Di Perkebunan Kopi

8.4K 530 1
                                    

Mobil yang ditumpangi oleh Adel dan Kanaya mulai memasuki kawasan hutan yang cukup lebat namun rapih, dengan pohon kopi mendominasi hutan tersebut.

"Ini kebun kopinya, Del." ujar Kanaya. "Ini punya pengusaha dari Jakarta. Tapi semua petani kopinya orang lokal." Adel terkesima melihat kebun kopi tersebut sembari mendengar penjelasan Kanaya.

Adel tampak asyik menyaksikan petani lokal sedang menggarap kebun kopi tersebut dari balik kaca mobil hingga mobil berhenti di depan pagar rumah yang berada di salah satu sudut kebun kopi tersebut.

Adel semakin antusias kala melihat buah-buah kopi segar sedang dijemur di halaman rumah tersebut oleh beberapa istri petani lokal.

"Selamat siang kakak Kanaya, apa kabar? Baru datang kah?" sapa istri petani lokal tersebut ramah.

"Selamat siang juga bu Lina. Iya nih saya baru datang. Pak Paul ada?" Kanaya nampak begitu akrab dengan istri petani lokal tersebut dan berhasil membuat Adel tercengang.

"Eh ada bu. Saya panggilkan sebentar." ujar bu Lina sembari buru-buru masuk ke dalam rumah tersebut.

Tak lama kemudian bu Lina keluar kembali bersama dengan seorang laki-laki setengah baya yang hampir seluruh rambutnya memutih.

"Eh Kanaya. Baru datang ?" Pak Paul menghampiri Kanaya lalu menjabat tangan Kanaya.

"Iya pak. Kenalkan ini Adel." ujar Kanaya pada pak Paul yang langsung mengulurkan tangan pada Adel yang langsung dijabat dari Adel

"Tumben kau bawa teman, Nay." ujar pak Paul heran.

"Iya pak. Dia sedang belajar proses pengolahan biji kopi." jawab Kanaya sembari tersenyum. "Ini pak Paul, Del, pengelola perkebunan kopi ini." ujar Kanaya pada Adel sembari tersenyum.

"Mohon kerjasamanya ya pak."

***

Hari itu Adel nampak sibuk mempelajari jenis kopi dan segala varietasnya bersama dengan Kanaya dan Pak Paul.

Sesekali ia memegang buah kopi yang sedang dijemur oleh para petani di halaman rumah yang cukup luas itu.

Lalu sesekali pula ia bertanya pada petani yang sedang menjemur mengenai berbagai hal tentang kopi.

Lalu di waktu berikutnya Adel dan Kanaya nampak langsung mengunjungi kebun kopi dan berinteraksi dengan petani yang sedang mengolah lahan kopi.

"Gimana Del ? Capek ?" Tanya Kanaya sembari menyesap kopi robusta di hadapannya.

"Lumayan Nay. Tapi ini asik." Jawab Adel sumringah sembari membuka handphonenya.

Nampak beberapa pesan dari teman-temannya

Mbak Navi : ciee yang lagi ekspedisi.. Jangan lupa pulang.

Silvi : bawa kopi yang banyak ama bawa cowo ganteng kalo ada.

Dan Adel pun tersenyum membaca pesan-pesan tersebut, lalu ia beralih pada pesan berikutnya dari kekasihnya, Daniel.

Daniel : how's your day ? Jangan lupa makan. Bawa oleh-oleh juga. Telpon aku kalo sempet.

Melihat pesan tersebut Adel membalas dengan satu kata.

Adel : i miss you, beb.

Lalu ia tersenyum sendiri merasa tergelitik dengan pesannya pada Daniel. Lalu ia beralih membaca pesan berikutnya.

Mama : kabarin mama. Jangan lupa minum pil kina. Mencegah malaria.

Kali ini Adel ingin sekali tertawa terbahak-bahak, lalu ia segera membalas pesan tersebut.

Adel : aku gak berada di wilayah endemik malaria, ma...

Dan Adel terkejut ketika mendapati pesan berikutnya dari seseorang yang membuat ia resign dari kantornya.

Aldi : Del, kamu serius resign?

"Del, yuk belajar milah kopi." Kanaya membuyarkan keterkejutan Adel. Lalu Adel pun mengikuti Kanaya

***

"Robusta ini jangan mahal-mahal pak. Saya juga susah jualnya. Yang arabica aja deh yang dua ratus sekilo. Kan udah biasa pak." Kanaya nampak keras dalam transaksi tawar menawar.

"Ini harga dasarnya udah naik kak. Pupuk segala macem." ujar pak petani yang menjadi lawan bicara Kanaya.

"Ya kalo pun iya. Gak seratus persen juga naiknya." Kanaya nampak masih ngotot untuk menawar. "Ya sudah pas nya berapa deh pak. Saya kalo beli ratusan kilo lho." Kanaya lalu mengeluarkan kalkulator dan menyerahkannya pada petanu tersebut.

Petani tersebut nampak mengetikkan angka-angka lalu menyerahkan pada Kanaya.

"Ya sudah. Jangan main harga sama saya pak. Saya selalu beli disini." ujar Kanaya dengan nada sedikit kesal, lalu petani tersebut berlalu dari hadapan Kanaya dan Adel. "Ya gitu deh,Del. Kadang ada aja yang mainin harga. Biasanya sih karena ada cukongnya itu." ujar Kanaya pada Adel.

"Kayaknya aku masih harus belajar ya sama kamu, Nay." jawab Adel sembari menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

"Pelan-pelan juga kamu terbiasa." jawab Kanaya sembari tersenyum. "Yuk balik ke rumah pak Paul."

***
Hai readers. Makasih ya sudah mau membaca novel ini. Feel free to just read and go lho ya. Thanks so much once again

My New Boss (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang