"Everyday's Mind"
A fictional writing by berryjaem
Manusia ditakdirkan untuk selalu mengingat, sedetail apapun itu, telah tersimpan di bagian terdalam otak. Tapi tidak dengan Doyoung.
Memorinya hilang setiap hari ulang tahunnya. Yang ia ingat hanyalah hal-hal dasar seperti membaca. Untungnya pelajaran tidak jadi bagian yang terlupakan.
Wajah. Satu hal yang paling sukar diingat baginya. Setiap kenangan dengan sahabatnya selama setahun akan hilang begitu saja beserta kehadiran wajahnya. Ten, Joy dan Kun selalu setia menemaninya sejak bangku SMP. Tahun dimana kutukannya datang.
Jujur saja, Doyoung merasa aneh tiap kali ingatannya hilang. Wajah semuanya terasa asing, tidak terkecuali ayah dan bunda. Yang familiar baginya hanya suara mereka. Kadang ia merasa lebih baik menjadi buta saja dibandingkan melihat hal yang pasti sepenuhnya ia lupakan.
Doyoung tidak suka membuat bundanya khawatir. Karena tiap kali ulang tahun, Ten bilang ia akan terbangun sebagai orang asing. Bunda kerap menangis di pagi hari ingatannya hilang, seperti ulang tahun terakhirnya. Doyoung masih ingat, tapi ia tahu ini semua akan hilang sebulan lagi.
Sejeong duduk sambil membawa kopi panas dari warung seberang sekolah yang dijebloskan lewat sela pagar. Kini keduanya sedang duduk di batu pinggiran pos satpam setelah membeli cilok.
Doyoung menyoblos bola acinya satu persatu supaya panasnya keluar. Sejak kemarin ia kepikiran, bagaimana kejadian ketika dia hilang ingatan. Ia tidak pernah tahu karena sudah pasti lupa.
Ia juga sedang takut kalau Sejeong akan pergi nantinya. Wanita ini tidak tahu menahu akan masalahnya. Belum lagi, keduanya makin dekat sejak semester lalu. Niatan untuk menjalin hubungan sudah lenyap begitu saja karena takut.
Doyoung takut Sejeong tersakiti. Kehilangan seorang yang spesial itu tidak enak. Bahkan jauh lebih sakit ketika orang tersebut ada fisiknya, tapi kita tetap kehilangan. Seperti Paman Hansol yang beberapa bulan lalu cerai dan akhirnya kabur ke Amerika. Sudah lama keduanya tidak bertemu.
Memang setiap tahunnya, mereka bisa memulai dari awal. Tapi ia tahu, wanita di sampingnya pantas mendapat lebih. Yang lebih baik darinya, yang tentunya bisa mengingat setiap alur perjalanannya tanpa cacat sedikit pun.
" Eh kamu nanti ultah dirayain ga? Undang ya jangan lupa." Sejeong memang blak-blakan. Tapi itu yang Doyoung suka. Ia tidak punya waktu banyak untuk mengingat, basa basi harus dihilangkan.
Ia hanya mengangguk pelan. Acaranya memang selalu sleepover party, supaya sampai tengah malam pun mereka masih bisa mengobrol. Sebelum Doyoung tertidur saat menjelang pagi nantinya.
Kata Joy, mereka pernah mencoba untuk tidak tidur sampai jam sembilan pagi. Hasilnya toh sama saja, Doyoung berakhir dengan pingsan sebelum ingatannya hilang saat kembali tersadar. Semuanya terjadi begitu cepat.
Walaupun Doyoung tidak pernah ingat, tapi matanya selalu berbinar tiap kali kawannya bercerita soal tahun sebelumnya. Ia sungguh penasaran akan apa yang sering disebut temannya di sekolah, nostalgia. Cerita dan kisah semasa SD dan SMP menjadi satu hal yang Doyoung rindukan untuk diingat. Masa kecilnya terlupakan begitu saja. Padahal kata Kun, ia paling ingat masa masanya menjadi anak nakal.
Dan satu hal yang Doyoung suka di sepanjang tahun ini, ia bersyukur tiap kali bersama dengan orang yang ia sayangi. Ia bersyukur untuk tahu bahwasanya, dirinya tidak ditinggal. Ia hanya berharap, ingatannya tidak akan hilang, lagi.
" Kun, nanti ga usah tidur yuk. Aku pengen liat apa kali ini bakal ngaruh. Kalau ga, jangan lupa cerita kayak kemarin ya." Kebetulan ulang tahunnya nanti hampir di akhir pekan, jadi ia akan bolos sekolah.
Kun hanya mengangguk. " Ga usah lah. Biar utangku kemarin dilupain." Ten menyeletuk bercanda. Kawanan lelaki di pojokan kantin itu hanya tertawa terbahak. Meskipun dengan sangat jelas tersirat dalam setiap tatapannya, mereka takut kehilangan sekali lagi.
Dari meja samping, Joy berteriak memarahi omongan Ten. Dirinya juga masih takut untuk dilupakan kesekian kalinya oleh sahabat terbaik-terwaras yang ia punya.
Entahlah, sejak pertama kali ini terjadi, mereka sedang berkumpul di warung mie sebagai bentuk traktiran Doyoung atau pajak ultahnya. Tiba-tiba saja ia pingsan dan berakhir seperti sekarang. Segala macam pengobatan telah dilakukan. Mulai dari ctscan, hingga terapi serta konseling. Bunda dan ayahnya hanya bisa bersabar sekarang. Dan juga, Tuhan telah memberi mereka anak yang baik serta berbakti. Doyoung sangat pintar dan sopan, membuat mereka tidak tega melihatnya kebingungan tiap kali kehilangan. Berdoa dan mendukung, keduanya jadi jalan terbaik bagi mereka, untuk Doyoung.
" Ten, capek ga sih tiap kali Doyoung pergi? Tiap kali kita harus ulang semuanya dari awal demi dia." Joy menggigiti sedotan plastik berwarna putih sehabis menyeruput es tehnya. Dirinya gugup menahan segala kepanikan karena beberapa hari lagi, si empu ulang tahun.
Ten yang sedari tadi menatap ponselnya karena sibuk membalas pesan dari pacar-pacarnya menengok kaget.
" Capek kenapa emangnya? Toh dia juga ga pernah capek temenan sama kita. Coba aku tanya, ini semua demi dia, atau demi kita juga?" Joy terdiam takut dan ditambah bingung karena Ten bicara asal.
Helaan nafasnya terdengar berat, Ten menggelengkan kepalanya perlahan. " Kamu ingat, tiap kali dia hilang ingatan? Udah berapa banyak kesempatan yang Tuhan beri buat dia untuk memutus pertemanan sama kita. Dan selama ini, dia selalu memilih untuk memulainya bareng kita, selalu Joy. Jangan bilang segala pengorbanan dia selama ini bukan untuk kita juga. Di luar sana banyak teman yang lebih baik, tapi sekali lagi dia milih kita walau sebenernya dia ga butuh kita. Dan dia ga capek sama kita. Aku harap kamu juga ga capek."
Ten melengos setelah membuat Joy tercengang. " Aku ga marah. Aku yakin kamu cuma takut aja."
Joy tersenyum kecut sambil bergelayutan di lengannya. Jadwal belajar di perpustakaan kali ini gagal total.
Sejeong mendadak minta bertemu di taman sore ini. Doyoung yang belum sempat mandi akhirnya menyemprotkan parfum seadanya supaya kelihatan bersih. Kesannya harus baik sebelum nanti berubah asing kembali.
Di kursi taman kompleknya, Sejeong terlihat sedang duduk dengan pakaian yang jarang Doyoung lihat. Rok putih selututnya dipadu dengan kemeja peach. Dia terlihat beda dari biasanya. Doyoung jadi pangling.
" Aku ga bisa lama-lama." Sejeong menghela nafas setelahnya, kemudian lanjut bicara secepat kilat.
" Aku ga bisa dateng ke ultah kamu karena nenek aku juga ultah. Karena itu, aku ucapin duluan sekarang, selamat ulang tahun Kim Doyoung. Doanya nanti aja. Dan, aku suka sama kamu. Bye." Sejeong berbalik badan dan bersiap melangkah cepat, dalam artian, berlari.
Tapi tentunya Doyoung menahan. Pipinya memerah sekarang, tapi mesti, harus, wajib, kudu dia tahan. Karena kesempatan lain mungkin tidak akan datang. Jujur saja ia agak kecewa karena sekarang ini kurang tepat untuk bilang yang sebenarnya. Tapi, selagi ia masih ingat ini harus dilakukan.
" Aku juga suka sama kamu sekarang," Sejeong tersenyum di balik sana. Pipinya juga sama merahnya dengan milik pria ini. Wajahnya kini berbalik lagi untuk melihat pria di depannya. Ekspresinya sangat lucu.
" Tapi kita ga bisa pacaran." Sejeong agak murung, tetapi tidak terlalu sedih. Karena memang maksud awalnya hanya untuk menyatakan, pacaran itu tidak penting menurutnya.
" Dan aku mau minta tolong sedikit, boleh ga?" Wajahnya sedikit tertekuk menahan senyum palsu seraya menunduk.
" Tolong berhenti suka sama aku ya. Karena sebentar lagi aku juga berhenti suka kamu." Punggungnya berbalik tapi kakinya sulit untuk dilangkahkan. Air matanya perlahan jatuh ke tanah tanpa ia perdulikan.
Sejeong masih melamun menatap punggung yang membungkuk milik Doyoung tapi segera berlari menuju mobil kakaknya di depan komplek. Ia tidak boleh menangis di depannya, sebisa mungkin air matanya ia tahan. Ia berlari meninggalkan Doyoung yang masih menangis dalam diam di dekat ayunan.
Ten dan perkumpulannya kini sedang menghias rumah Doyoung sebagai wujud persiapan pesta. Biasanya setelah potong kue mereka akan main game dan menatap langit di atap rumah yang dirancang mendatar. Melihat bintang sebagai pemandangan terakhir selalu jadi pilihan Doyoung tiap kalinya. Sepertinya meski ia lupa penampakkannya, ia tidak lupa perasaan saat melihatnya. Wujud ketenangan dari langit ia harap memantul pada diri dan seluruh penghuni yang pernah ada di ingatannya. Supaya ia pergi dengan tenang dan kembali dengan tenang.
Joy melakukan panggilan pada Sejeong karena besok mereka harus bolos. Tapi yang di seberang tak kunjung menjawab. Joy yang kebingungan bermaksud untuk menanyakan pada Doyoung. Mungkin saja ia sudah diberitahu lebih dulu soal jadwal membolos mereka.
Kun menahan lengannya, matanya memberi isyarat supaya Joy berhenti. Ia tahu Doyoung sedang tidak baik soal urusan hati. Lebih baik sekarang mereka pulang dan bersiap untuk acara besok.
Doyoung terbangun dalam keadaan kurang baik. Kepalanya pening dan badannya agak lemas. Padahal hari ini acara ulang tahun atau penutupannya akan diadakan. Sambil menuangkan air putih ke gelas, pikirannya menjamur kemana-mana. Segala bayangan masa depannya dilamuninya.
Bagaimana jika nanti memorinya tidak akan hilang. Mungkin keajaiban akan datang tahun ini. Mungkin saja semuanya akan berhenti sekarang, benar-benar berhenti. Atau mungkin memorinya akan tetap hilang seperti biasa. Bagaimana nantinya, Doyoung terlalu takut untuk kembali kehilangan.
Ia tidak pernah ingat bagaimana kejadian ketika ingatannya hilang, tapi ia masih bisa merasakan kekosongan mengisi kala dirinya terbangun dalam lupa. Ia hanya takut menyakiti dan tersakiti. Ayah dan bunda pasti sangat sedih tiap kali ini terjadi. Ulang tahun harusnya jadi perayaan bahagia. Bunda harusnya menangis bahagia karena anaknya bertambah besar. Tapi mau bagaimana lagi, toh ini semua rencana Tuhan. Doyoung hanya tinggal mengikuti kata hatinya nanti.
Oh iya, soal Sejeong. Ia sendiri belum bisa mengirim pesan padanya. Terlalu takut.
KAMU SEDANG MEMBACA
DOYOUNG BIRTHDAY PROJECT
FanfictionBerisi cerita ONESHOT dengan cast utama KIM DOYOUNG