Urat-urat di wajah Daniel tampak menegang, auranya nampak penuh dengan kemarahan.
"Cukup pak Fabian, saya rasa kesalahan laporan keuangannya tidak material, tidak perlu diperpanjang." ujar Pak Bimo menengahi debat sengit di ruang rapat tersebut.
"Tidak bisa seperti itu dong. Kesalahan tetap kesalahan." Aldi masih mengotot dengan emosi yang meledak-ledak.
"Pak, kesalahan tidak material seperti ini wajar !" Daniel nampak tidak terima dengan ucapan Aldi yang semakin memojokkannya.
"Cukup ! Rapat kali ini kita akhiri disini." ujar Pak Bimo menutup rapat.
Daniel mengambil dokumennya dengan kasar lalu segera keluar dari ruang rapat dengan wajah ditekuk.
***
"Lo kenapa muka dilipet kayak kertas buram ?" Tanya Navi sesaat setelah Daniel memasuki ruangannya sembari memberikan laporan.
"Bos besar lo tuh, belakangan gak profesional banget." ujar Daniel melampiaskan kekesalannya pada Navi.
"Adel ?" tanya Navi kemudian.
Daniel menghela nafas panjang sembari memijit kepalanya yang terasa sakit. "Maybe.."
"Baek-baek deh lo yeh nil." ujar Navi yang kemudian hendak keluar dari ruangan Daniel.
Ketika hendak membuka pintu, Navi tampak freezing di depan pintu seolah melihat hantu di depannya kala ia melihat wajah tampan Aldi muncul di hadapannya.
"Per.. Permisi pak." ujar Navi kemudian setengah berlari ke kubikel miliknya.
Daniel menghela nafas panjang kembali sembari membetulkan kemejanya yang nampak sedikit kusut lalu berdiri sejajar dengan orang yang akan menjadi lawan bicaranya.
Daniel mempersilakan Aldi untuk duduk di sofa di ruangannya, kemudian menutup pintu ruangannya agar tidak ada yang mendengar perbincangan mereka.
"Besok saya mau kamu ikut saya ke anak perusahaan yang menangani perkebunan." ujar Aldi tanpa basa-basi.
"Setelah bapak permasalahkan hal-hal non materil tadi ?" Nada suara Daniel terdengar frustasi. "Lo jangan bertindak gak profesional dong, Di." Daniel berusaha menenangkan suaranya namun tidak berhasil.
"Kalo begitu anda tunjukkan kredibilitas anda sebagai seorang manager dengan ikut saya ke perkebunan. Tunjukan bahwa anda memang profesional dan gak baperan." ujar Aldi yang lalu berdiri sembari membetulkan jasnya dan pergi dari ruangan Daniel yang mulai menjambaki rambutnya kesal.
***
Daniel : besok aku mau ke perkebunan.
Adel mengangkat alisnya tinggi-tinggi, lalu berpikir perkebunan apa yang dimaksud, sedangkan setahunya perusahaan tempatnya dulu bekerja adalah perusahaan dagang.
Adel : perkebunan ??
Tak berapa lama berselang Daniel membalas pesan dari Adel.
Daniel : aku juga baru tau kalo perusahaan punya anak perusahaan di bidang perkebunan.
Adel mengernyit mengingat-ingat perkebunan manakah yang dimaksud.
Adel : perkebunan apa sih ?
Dan tak butuh waktu lama bagi Daniel untuk membalas.
Daniel : aku juga gak tau, yang. Si Aldi gak kasih tau aku.
***
Pria berpenampilan necis khas orang kantoran dengan kemeja lengan panjang dan celana bahan slim fit turun dari sebuah mobil mewah bergaya sport tepat di depan area keberangkatan domestik di bandara dengan menenteng koper kecil.
"Makasih ya pak." ujar Daniel sesaat sebelum menutup pintu mobil pada supirnya.
Ia lalu menggeret kopernya menuju gerbang keberangkatan dan disana ia melihat Aldi yang hari itu juga berpenampilan sama necis dengannya itu sudah menunggu.
"Bikin bos nunggu gue rasa itu juga kebiasaan lo ya." ujar Aldi menyindir.
Daniel menatap jam tangannya yang jarum pendeknya menunjuk angka tujuh dan jarum panjangnya menunjuk angka enam.
"Pukul 06.30. Earlier than 7. Saya ga telat." ujar Daniel tenang dan dingin. "Jadi mau disini saja atau mau check in?" lanjutnya sembari menatap Aldi dengan tatapan tak terbaca.
Aldi tidak menjawab ucapan Daniel, ia lalu menggeret koper kecilnya untuk memasuki area check in.
Setelah semua proses check in lengkap mereka mampir di sebuah cafe di area tunggu keberangkatan untuk sarapan sembari menunggu jadwal keberangkatan pesawat.
"Saya baru tahu kalo perusahaan punya perkebunan." ujar Daniel sembari menyesap vanilla machiatto miliknya.
"Sebenarnya ini perkebunan saya pribadi. Dan yang mengelola pun anak perusahaan saya yang gak ada hubungannya dengan perusahaan kita." ujar Aldi sembari tersenyum sinis.
"Lalu kenapa anda mengajak saya ?" tanya Daniel dingin menahan gusarnya.
"Karena saya ingin anda membantu saya untuk mengelola perusahaan ini." Aldi menatap lurus tepat menatap bola mata Daniel.
"Alasan anda ?" tanya Daniel kali ini tak dapat menyembunyikan gusarnya.
"Karena anda kompeten dan saya harus bersikap profesional." ujar Aldi.
"Memang anda tidak bisa mencari manajer keuangan yang lain ?" tanya Daniel.
"Saya tidak menjadikan anda sebagai manajer keuangan. Tetapi direktur." ujar Aldi tenang.
***
Hai readers, belakangan author lagi suka tersenyum karena kalian yang semakin ramai membaca novelku dan thank you for like... Dan karena kalianlah novel ini lanjut, karena sesungguhnya aku sempat kehilangan ide untuk melanjutkan novel ini. Tapi karena kalianlah aku bekerja keras supaya novel ini semakin oke. Thanks banget atas apresiasinya.
Salam.
Nteph
KAMU SEDANG MEMBACA
My New Boss (Completed)
Teen FictionAdel seorang karyawan biasa yang tanpa sengaja dipertemukan oleh seorang manager baru di kantornya yang charming dan pada akhirnya sama sama jatuh hati, namun tiba-tiba hadirlah kembali sosok sahabat lamanya yang juga merangkap sebagai mantan kekasi...