EMPAT

725K 73.5K 16.8K
                                    

Areksa membaringkan tubuh Atlanta di atas kasur. Senyumnya mengembang tipis melihat sang adik yang tertidur begitu pulas. Setelahnya, ia menyelimuti adik laki-lakinya itu sampai ke batas dada.

Setelah mematikan lampu kamar Atlanta, Areksa berjalan keluar dari kamar adiknya. Kaki-kaki jenjangnya itu melangkah turun ke lantai bawah. Hari sudah malam tetapi ia masih belum bisa tidur. Sepertinya, menemui Ilona di jam segini adalah pilihan yang tepat.

Areksa membuka pintu utama rumahnya secara perlahan lalu melangkah keluar rumah. Menyeberang jalan untuk mencapai rumah Ilona yang berada di depannya. Seluruh lampu rumah gadis itu sudah padam, kecuali bagian kamarnya tentunya.

"ILONA!" teriak Areksa dengan kencang. Ia memencet bel rumah Ilona beberapa kali agar gadis itu dengan cepat membukakan pintu untuknya.

Tidak berselang lama, Ilona keluar dengan baju tidur bermotif kambing. Rambut gadis itu acak-acakan. Kedua tangannya memegang stick PS.

"Mau ngapain lo?! Kangen pasti!" terka Ilona kepedean.

Areksa memutar bola matanya malas. Tidak ingin menjawab pertanyaan Ilona, ia segera masuk ke dalam menuju kamar Ilona yang berada di lantai dua.

"WOI NGGAK SOPAN LO!" teriak Ilona sembari mengejar Areksa.

Sampai di kamar gadis itu, Areksa langsung menuju ke arah balkon. Terdapat sebuah kursi panjang di sana. Tanpa pikir panjang, ia pun langsung mendaratkan bokongnya di sana.

"Na," panggil Areksa yang sudah sampai di depannya.

"Apa? Gue mau main PS, ganggu aja lo," balas Ilona menggerutu sebal.

"Duduk sini," titah Areksa seraya menepuk kursi yang didudukinya.

Tidak ingin membantah, Ilona pun menuruti ucapan cowok itu. Ia duduk berdempetan dengan Areksa. "Kenapa sih? Lo kayak aneh," tanyanya.

Areksa membaringkan tubuhnya di atas kursi dan menjadikan paha Ilona sebagai bantalan. Kedua mata tajamnya itu menatap manik mata milik Ilona dengan seksama.

"Mau dielus," kata Areksa dengan anda sedikit manja.

Ilona memutar bola matanya malas. Kumat deh sifat manjanya! Padahal Areksa selalu bersikap garang di depan orang-orang. Lain halnya saat bersama dirinya. Cowok itu akan bersikap manja seperti anak kecil.

Meskipun begitu, Ilona tetap melakukannya dengan senang hati. "Manja banget, mirip Bobo," balasnya lalu terkikik geli.

Areksa berdecak sebal. Ia menekuk wajahnya tidak suka. "Gue manusia, bukan kambing kayak dia."

"Ih nggak apa-apa, kalian 'kan sama-sama lucu."

"Gak."

Ilona tertawa lagi. "Kalian berdua itu ibarat tahu dan tempe. Nggak bisa dipisahkan."

"Kapan lo berhenti nyamain gue sama Bobo?"

Ilona mengetukkan jari telunjukknya di kening. "Kayaknya nggak akan pernah deh. Kan udah gue bilang, kalian itu ibarat tahu dan tempe, saling menyayangi dan saling melengkapi."

Areksa berdecak pelan. "Terserah."

Cowok itu memejamkan matanya. Menikmati elusan lembut tangan Ilona di kepalanya. Semilir angin yang berembus itu menyapu lembut permukaan kulitnya.

"Besok jogging, yuk, Sa," ajak Ilona dengan semangat.

Areksa menggeleng pelan. "Gue 'kan pergi ibadah, Na. Kalau Sabtu aja, ya?"

Ilona meringis pelan. Ia melupakan satu kenyataan itu.

"Tiap lihat lo pergi ke gereja, itu bikin gue ngerasa jauh banget sama lo, Sa," kata Ilona dengan sorot sendu di matanya.

AREKSATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang