"Umi, kamu gak usah capek-capek kerja lagi. Kamu bisa kan kerja di rumah aja sambil jagain Kholifah, semuanya bisa Abi atur biar Umi kerja aja di rumah," kata Adi. Dahinya berkerut dalam, sambil menatap Syarah yang diam mendengarkan dengan kepala menunduk.
"Lho, Abi. Setiap hari juga kan, Umi kerjanya bawa Kholifah dan lagi...pemilik butiknya bebasin semua karyawan bawa anaknya bagi yang berumah tangga aja," ucap Syarah tanpa mengalihkan pandangannya dari suaminya ini.
Adi membalikan wajah Syarah yang sedang sibuk merapikan setumpuk pakaian agar bisa melihat wajahnya. "Abi gak percaya sama pemilik tokonya! Dia sengaja nawarin kamu kerja sama, karena ada maksud tertentu."
Syarah mengernyitkan dahinya, "Maksud Abi gimana sih? Aku gak liat apa-apa selama kerja di butiknya, dan aku baik-baik aja sampai saat ini."
"Astaghfirullah, kamu tuh polos banget sih, Syar." Adi menggerutu sambil mencubit pipi Syarah.
Syarah mendengus sebal, dan berlalu begitu saja dari hadapannya dengan membawa setumpuk pakaian Kholifah ke dalam kamar. Sementara Adi, ia menjambak rambutnya frustasi. Istrinya sangat polos, dan mudah terpengaruh dengan lingkungannya yang baru ia jelajahi selama tiga bulan ini. Adi pikir, ia harus lebih mengawasi dan menjaga Syarah lewat salah satu teman yang ia kenal agar Syarah selalu dalam kondisi yang aman.
Sebenarnya Adi bisa saja mengawasi dan menjaga istrinya sendiri, tapi setelah ia berpikir lagi pasti Syarah akan merasa kalau dirinya terlalu berlebihan sampai harus mengawasinya segala. Dan sekali lagi Adi berpikir, siapa yang nantinya akan menjaga Kholifah kalau bukan dirinya sendiri?
"Astaghfirullah, kenapa sih kepolosan istri ku gak pernah hilang," gumam Adi sambil mengacak rambutnya asal.
***
"Umi harus Abi antar sampai ke dalam toko butiknya. Pokonya gak ada penolakan!" tukas Adi dengan tegas.
"Tunggu..." ucapan Syarah terpotong, karena Adi lebih dulu berbicara, "Dan setelah dzuhur nanti, Umi harus ikut Abi makan siang."
Syarah mengembuskan napasnya perlahan, dan pada akhirnya ia mengangguk patuh. "Oke."
Setelah sarapan bersama, Syarah langsung menggendong Kholifah sedangkan Adi sudah siap berada di dalam mobil. Setelah mengecek tas kecil yang berisi peralatan Kholifah, Syarah segera menyusul suaminya.
"Iya, tunggu!" teriak Syarah. Ia duduk di samping kursi pengemudi, lalu mobil pun mulai berjalan.
Selama perjalanan, Adi ataupun Syarah tidak memulai pembicaraan seperti biasanya. Adi hanya fokus mengemudi tanpa banyak bicara, lalu Syarah sibuk menyusui Kholifah dari botol susunya yang sudah ia tampung dengan ASI nya. Sikap diam Adi ada maksud tertentu, karena ia sedang menyembunyikan sesuatu dari isterinya. Pesan-pesan teror itu terus saja menghantui pikirannya dan kerap sekali Adi selalu memikirkan isterinya. Bahkan, ia merasa tidak boleh lengah sedikitpun dalam mengawasi isterinya dari jarak jauh.
"Astaghfirullah, Abi!" sergah Syarah, ketika Adi hampir saja menabrak pejalan kaki yang sedang menyebrangi jalan raya.
"Astaghfirullah, Ya Allah!" Adi tidak kalah terkejutnya, ia langsung menginjak remnya dalam-dalam demi menghindar dari kecelakaan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Yang Halal
Teen FictionSeperti surah An-Nur ayat 26 yang berarti : "Wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik pula" Di Tribun sekolah, Raihan dan Rahma saling berhadapan. Gadis itu dengan...