"Umi, udah adzan dzuhur. Kita salat sama-sama, yuk!" Adi menepuk-nepuk punggung Syarah yang hanya diam bersandar pada pangkal bangsal.
Syarah menoleh, tatapannya terlihat datar, kedua matanya juga sembab karena sering kali menangis. Sebagai suami, Adi langsung berinisiatif mengambilkan mukenah dan membantu istrinya berwudhu, membantunya untuk duduk kembali di bangsal dan memakaikan mukenah panjangnya.
Setelah mengerjakan 4 raka'at salat dzuhur, Adi menengadahkan kedua tangannya di depan dada, memejamkan kedua matanya dan mulai merapal segala doa-doanya, napasnya yang teratur menandakan bahwa ia sedang menghayati segala doa-doanya yang dipenuhi akan nama Syarah yang disebut.
"Ya, Alloh. Hamba ingin berdoa kepada mu dengan nama hamba 'Muhamad Adi Ananda bin Nandian'. Ya Alloh, hamba mohon tolong sembuhkanlah Syarah, istri hamba. Jangan biarkan istri hamba menderita terlalu lama dari musibah yang menimpanya kemarin, sembuhkanlah penyakit pada fisik dan mentalnya. Jangan biarkanlah pikiran istri hamba terus dihantui musibah yang menimpanya kemarin. Segala usaha akan hamba lakukan, dan sisanya hamba berserah diri kepada Mu, Ya Alloh."
Air mata jatuh mengalir di permukaan wajahnya, mengambil napas perlahan sebelum melanjutkan doanya, "Dengan penuh harapan kepada, Mu, Ya Alloh. Hamba mohon, kabulkanlah segala doa-doa hamba. Aamiin Ya Robbal Alamiin."
Setelah berdoa, mencurahkan segala keluh kesah di hatinya. Adi bangkit dari duduknya, mengelap air matanya sebelum menghadap pada sang istri yang tengah melamun dan menangis dalam diam.
Adi tau hal yang membuat istrinya menangis yang tidak lain adalah karena mengingat musibah yang menimpanya kemarin. Sampai saat ini pun dalam tidurnya Syarah masih dihantui mimpi buruk yang telah menyakitinya, begitu sangat nyata dan membekas di hati sang istri.
"Umi... Jangan nangis, di sini ada aku sama Kholifah. Liat, di sini Umi baik-baik aja kan karena selalu aku temenin, aku jagain. Selama aku di sini, Umi harus yakin kalau semuanya akan baik-baik aja. Kan aku sayang sama Umi, Kholifah juga sayang sama Umi. Jadi, kita pasti selalu lindungin Umi dari apapun yang jahat, ya," ucap Adi dengan perkataan penuh makna rasa saling kasih sayang, saling menjaga satu sama lain.
Ibu jari suaminya mengarah pada sudut kedua mata Syarah, menghapusnya dengan lembut. "Jangan nangis lagi, ya. Aku di sini sayang sama Umi, selalu jagain Umi." selanjutnya Adi menarik tubuh Syarah lembut ke dalam pelukannya, mengusap kepala istrinya lembut.
Kholifah, anak itu memang ikut menginap bersamanya sejak kemarin malam. Awalnya Adi tidak mau mengikutsertakan Kholifah untuk menginap bersamanya di rumah sakit, karena rumah sakit itu adalah virusnya penyakit dan Adi tidak mau anak kesayangannya sakit. Alasan ia mau membawa Kholifah menginap bersamanya di rumah sakit atas anjuran dari psikologis yang memimpin jalannya terapi sang istri.
Kata Dokter Verla, Kholifah bisa membantu proses penyembuhan psikologisnya, bisa jadi motivasi juga untuk Syarah agar bangkit dari sakitnya. Bagi orang tua, seorang anak adalah sumber kekuatan bagi kedua orang tuanya. Begitulah kata Dokter Verla.
Mungkin ini baru awal terapi psikologis yang Syarah jalani. Buktinya saat ada Kholifah saja, Syarah belum bergeming selain hanya tersenyum dan kembali melamun, mengingat kejadian menyakitkan beberapa hari lalu. Dalam hati, Adi terus berharap agar hati istrinya tergerak sendiri untuk jadi motivasi agar bisa sembuh dari sakitnya.
***
Pagi ini, Nadia—sahabat dekat Syarah datang menjenguk sang sahabat yang sedang sakit. Nadia baru mendapatkan informasi dari Adi kemarin malam saat ia menghubungi nomor Syarah dan kebetulan Adi yang mengangkatnya. Niat untuk mengajak sahabatnya jalan-jalan, ia urungkan dan berakhir menjenguknya di rumah sakit.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Yang Halal
Teen FictionSeperti surah An-Nur ayat 26 yang berarti : "Wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik pula" Di Tribun sekolah, Raihan dan Rahma saling berhadapan. Gadis itu dengan...