SEMBILAN

560K 77.1K 10.8K
                                    

Vote-nya dikondisikan 😍

Jangan siders!

                              ****

Selama perjalanan menuju rumah, Areksa sama sekali tidak mengajak Ilona berbicara. Cowok itu hanya diam saja dan fokus mengendarai motornya. Di belakang mereka, masih ada Farzan yang membawa motor Ilona, juga Samuel yang akan mengantar Farzan pulang.

Sesampainya di rumah Ilona, mereka semua langsung turun dari atas motor, kecuali Samuel yang masih setia berada di atas kendaraannya itu.

Farzan memarkirkan motor milik Ilona di pekarangan rumah gadis itu. "Bos, langsung pulang?" tanyanya setengah berbisik kepada Samuel.

"Balik aja, biarin mereka ngomong," balas Samuel disertai anggukan kecil di kepalanya. Farzan pun menurut, ia dengan cepat naik ke atas motor milik Samuel.

"Sa, kita berdua balik dulu, ya. Jangan galak-galak, kasian bayi lo," kata Samuel seraya menunjuk Ilona dengan dagunya.

"Hm." Areksa berdeham pelan sebagai jawaban.

Setelah Samuel dan Farzan pergi dari hadapan mereka, Areksa langsung menarik Ilona untuk masuk ke dalam rumah. Cowok itu menyuruh Ilona untuk duduk di ruang tamu, sementara dirinya pergi ke dapur untuk mengambil handuk kecil dan air dingin.

Beberapa saat kemudian, Areksa kembali menghampiri Ilona dengan sebaskom air dingin dan handuk kecil di tangannya. Tanpa lama-lama, cowok itu segera duduk di samping Ilona. Dengan telaten tangannya itu mengompres luka lebam di pipi Ilona.

Tidak ingin membuat Areksa lebih kesal kepadanya, Ilona pun hanya diam saja. Gadis itu bahkan tidak mengeluarkan ringisan sama sekali. Seolah-olah lebam berwarna ungu kebiruan di pipinya itu tidak berarti.

"Kenapa nggak bilang?" tanya Areksa, memecah keheningan di antara mereka berdua. Aura cowok itu untuk sekarang membuat Ilona cukup merasa diintimidasi.

"Nggak kenapa-kenapa," balas Ilona dengan kepala tertunduk lesu.

"Ke mana?" tanya Areksa lagi.

"Makam."

"Makam siapa?" Areksa menautkan kedua alisnya.

"Renzo," balas Ilona dengan nada pelan.

Areksa terdiam. Kedua tangannya itu mencengkeram erat kain handuk yang digunakannya untuk megompres Ilona. Rahang tegasnya itu mengeras, pertanda bahwa cowok itu mati-matian menahan amarah.

Sadar jika Areksa hanya diam saja, Ilona pun berujar, "Maaf."

Kedua mata Areksa terpejam sebentar. Cowok itu menghela napas berat. "Jangan diulangi lagi," ujarnya kemudian.

Ilona mengangguk tanpa menaikkan pandangannya.

"Kenapa nggak ngajak gue? Lo tau kan kalau di luar itu bahaya? Kalau seandainya gue sama anak-anak lain tadi nggak ketemu lo, udah diapain lo sama Raskal?" ujar Areksa.

"G-gue takut ganggu lo, Sa. Soalnya, akhir-akhir ini lo sering sibuk," balas Ilona dengan kedua tangan yang mencengkeram kuat sisi celananya.

"Sejak kapan lo ngerasa ngerepotin gue?" Areksa mengacak rambutnya kesal. Tangannya beralih memegang kedua pundak Ilona, "tatap mata gue."

Ilona mendongakkan pandangannya lalu menatap tepat di kedua manik mata milik Areksa.

"Na ... udah berapa kali gue bilangin? Sekali pun, lo itu nggak pernah ngerepotin gue. Sesibuk apa pun gue, kalau lo butuh, tetep bakal gue luangin kok," kata Areksa dengan nada suara yang mulai melembut. Ia menatap luka lebam di pipi Ilona kemudian mengelusnya pelan.

AREKSATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang