Cinta Yang Halal ; 16

262 13 6
                                    

Syarah merasa gugup saat baru saja menduduki bokongnya di samping Adi. Ia hanya tersenyum kikuk sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal itu, sedangkan Adi menatap istrinya dengan pandangan yang heran, karena sikap Syarah saat ini sangat aneh baginya.

"Hey, ada apa sih? Kok senyumnya kayak lagi gugup gitu?" tegur Adi. Syarah menoleh kearah Adi sambil menggigit ibu jarinya.

Syarah tersenyum sumringah pada Adi, "Hehehe. An...anu."

Adi mengusap gemas Syarah, ia tahu tentang kebiasaan Syarah yang menginginkan sesuatu, tapi sulit untuk diungkapi,"Bilang aja, gpp."

"Boleh gak, kalau aku ngajar anak-anak pengajian lagi? Atau lanjutin kuliah lagi?" tanya Syarah. Ia menatap Adi dengan cemas, hatinya terus bertanya tentang Adi. Apakah Adi akan mengijinkannya atau sebaliknya?

Adi terdiam sejenak, mempertimbangkan keinginan Syarah. Selama ini sikap Adi sangat overprotektif, ia melarang Syarah untuk tidak bekerja terlalu keras, mengingat saat sekolah dulu Syarah sakit radang usus besar, bahkan jarang masuk sekolah saat kelas 10. Adi menduga penyebab Syarah sakit saat itu, karena belajar terlalu keras tanpa kenal waktu.

Adi sadar betul dengan sikapnya yang berlebihan itu, membuat Syarah merasa dibatasi dalam kegiatannya. Adi sadar bahwa ia tidak seharusnya melarang pekerjaan yang disukai Syarah yaitu mengajar anak-anak pengajian di Masjid komplek dekat rumahnya. Sikap overprotektif itu memang wajib ada bagi siapapun, tapi bukan berarti Adi bisa melarang sesuatu yang berguna untuk Syarah.

Keinginan Syarah sangat sederhana yaitu memintanya untuk kembali mengajar anak-anak pengajiannya. Apabila, Syarah meminta ijin untuk menikah lagi dengan pria lain, itu tidak boleh terjadi baginya. Adi buru-buru menggelengkan kepala dengan pemikiran sesatnya itu. Seharusnya Adi bersyukur dengan Syarah.

"Abi! Kok jadi ngelamun sih!" tukas Syarah.

Adi menoleh ke samping. "Ya, Syar. Kamu boleh kok ngajar ngaji anak-anak lagi, tapi gak boleh sampe kecapekan."

"Beneran?" tanya Syarah meyakinkan.

Adi kembali mengangguk, "Ya, Sayang."

"Trima Kasih Abi 😘," ujar Syarah.

"Sama-sama Umi."

****

"Astaghfirullah," gumam Adi. Ia memijat keningnya yang terasa pening, hari ini jadwal operasi yang ia tangani sangat padat. Siang ini setelah istirahat nanti, Adi harus sudah standby di ruang operasi.

"Suster Fenny, ayo! Kita harus persiapan operasi," ucap Adi. Pria itu terburu-buru pergi ke ruang operasi.

"Baik, Dokter," tukas Suster Fenny. Ia berjalan ke kamar pasien untuk menjemput pasien bersama dua suster lainnya.

Tim dokter yang sudah berada di ruang operasi itu menoleh ketika pintu ruangan terbuka. Adi dan anggota tim nya sama-sama mengangguk dan tersenyum sebagai tanda bahwa tim mereka sudah siap melakukan pembedahan. Dokter Raina mulai melakukan tugasnya sebagai dokter anestasi, ketika pasien sudah terbius total Dokter Raina mengangguk.

"Pasien sudah siap!" kata Dokter Raina sambil mengacungkan tangan kanannya.

Adi berdiri pada posisinya di sisi kanan pasien bersama suster Fenny, 3 dokter lainnya berdiri di sisi kiri pasien. Seperti biasa, sebelum melakukan pembedahan Adi membiaskan ke 3 anak buahnya untuk berdoa, memohon pada Allah atas kelancaran operasi pasiennya.

Cinta Yang HalalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang