Enemy

65 5 2
                                    

Apa yang harus kulakukan...

Juno sedang sakit dan 1,5 jam lagi kita harus sudah turun ke kantor. Sempat aku dengar Juno mengigau dalam tidurnya, entah nama siapa yang di sebutnya.

Oh iya aku ingat kalau aku punya bye-bye fever. Segera aku pasangkan pengompres instan itu di kening Juno. Semoga bisa membuat demamnya sedikit reda sebelum dinas.

Aku mengamati wajah Juno yang perlahan memucat, baru kali ini aku melihat wajahnya dari dekat. Benar kata orang-orang definisi nyata pangeran berkuda putih di dunia ini memang ada.

Dan yang paling aku kagumi adalah bulu matanya.

Ya. Bulu matanya lebat, panjang dan lentik. Bagaimana bisa laki-laki mempunyai bulu mata asli yang cantik, disaat aku wanita hanya mempunyai bulumata tipis dan jatuh lurus.

Sangking kagumnya aku tidak sadar jika jariku telah menyentuh bulu mata Juno. Gemas sekali karena seperti bulu mata palsu. Hahhaha aku tertawa puas di dalam hati.

"What are you doing?"
Juno telah bangun. Buru-buru aku mengalihkan tanganku dan berdiri menjauhinya. Tapi tangannya menahan lenganku dan membuatku duduk kembali di sampingnya.

Dia berusaha mendudukkan tubuhnya dan sedikit menyandar di pundakku. Badannya pasti terasa sangat berat sekali.

"Gue nggak mempan sama kompres bayi." Dia melepas bye-bye fever yang aku pasangkan tadi. Tidak tau berterimakasih. Kataku dalam hati.

Aku berdiri dan mengambil teh hangat.
"Ini minum, loe demam tinggi tadi. Dan sekarang... emmm" aku mengecek keningnya kembali memastikan suhu tubuhnya tidak setinggi tadi. "Kayaknya loe udah mendingan." Lanjutku.

Demamnya sedikit turun dalam setengah jam dan mungkin berkat bye-bye fever yang katanya tidak mempan untuknya.

"Gue capek tauk, bolos dines yuk."
Rengeknya.

"Eh loe kalo mau bolos ya bolos sendirian aja. Ngapain ngajakin gue. Mana ada musuh ngajakin bolos bareng." Sahutku sewot dan sebal dengan rengekannya yang tidak masuk akal.

"Mana ada musuh yang ngasih tumpangan mandi, bikinin makan dan minum, ngasih tumpangan tidur, terus perhatian banget ngompres musuhnya yang sakit." Dia menatapku tajam. Tidak seperti tatapan biasanya yang selalu menghina jika berdebat denganku.

"...."

"Gue tau loe juga capek." Dia berdiri dan berjalan ke kamar mandi seolah ini sudah seperti rumahnya sendiri. Apa-apaan ini.

Aku tidak mempedulikan Juno dan akhirnya melanjutkan persiapanku, memolesi wajahku dengan make-up. Waktu berjalan sangat cepat. Kurang 45 menit lagi aku harus tiba di kantor yang berada di lantai paling dasar. Kamar Mess nomor 23 yang aku tempati saat ini berada di lantai 4.

Sesaat sebelum aku memoleskan lipstik, Juno keluar dari kamar mandi. Dia berjalan kearahku dan mengambil handphone nya yang berada di meja riasku.

"Hallo, selamat siang pak. Mohon maaf disini ada seorang pramugari yang tengah sakit, kamar mess nomer 23. Boleh minta tolong untuk segera menuju kesini pak?."

Sontak aku terkejut dan melihat Juno yang sedang berbincang di telfon yang aku yakini itu petugas kesehatan crew.
Sebentar, pramugari tengah sakit kamar nomer 23. Haaaaaahhh maksudnya aku sakit? Bukannya dia yang demam. Kok malah aku sih.

Trust me, it's WORK.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang