Tiga bulan kemudian.
Kondisi psikis Syarah sudah membaik seperti sedia kalanya, begitu pun juga fisiknya sudah jauh lebih sehat dari sebelumnya. Sejak kejadian tiga bulan yang lalu, Syarah memutuskan untuk berhenti bekerja di toko butik dan mengambil pilihan dari suaminya untuk mengurus pengajian private saja di rumahnya sambil menjaga Kholifah yang tidak bisa ditinggal, juga ia masih takut untuk pergi keluar rumah, apalagi Sang suami yang selalu saja overprotektif sejak kejadian penculikan itu.
"Umi, yakin bisa Abi tinggal sendirian di rumah?" ucap Adi menyakinkan. Wajahnya terlihat cemas dan seperti enggan meninggalkan istrinya di rumah demi pekerjaan.
Syarah mengusap pucuk kepalanya, menyisir helaian rambut Sang suami. "Iya, Abi kerja aja. Umi tau peraturan apa aja, setiap Abi lagi kerja."
"Sebutin! Apa aja," pinta Adi sambil merangkul istrinya dan menggiringnya ke pintu gerbang.
"Pertama, kunci pintu gerbang. Kedua, kunci jendela. Ketiga, jangan keluar rumah sendirian. Keempat, jangan biarin orang asing masuk ke rumah. Kelima, kalau ada apa-apa harus telepon Abi," tukas Syarah dengan keempat jarinya yang mengacung.
Adi tersenyum. "Oke, kalau gitu aku bisa berangkat kerja dengan tenang. Nanti di sini bakalan ada Rina yang siap temenin kamu."
Syarah mengangguk. "Hati-hati ya, Abi."
"Iya, sayang," balas Adi sembari mengusap kepalanya lembut, lalu mencium keningnya singkat. Setelahnya masuk ke dalam mobil dan mulai melajukan kecepatan minimum.
***
Siang ini tidak seperti biasanya Syarah hanya di rumah sambil menikmati makan siang, karena biasanya wanita itu akan berkunjung ke rumah sakit untuk makan siang bersama sang suami dengan membawa bekal sehat yang ia buat dan sudah sejak lama, kegiatan rutinnya itu tidak ia lakukan.
Lagi-lagi Syarah harus menurut dengan peraturan suaminya, karena itu demi kebaikan dirinya. Selama masih ada bahan makanan dan mempunyai rumah berlantai 2 ini, ia harus bersyukur karena masih bisa menikmati apa yang ada di dunia ini.
Wanita bergamis warna peach itu sedang membuat nestle strowberry untuk anaknya, tidak lupa ia membuat makan siangnya dengan sayur sup ayam kesukaannya. Pandangannya jatuh pada makanan yang sudah tertata rapi di depannya, pikirannya tertuju pada sang suami yang kata suster sedang melakukan operasi dadakan dari korban kecelakaan tunggal saat menghubunginya beberapa menit yang lalu dan itu artinya Adi melewatkan jam makan siangnya.
"Abi udah makan belum, ya," gumam Syarah. Wanita itu melirik ke arah jam dinding di atas televisi, ternyata sudah jam 1 siang.
Rina yang sejak tadi memperhatikan kawan sejawatnya mendekat dengan membawa nampan kecil berisi buah jeruk dan anggur. "Kamu kenapa diam aja, Syar?"
"A--ah itu, aku takut suamiku belum makan. Dia masih di ruang operasi," ucap Syarah. Ia mengambil alih mangkuk kecil di hadapannya dan mulai menyuapkan anak semata wayangnya yang sudah berusia 10 bulan itu.
"Nanti kamu coba telepon suamimu, semoga aja sekitar jam setengah 2-an udah keluar dari ruang operasi," kata Rina. Perempuan itu lalu duduk di samping Syarah yang sedang sibuk memberi makan anaknya.
Syarah mengangguk. "Semoga aja deh."
"Sini anakmu biar aku yang suapinin makan. Kamu makan aja dulu sayur sopnya, nanti keburu dingin," pinta Rina. Ia mengambil alih mangkuk kecilnya dan membiarkan sang tuan rumah menikmati makan siangnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Yang Halal
Teen FictionSeperti surah An-Nur ayat 26 yang berarti : "Wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik pula" Di Tribun sekolah, Raihan dan Rahma saling berhadapan. Gadis itu dengan...