21. Goresan Luka

13.8K 819 45
                                    

   Sheila yang mendengar penuturan Faris barusan pada Ana, bahwa ia ingin melamar gadis itu, jiwanya makin murka. Ia tak bisa terima begitu saja. Faris yang sudah ia idamkan dari dulu, tak semudah itu Sheila melepasnya begitu saja. Matanya menyiratkan kebencian yang semakin mendalam. Mata itu menatap punggung Ana dengan pancaran yang berkilat-kilat.

   Tangan gadis itu mengepal kuat, tangannya ingin sekali melakukan hal sama pada gadis itu seperti bulan-bulan yang lalu. Menampar hingga memar atau lebih ektrim lagi seperti menjambak rambutnya dengan kasar.

   Wanita itu benar-benar sudah dikuasai amarah. Ia tak bisa menetralkan detak jantungnya hingga ia pun tak bisa berpikir jernih.

   Gadis yang di tatap Sheila itu membalik arah. Ana yang di tatap Sheila dengan tatapan mengerikan, tubuhnya semakin bergetar. Gadis itu terus menunduk, tak berani menatap seniornya.
   Ana berjalan kearah wanita itu dengan jantung yang berdetak tak karuan. Jujur sa ia takut, apalagi Ana paham dengan tatapan Sheila yang demikian. Tiba-tiba bayangan Sheila menamparnya saat di asrama, lewat begitu saja dalam otaknya.

   Mengingat itu Ana semakin dibuat gemetar. Namun sebisa mungkin ia tetap menghadapi Sheila dengan perasaan biasa saja. Tidak akan terjadi apa-apa Ana. Dia tak akan melukaimu, lagi pulai ini ndalem, Mbak Sheila tak akan mungkin berani" kata gadis itu berusaha meyakinkan hantinya.

    Senyum gadis itu ia tampakkan saat melewati tubuh Sheila meskipun canggung setengah mati. Namun lagi-lagi Ana tetap mendapatkan tatapan yang paling mengerikan dari neraka wail. Mata itu menusuk penglihatan Ana. Mungkin jika saja berbentuk sebuah benda, maka akan dapat membuat matanya buta seketika.

    Mata Ana hanya kekilas menatap Sheila, lalu ia tundukkan kembali. Ana merasa bingung sekarang. Sebenarnya ia yang salah karna telah mencintai gusnya? Atau Sheila yang salah karna sudah menghalagi kisah percintaannya? Atau sebenarnya mereka memang sudah dijodohkan? Lalu tiba-tiba Ana menghancurkan komitmen yang sudah mereka buat?

    Namun sampai detik ini, Ana tak pernah mendengar gusnya mengatakan hal apapun tentang hubungan nya dengan wanita bermuka judes itu.

    Apa Mbak Sheila hanya mengada-ngada? Syukurlah kalo iya. Tapi melihat tatapannya barusan aku jadi semakin yakin jika Mbak Sheila semakin benci dengan ku. Apa dia dengar kata Gus Faris berusan. Semoga saja tidak. Aku tak mau dia malah semakin melihat ku sebagai musuhnya.

    Mengapa mencintainya harus serumit ini? Apalagi jika harus berhadapan dengan wanita seperti nya.

"Mbak, Ana permisi" ucap Ana sesopan mungkin.

Wanita itu tak menyahut,

***

    Ana sudah berada dalam ruangan yang menegangkan itu kembali. Jika kemaren didalam ruangan itu hanya ada dirinya dan Ustadzahnya, namun sekarang Ana ditemani Savirah dan Hani. Dan ada Ustadzah lain yang ikut mendampingi Lu'lu.

    Suasana ruangan itu memang tak terlalu menegangkan, karna sekarang Ana mendapatkan kabar baik. Gadis itu tak jadi dikeluarkan. Savirah dan Hani bersorak kegirangan, sedangkan Ana, gadis itu tak henti-hentinya mengucapkan Hamdalah. Sungguh, hari ini memang penuh dengan keajaiban.

"Ustadzah, terimakasih. Karna sudah membebaskanku dari masalah ini. Aku tak tahu harus berkata apa sekarang" mata Ana berbinar bahagia. Tangan gadis itu menyentuh tangan Lu'lu lalu menciumnya.
"Jangan berterimakasih padaku. Keputusan ini adalah keputusan dari Pak Kyai dan Bu Nyai" kata Lu'lu datar.

    Ana mengerutkan keningnga. Umi dan Abah? Tapi apa alasannya?.

"Maaf, Ustadzah, jika Ana boleh tahu... Apa alasan beliau memberi keputusan ini pada Ana?" Ana bertanya dengan nada lirih dan ragu-ragu.

Gus KillerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang