11. Dihukum, lagi?

14.8K 808 57
                                    

   Ana memandang keluar jendela kamarnya, menikmati derasnya hujan. Gadis itu memejamkan matanya, sambil menikmati irama hujan yang di padu dengan suara petir yang tidak terlalu menggelegar. Tangan gadis itu ia keluarkan dari sela-sela jeruji kayu sebagai penghalang jendela itu, air hujan itu sangat dingin di tangannya. Ana tersenyum lebar. Ia ingat kejadian sepayung berdua itu.

   Bagi Ana, saat hujan turun, ia mempunyai kenangan tersendiri. Kenangan yang mampu membuatnya rindu akan sesosok seorang pria. Pria yang selama ini bersema-ah, bukan. Pria yang selama ini telah menganggu jiwanya. Pria yang selama ini mampu membuat hati Ana jungkir balik. Kenapa harus pada pria itu ia merasakan hal seperti ini. Kenapa bukan kepada santrinya saja.

  Seperti... Rafiq?

Atau....

  Ghiffar. Misalnya?

Ah iyah. Ghiffar!.

   Ana bergegas pergi dari sana. Satu hari yang lalu, ia kembali mendapat sebuah surat, kali ini bukan dari Rafiq, tapi dari Ghiffar. Seorang pria yang juga tampannya tak kalah dari Rafiq dan Faris.
   Oh... Ralat maksudnya, tak kalah dari pria tua itu. Namun jika di bandingkan, tetap Faris yang paling unggul.

   Gadis itu belum membuka surat pemberian dari Ghiffar. Karna ia tak mau jika nanti di hukum lagi. Jadi ia mencari tempat yang aman untuk membuka surat beramplob biru itu. Ia tak mau kejadian seperti bulan yang lalu terjadi lagi padanya. Sudah cukup ia dihukum karna sebuah surat yang tak berfaedah itu!.

   Jari-jari lentik Ana membuka sampel surat itu. Lalu mulai membaca isinya. Namun saat baru pembukaan Ana langsung terbahak-bahak membacanya.
Assalamualaikum wr wb. Dengan datang nya surat ini aku ingin memberitahukan pada saudari Mbak Ana. Untuk menjawab salam dari aku terlebih dahulu. Setelah sudah menjawab, tolong jangan tertawa.

    Ana sudah langsung terbahak. Sebenarnya ini surat apa? Surat cinta apa surat permohonan? Ana melanjutkan lagi membaca.

    Pertama-tama dan yang paling utama, marilah kita panjatkan puja dan puji syukur kita atas kehadirat Illahi Rabbi.. Yang mana telah memberikan kita nikmat, bahkan berjuta-juta nikmat, serta nikmat iman dan islam. Dan yang kedua kalinya, sholawat serta salam tetap tercurah limpahkan pada junjungan kita, yakni Nabi Muhammad Saw. Yang mana telah membawa kita dari jaman jahiliyah menuju jaman islamiyah. Dari jaman Abu Bakar menuju jaman Al-Ghiffar.

"Bhahahaha...." katawa Ana sudah tak bisa ditahan lagi. Sungguh ini lucu sekali. Sebenarnya ia mau pidato atau mau ceramah? Kalo mau ceramah kenapa harus lewat surat? Konyol sekali!. Ketawa Ana semakin menjadi ketika terus membaca surat itu. Sungguh itu bukan surat cinta, itu adalah surat pidato. Ana sampai harus memegang perutnya yang keram akibat ketawa yang tak bisa berhenti.

    Kepada Mbak Ana yang cantik jelita mempesona, perkenalkan, nama aku Al-Ghiffari. Tujuan aku mengirim surat ini bukan untuk meminta Mbak Ana dari pacar aku. Tapi aku ingin mempromosikan alat kecantikan Kakak aku yang ia jual di toko online nya, Mbak Ana. Aku melihat wajah Mbak Ana itu sangat alami. Jadi aku pikir Mbak Ana akan tertarik dengan produk kosmetik Kakak aku Mbak. Kami menjual Kosmetik yang terbuat dari herbal. Tidak akan membahayakan di kulit Mbak yang mulus itu. Percaya Mbak. Kami gak akan menipu.

    Sekian promosi dari aku. Kurang lebihnya mohon di maafkan. Semoga Mbak Ana berminat dan membeli kosmetik kami.
Hubungi saja nomor dibawa ini.

Terimakasih, Mbak Ana cantik
Al-Ghiffari.

Wassalamu'alaikum wr wb

"Hahahaha...." Ana semakin tertawa lepas. Tawa yang tadi ia tahan tak mampu ia sembunyikan lagi. Ana semakin terpingkal-pingkal. Memukul kasur keras-keras. Sungguh, ini surat yang paling konyol.

Gus KillerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang