Syarah menatap suaminya dengan datar, bibirnya mencebik ke depan persis seperti anak kecil yang sedang marah pada Ibunya, karena tidak dibelikan permen. Adi sengaja membungkus tubuh rampingnya dengan selimut tebal, karena ia sedang demam. Dan, hari ini juga Adi ijin tidak bekerja agar bisa mengurus istri dan anaknya di rumah.
Sikat gigi, cuci muka sudah Syarah lakukan melalui Adi yang menjadi kedua tangan untuknya dan sekarang membawanya ke meja makan. Bubur ayam sudah tersedia dengan dua mangkuk di hadapannya, Adi menatap puas hasil sarapan paginya sementara Syarah menatap ngeri pada Bubur Ayam buatannya, karena sesungguhnya ia tidak suka dengan bubur ayam. Padahal bubur buatan suaminya itu sangat enak, akan tetapi Syarah tidak mau memakannya.
"Ayok, kamu harus sarapan!" kata Adi. Ia mulai menyendokan sedikit bubur ayamnya untuk Syarah.
Syarah menggeleng. "Gak mau. Gak suka bubur."
"Astaghfirullah, Umi. Kamu tuh jarang, lho! Makan bubur. Ayok, makan cobain dulu!" sergah Adi dengan gemas.
Syarah merapatkan bibirnya, ketika sendok penuh bubur itu mendekat kearahnya, sesekali ia menggelengkan kepala. Sehingga pada akhirnya, Adi harus menekan hidungnya agar mulutnya otomatis terbuka dan langsung memasukan makanannya ke dalam sana. Hingga pada akhirnya mau tidak mau Syarah harus mengunyahnya.
"Gak suka, Abiii!" ketus Syarah. Ia tengah mengunyah bubur ayamnya itu dengan wajah menekuk.
"Hahaha," tawa Adi pecah.
Adi menyodorkan suapannya lagi. "Aaa..."
Syarah membuka mulutnya kali ini tanpa perlawanan, pasrah. "Dua suap aja, plis. Aku mau tidur!"
Adi menggeleng, melebarkan kelima jari kirinya. "Lima suap, oke! Minum obat, setelah itu baru boleh tidur."
"Bener, ya lima suap aja?!" tukas Syarah datar.
"Iya, sayang." Adi mencium keningnya.
Setelah menghabiskan lima suap sendok, Adi mengambil air putih dan 3 butir obat untuk Syarah. Tidak lupa ia membawa termometer agar bisa mengontrol suhu tubuh Syarah.
"Aaa...tunggu selama tiga menit, ya." Adi memasukan termometernya, begitu Syarah membuka mulutnya. Adi meletakan termometer di tepi mulutnya, lalu Syarah mengatupkan bibirnya erat-erat.
Adi meminum jus jeruk di depan Syarah sambil menghitung waktu beberapa menit pada arloji ditangan kirinya, setelah tiga menit berlalu Adi langsung mencabut termometer dari sudut bibir Syarah. Ia hendak mengambil gelas berisi jus jeruk itu, tetapi Adi lebih dulu mengangkat gelasnya agar ia tidak meminumnya dan berakhir membuat Syarah mencebikan bibirnya.
"38,3 derajat celcius. Kamu harus check up, lho Syar!" kata Adi dengan salah satu tangan menempel di dahi Syarah, lalu ia menatapnya dengan raut wajah serius.
"Gak mauuu, aku mau di rumah aja. Pliss, kasih perawatan yang lebih baik buat aku, Abi! Aku gak mau ke rumah sakit. Takuttt!" Syarah menggeleng pelan, lalu menyandarkan kepalanya pada dada bidang suaminya.
Tangan kanan Adi terangkat, mengusap kepala Syarah dengan lembut. "Ya udah, ayok! Masuk ke kamar biar Abi periksa."
Syarah mengangguk patuh, lalu Adi membopong tubuhnya yang ramping menuju kamar mereka. Sampai di kamar, Syarah kembali membaringkan tubuhnya di tempat tidur dan membiarkan suaminya mengambil peralatan untuk memeriksa kondisi tubuhnya.
"Tekanan darah kamu sedikit rendah, lho. Nanti siang aku check lagi, tapi kalau kondisi tubuh kamu udah gak memungkinkan mau gak mau kamu harus pergi ke rumah sakit," kata Adi. Lalu ia melepas stetoskopnya dan mencatat segala keluhan kesehatan istrinya.
Syarah mengumpat dari balik selimutnya, takut. Ia tidak mau pergi ke rumah sakit, karena itu akan mengingatkan masa lalu kelamnya di mana ia sering sakit-sakitan dan sering sekali menjalani perawatan, ia trauma. Cukup sekali saja ia ke rumah sakit, ketika melahirkan Kholifah 5 bulan lalu dan ia tidak mau kembali lagi.
"Umi, tidur aja. Kholifah biar Abi yang urus," kata Adi dengan tepukan lembutnya di bahu Syarah.
Dari balik selimut, Syarah mengangguk dan mulai memejamkan kedua matanya. Hatinya berharap penuh, ketika ia bangun tidur nanti kondisinya bisa sedikit membaik tanpa harus pergi ke rumah sakit. Adi lalu keluar dari kamar dan menggendong Kholifah yang baru saja bangun dari tidurnya.
"Anak Abi baru bangun, ya. Belum mandi, nih." Adi mencium kening anaknya dengan gemas.
Adi mengajaknya main terlebih dahulu, memberinya susu bubuk sesuai usia anaknya agar Kholifah tidak menangis. Syarah sedang sakit, produksi ASI nya sedang tidak baik dan rasanya sedikit aneh, jadi ia tidak akan membiarkan Syarah untuk menyusuinya. Setelah dalam satu botol susu kecil itu habis, Adi baru memandikan anaknya dengan telaten.
Beruntung sekali sebelum Syarah melahirkan anak mereka, Adi mempelajari tata cara mengurus bayi dengan baik bersama Syarah. Dari mulai cara memandikan bayi, memakaikan baju dan cara menggendong bayi dengan baik. Semua pengalaman yang mereka rasakan sudah dilalui dan bermanfaat sampai saat ini, jadi mereka tidak membutuhkan lagi seorang suster dari rumah sakit untuk mengurus anak pertama mereka.
***
Marisa, Andrea dan Ferdi duduk melingkar di sebuah halaman belakang rumah sakit. Hari ini mereka sedang menyusun rencana untuk menjatuhkan Syarah dan mengancam Adi sekaligus agar Marisa bisa kembali padanya.
"Apa saja informasi yang kalian dapat hari ini?" tanya Marisa sembari meneguk teh Melati hangatnya.
"Hari ini Adi tidak bekerja, karena Syarah sedang sakit," jawab Andrea lebih dulu.
Marisa melirik Ferdi sekilas. "Bagaimana kinerja wanita lemah itu di toko butik?"
"Dia sangat baik, bertanggung jawab dan jujur dalam bekerja, hasil kerjanya membuahkan hasil yang puas sehingga toko butik Risyah laris manis dengan perhiasan yang dibuatnya. Dia memajukan toko butik Risyah, dia bisa diandalkan," kata Ferdi dengan seringaian di wajahnya.
Marisa menganggukan kepalanya, raut wajahnya terlihat sarkas. "Ini kesempatan kita untuk menjebak Syarah. Dalam kondisinya yang lemah memudahkan kita untuk menculiknya."
"Bagaimana dengan suaminya?" tanya Andrea dengan dahi mengerut dalam.
Marisa menjentikan jari tengah dan ibu jarinya, lalu berbisik pada dua orang pria di depannya. "Alihkan suaminya untuk menghadap pada saya. Sisa pengawal lainnya bertugas menculik wanita itu."
Andrea dan Ferdi saling menatap, lalu mengangguk. "Secepatnya saya dan pengawal lainnya akan melakukan tugas ini dengan berhasil," kata Andrea dengan terkekeh pelan.
Mereka bertiga saling menyeringai, menyetujui rencana ini dan akan melakukan semuanya. Lainnya lagi seorang wanita berpostur tinggi dengan rambut sebatas leher menyeringai, mengatur rencana untuk menghancurkan rencana mereka.
"Kalian yang akan masuk ke dalam jebakan saya," gumam wanita itu dari balik koran yang ia jadikan untuk menyembunyikan wajahnya.
Tempat mereka duduk tidak begitu jauh dari tempat wanita itu berada, sehingga wanita itu berhasil merekam setiap apa saja yang dikatakan mereka. Wanita itu menyeringai, memainkan alat perekamnya dan memasukannya kembali ke dalam tas ranselnya.
***
Thank You
Vote and Coment
😘😘😘
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Yang Halal
Teen FictionSeperti surah An-Nur ayat 26 yang berarti : "Wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik pula" Di Tribun sekolah, Raihan dan Rahma saling berhadapan. Gadis itu dengan...