[21] At Gwanghwamun

272 48 1
                                    


"At Gwanghwamun"
A fictional writing by iinmaghfirahhh



Pria itu masih berdiri disana sejak tadi, di sebuah persimpangan jalan bernama Gwanghwamun. Dinginnya udara musim gugur tak membuatnya beranjak. Sesekali Ia menggosok kedua tangannya, berusaha menghangatkan diri.

"Doyoung."

Tepukan di bahunya membuat pria itu menoleh.

"Mau sampai kapan kau terus menunggunya?" Doyoung -pria itu- menatap Mark sekilas, lalu kembali memusatkan perhatiannya pada jalanan di depannya. Berharap dia akan datang.

"Dia akan datang, Mark. Aku yakin itu. Kami sudah berjanji akan bertemu di sini," jawab Doyoung tanpa mengalihkan pandangannya dari jalan yang biasa gadis itu lewati.

Mark menghela napas pelan. Ia sebenarnya sudah terbiasa menghadapi sikap saudaranya ini. Namun tiap kali melihat Doyoung, rasa iba itu terus mencengkram hatinya.

"Dia tidak akan datang. Sebaiknya kita pulang, sepertinya akan hujan sebentar lagi." Mark masih berusaha membujuk Doyoung agar mau ikut pulang bersamanya, seperti yang sudah Ia lakukan berkali-kali.

Namun Mark tentu sudah tahu, Doyoung takkan pernah mau menurutinya. Diammnya Doyoung membuktikannya. Saudaranya itu memang selalu seperti ini.

"Kita pulang saja, Doyoung. Lagipula sudah mulai gerimis, kita akan kehujanan disini." Mark masih berusaha meninggikan batas kesabarannya.

Hah, andai saja saudaranya tidak mengalami hal itu.

"Bagaimana jika Sejeong tiba-tiba datang? Aku tidak mau membuatnya menungguku." Doyoung masih tetap dengan posisinya sejak awal. Pria itu masih setia menunggu Sejeong, kekasihnya.

Mark mengusap wajahnya yang terlihat begitu frustasi dan sedih.

Kim Sejeong.

Alasan dari kondisi Doyoung sekarang.

"Aku yakin hari ini dia tidak akan datang. Ayo pulang," ujar Mark lelah. Memang sudah nyaris sehari penuh dirinya menemani Doyoung disini. Meskipun awalnya Ia hanya mengawasi dari jauh, namun melihat Doyoung yang sepertinya takkan pergi membuatnya mulai menghampiri kakaknya itu.

Tes

Dan benar saja, hujan yang mulai deras kini membasahi mereka berdua. Mark segera berlari menuju mobil yang Ia parkir tak jauh dari sana, mengambil sebuah payung hitam besar lalu berlari kembali ke tempat Doyoung.

Dan Doyoung masih diam di tempat, dengan posisi yang sama -menatap jalan didepannya- tanpa bergeming sedikitpun.

Mark segera memayungi Doyoung. "Sudah kubilang sebaiknya kita pulang saja. Ayo, dia tidak akan datang hari ini."

Kini Doyoung menatap Mark dengan tatapan yang sangat dibenci oleh adiknya itu.

"Biarkan aku menunggunya sebentar lagi. Aku bahkan sudah membelikannya kopi, bagaimana jika dia datang dan-

"Dia tidak akan datang, Doyoung! Tidak akan!" Mark seketika membentak Doyoung, membuat saudaranya itu bungkam. Doyoung menatap marah pada Mark, "Kenapa kau bisa seyakin itu sih?!"







"Demi Tuhan, Kim Doyoung. Dia sudah meninggal!"





Doyoung terkejut, seakan hal itu pertama kali Ia dengar.

Mark masih berusaha menahan amarah dan rasa sedihnya. Ia masih begitu ingat saat itu, ketika malapetaka itu terjadi di sini.

Ketika kebahagiaan Doyoung terhenti, sekaligus ingatannya.








DOYOUNG BIRTHDAY PROJECTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang