08. Syafakillah

16.1K 1K 78
                                    

  Pria yang bernama lengkap Faris Alfa Al-khoarizmi itu, melangkahkan kakinya kearah kelas. Faris begitu sangat terlihat rapi dari hari-hari sebelumnya. Jika biasanya Faris tak pernah memakai jam tangan, kini tepatnya hari ini, pria itu memakai jam tangan hitam, peci hitam namun di sisi-sisinya ada motif yang megelilingi peci itu. Ditambah celana berbahan katun warna hitam yang di padu dengan baju ber-merk warna maroon, benar-benar sangat mencolok sekali. Langkah kakinya begitu tegas. Sampai terdengar bunyi sepatunya yang saling beradu dengan lantai itu.

  Wajah yang ia tampakkan tak sedingin hari-hari kemaren, pria itu agak sedikit mengendurkan rahangnya, bahkan ia agak sedikit menyunggingkan senyum saat berpapasan dengan para santrinya. Mata mereka bagaikan tersihir pada ketampanan pria dewasa itu, seakan-akan tak mau engah dari pemandangan yang subhanallah indah itu.

  Tetapi seiring dengan perubahan Faris- sedikit memang, mampu membuat para santrinya itu bertanya-tanya. Ada apa gerangan?.

  Faris terus berjalan melewati para santri wati, tapi sepertinya Faris tak faham jika semua santri telah mencuri-curi pandang padanya. Sampai ada yang saling bertabrakan karna melihat gusnya itu. Penampilan Faris yang biasa saja sudah membuat kaum hawa klepek-klepek,

  apa lagi memakai pakaian yang seperti itu. Ah mungkin pusat dunia akan berpindah padanya dalam waktu sekejap.

"Assalamualaikum, Gus" sapa Sheila. Gadis itu memang sengaja berjalan menghadap gusnya. Ia ingin memcari perhatian dari pria tampan itu.

"Wa'alaikumussalam" jawab Faris sekenanya.

"Maaf, gus menganggu. Aku-...." kata Sheila terbata. Faris mengerutkan keningnya.

"Peci gus Faris agak miring sedikit" Sheila mengulurkan tangannya. Ia ingin memegang peci pria itu.

  Tetapi buru-buru Faris membenarkan nya sendiri ”Terimakasih, saya bisa sendiri" kata Faris dingin. Yang mampu membuat wanita itu bergidik ngeri.

  Sheila menundukkan kepalanya saat mata pria itu menatapnya dengan penuh jarum yang menusuk. Sheila sampai tak tahan melihatnya. Ia tahu jika Faris sangat dingin dengan seorang wanita mana pun. Sampai saat ini, ia tak pernah melihat gusnya itu dekat dengan wanita manapun. Sheila jadi penasaran pada diri pria itu. Bagaimana dibalik sosoknya yang dingin itu.

  Tapi ia yakin jika dirinya bisa mendapatkan cinta gusnya itu. Bagaimana pun caranya.

"Saya duluan" pamit Faris dengan sesingkat-singkatnya. Wanita itu berdecak sebal. Ia tak terima di perlakukan seperti itu oleh gusnya. Ia merasa tak di hargai sama sekali. Kembali ia mengingat kejadian dua hari yang lalu saat Ana dan Faris berada di bawah payung yang sama. Hatinya terbakar cemburu.

  Faris memasuki kelas yang dia tuju. Kedua matanya langsung terjutu pada meja yang tepat di depan mejanya itu. Ia mencari sesosok gadis penghuni meja yang paling depan itu, tetapi nihil, Faris tak menemukan orang yang dicarinya di ruangan itu.

Kemana Ana? Apa dia bolos? Tanya Faris dalam hati.

"Assalamualaikum ". Ucap Faris dengan suara baritonnya. Mendengar suaranya saja sudah membuat hati seseorang bergetar, apalagi jika melihat senyumnya yang menawan itu. Mungkin akan mampu membuat orang yang melihatnya pingsan seketika.

"Wa'alaikumussalam" jawab mereka serempak.

  Faris langsung duduk di kursi kebesaran nya. Dan semua santri wati itu, menatap gurunya dengan penuh takjub. Melotot sebentar lalu menunduk kembali hanya  untuk sekedar menikmati pemandangan yang langka itu.

"Baiklah langsung saja saya absen" Faris membuka buku absensinya, lalu membuka tutup pena warna hitam itu.

"Ana Althofunnisa?" tak ada suara sahutan dari nama yang di sebut itu. Faris mendongak. "Kemana Ana?" tanya Faris lagi. Semua santri saling betanya, disana juga tak ada Savirah sahabatnya. Pasalnya, yang satu asrama hanyalah Savirah dan satu orang lagi yaitu Hani-tetapi wanita yang bernama Hani itu sedang pulang.

Gus KillerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang