Semalaman Ana memang tak bisa tidur, hingga matanya benar-benar sudah seperti panda, di tambah lagi di padu dengan warna merah dan bercampur perih. Gadis itu begadang semalaman hanya untuk membaca semua buku yang baru di pinjamnya. Juga dari Faris yang baru di berikan padanya.
Harapannya malam ini mimpi indah, malahan sebaliknya. Ana sama sekali tak bisa memejamkan matanya, gadis itu masih mencari-cari materi dan marangkai judul skripsinya.
Merangkai sebuah ilmu memang tak mudah.
Gadis itu menenggelamkan kepalanya di bantal empuk miliknya, sebentar lagi adzan subuh berkumandang, rasa kantuk mulai menyergap. Semua kitab dan buku-bukunya berserakan di samping tubuh mungilnya. Kepalanya sudah di penuhi dengan burung-burung yang memutari kepala.
Rasanya tubuh gadis itu sudah remuk tak terbentuk, padahal ia tak melakukan pekerjaan apapun, namun, jika otak sudah bergulat malah akan lebih remuk lagi di banding bekerja. Seperti nya otak Ana sudah mulai lowbet, karna semenjak kemaren otaknya tak perna berhenti untuk berpikir. Apalagi kalau bukan tentang skripsinya itu.
Adzan berkumandang, tetapi gadis itu masih betah dengan posisinya. Ana hanya ingin merefresh kan otaknya sejenak. Baru setelah itu, ia langsung menuju kamar mandi.
"Yam ampuunn Ana... Ini udah shubuh, tapi kamu masih santai-santai aja di sini. Ayo cepetan wudu" Savirah yang sedari jam tiga pagi di masjid, sampai harus balik lagi karna tak menemukan Ana disana. Setelah melakukan sholat tahajud, Ana langsung kembali ke kamar. Sedangkan Savirah dan Hani, lebih memilih tidur lagi masjid.
"Sebentar saja, Savirah. Aku lelah... " ucap Ana yang masih menenggelamkan wajahnya di bantal. Savirah malah semakin menjadi mengganggu sahabatnya, menarik-narik tangan Ana agar lekas bangun dari rebahan nya.
"Ana cepetan... Nanti komat baru tau rasa kamu. Kamu seneng banget di takzir".
"Aduuhhh Saviraaah...." Ana mengangkat wajahnya. Wajah Savirah terkejut seketika saat melihat wajah Ana seperti zombi, menakutkan. Apalagi di tambah mata Ana yang sudah membesar dan merah.
"Ana! Kamu kenapa?" Savirah langsung histeris, lalu memegang kedua pipi sahabatnya itu keras-keras.
"Aku gak papa, aku hanya perlu istirahat aja, Sav" rengek Ana, lalu, tubuhnya ia baringkan kembali. Tetapi Savirah malah menarik kembali tangan Ana. Gadis itu sama sekali tak memberi kesempatan untuk Ana istirahat. Suruh siapa? Waktu semua orang istirahat, dia malah begadang, dan waktunya semua orang beribadah, Ana malah tidur.
"Jangan tidur lagi. Ayok sholat" kali ini Savirah mencengkram lengan Ana kuat-kuat. Sampai-sampai Ana meringis.
"Sakit, Saviraaahh".
"Biarin! Biar kamu gak ngantuk lagi! ".
"Iyah, iyah, aku bangun" Ana berdiri tapi dengan badan yang masih sempoyongan.
"Ayok aku anter ke kamar mandi! Cepetan!" Ana menyambar mukenahnya, gadis itu berjalan malas-malasan. Mungkin jika Savirah tak memeganginya, Ana akan terjerembab, mencium keramik yang dingin itu.
Setelah selesai sholat shubuh, Ana kembali di sibukkan dengan kegiatan selanjutnya, yaitu melalar nadzom Alfiyah namun dengan mata yang sudah lima watt. Sampai suaranya pun begitu lirih. Beruntung di sekitar nya tak ada pengurus, jadi dia aman-aman saja saat suaranya ilang-ilangan.
Saat nadhomnya sampai pada bait ke-80, gadis itu sudah benar-benar tak bisa lagi menahan kantuknya. Ana tertidur dengan posisi terduduk, gadis itu sudah terlelap.
"Ana bangun" Ana mendengar sayu-sayu suara Hani di telinganya, tetapi Ana tak menghiraukan panggilan itu. Hani tak putus asa menepuk-nepuk paha milik Ana. "Ana, bangun. Ada Ustadzah Lu'lu di belakang kita".
KAMU SEDANG MEMBACA
Gus Killer
Romansa[Siquel dari Pacar Halal, tapi kalian bisa bacanya secara terpisah] "Dasar pria tua menyebalkan! beraninya dia menciumku di pinggir jalan yang begitu ramai. Aku tidak terima ini! Akan ku laporkan kamu pada Abi dan Umiku!". Seorang Gus yang sangat...