut mendengarnya. Sementara Kanaya melanjutkan transaksinya.
***
Adel sedang asyik berbincang dengan Kanaya kala tiba-tiba Aldi menghampirinya.
"Del.." sapa Aldi, dan hampir saja Adel melarikan diri lagi kalau saja tangannya tidak dipegang oleh Kanaya.
"Lo mau kemana, Del ?" ujar Kanaya lembut.
"Mau ambil minum." jawab Adel asal.
"Ini minum lo." jawab Kanaya sembari masih memegangi Adel dan menunjuk sebuah botol minum. "Jangan lari terus, Del. Hadapin masalah lo. Sini duduk." ujar Kanaya.
"Di, sini duduk." ajak Kanaya pada Aldi yang langsung duduk di sebelah Adel. "Selesaikan masalah lo berdua. Jangan kayak anak kecil." lalu Kanaya pun beranjak dari tempat tersebut dan mendapati Daniel berada agak jauh di belakang mereka dan melihat semua itu.
Kanaya lalu menghampiri Daniel yang tak terbaca ekspresinya, lalu menepuk bahunya pelan.
"Biarin mereka selesaikan masalahnya. Gak usah takut, hati Adel punya lo." ujar Kanaya yang lalu melenggang masuk ke dalam rumah Pak Paul dan diikuti oleh Daniel.
"Mau apa lagi lo ?" ujar Adel ketus pada Aldi.
"Maafin gue, Del." jawab Aldi. "Awalnya gue bikin peraturan itu memang karena lo."
"Karena gue kata lo ? Lo nyalahin gue ?!" nada suara Adel semakin meninggi.
"Gak seperti itu, Del." Aldi menghela nafasnya putus asa. "Perasaan gue yang salah." Aldi mengusapkan kedua tangannya dengan gelisah. "Dua kali gue salah besar terhadap lo, Del." kali ini kening Adel mengernyit. "Pertama gue mutusin lo karena gue gak sanggup LDR-an. Dan sekarang gue nyakitin lo dengan bikin peraturan itu."
Lalu suasana berubah menjadi demikian hening, hanya ada deru nafas gelisah di antara mereka berdua yang kali ini menatap langit yang saat itu berwarna kemerahan menatap senja yang mulai pekat.
"Terus maksud lo apa ?" Adel akhirnya dapat mengendalikan dirinya.
"Del, gue masih sangat sayang sama lo. Dan lebih dari segalanya, gue gak mau lagi liat lo terluka seperti waktu itu. Gue takut lo terluka lagi, Del.." ujar Aldi gusar.
Adel menghela nafas semakin gusar setiap detiknya. "Terluka adalah resiko mencinta, Di. Dan ya gue pernah terluka." Adel menghela nafas panjang dengan gusar sebelum melanjutkan kata-katanya. "Gue terluka karena lo, dan gue udah gak mendendam lagi, itu resiko gue dulu. Dan sekarang.. Kalo sampe gue terluka sekali lagi seperti kemarin karena mencinta Daniel, itu adalah resiko gue karena mencintai Daniel, dan ya i'll take the risk."
"Apa lo benar-benar mencintai Daniel dan bahagia, Del ?" kali ini Aldi menatap lekat Adel yang juga menatap lekat pada bola mata Aldi mencari kesungguhan dalam pertanyaan Aldi.
"With all of my heart...sure." jawab Adel penuh keyakinan.
"Janji sama gue jangan sampai terluka, Del." ujar Aldi menggenggam lembut tangan Adel.
"Terluka adalah resiko, Di. But, sure. I promise not to be hurted too much." jawab Adel.
***
Hai readers, persiapan buat ending ya next chapter. Btw thank you so much sudah membaca juga ngevote novel ini. Aku terharu biru banget menyadari kalian sangat menghargai karya ini. Dan sekali lagi, thank you so much and more.
KAMU SEDANG MEMBACA
My New Boss (Completed)
Teen FictionAdel seorang karyawan biasa yang tanpa sengaja dipertemukan oleh seorang manager baru di kantornya yang charming dan pada akhirnya sama sama jatuh hati, namun tiba-tiba hadirlah kembali sosok sahabat lamanya yang juga merangkap sebagai mantan kekasi...