05. Allah Maha Tahu

16.8K 915 46
                                    

Mohon komentarnya jika menemukan bahasa yang kurang dimengerti ataupun typo🙏😊
Terimakasih
*
*
*

Ana tertunduk dalam. Sembari memegang kedua tangannya yang berkeringat. Rasa takut campur deg-deggan. Membuat tubuhnya panas dingin. Gadis itu sama sekali tak berani mendongakkan kepalanya untuk menatap orang di depannya. Ana tahu ia salah karna telah menerima sebuah surat dari salah satu santri laki-laki. Tapi yang ia bingungkan, padahal Ana tak membalas surat itu. Ana hanya menerima sebuah surat. Bukankah menerima surat itu tidak terkena sanksi? Kecuali saling balas membalas. Lalu, mengapa Ustadzah mengatakan kalau aku dapat balasan surat dari Rafiq?.

Ana masih memutarkan otaknya. Disini pasti ada yang tak beres. Yang tahu ia mendapatkan surat hanya Amel. Karna dia yang langsung mendapat titipan dari Rafiq langsung.

Jika tidak ada orang yang memata-matainya, pasti Ana tak akan mungkin di panggil Ustadzah Lu'lu.

Gadis itu mencoba bersikap biasa saja. Menetralkan detakan jantungnya, dan mencoba mengatur napasnya sebaik mungkin. Ruangan itu memang kecil, ditambah tubuh Ana yang panas dingin, malah semakin membuat tubuhnya terbakar.

Rasanya Ana ingin mandi air es sekarang juga!.

"Ana!" kata Ustadzah Lu'lu sambil menatap Ana penuh intimidasi.

Mata Ana melirik sebentar. Lalu menundukkannya kembali. Ia tak sanggup menatap mata yang begitu menusuk di retinanya.

"Iyah Ustadzah" kata Ana lirih.

"Berikan surat yang kamu terima barusan" Ana memberikan surat berwarna pink muda itu dengan tangan gemetar.

"Kamu sudah tahu kan kalau antara satri perempuan dan laki-laki itu dilarang saling mengirim surat?".

"Ana tahu Ustadzah".

"Lalu, mengapa kamu melanggar?". Ana bung kan seribu bahasa. Tak tahu ia harus mengatakan apa. Disini ia tak merasa bersalah sedikitpun. Jika ia mengelak pastilah sang pemimpin yang akan menang. Pasalnya, bukankah seorang yang mempunyai kedudukan tinggi yang akan unggul di banding seseorang yang nitabenya hanya sekedar bawahan?

Didalam sebuah film saja, pemeran jahat lebih pintar dari pada pemeran protagonis. Dan ketika sebuah film itu akan tamat, barulah pemeran protagonis akan mendapat kebahagiaan dimana semua kejahatan yang dilakukan oleh pemeran antagonis akan terungkap di akhir cerita.

Okkeh, kembali ke cerita awal. Apa aku harus menjadi pemeran protagonis disini?.
Ana kau hebat sekali. Kau bukan aktris, tetapi kau harus bisa bermain drama dengan baik.

Baiklah...

Drama dimulai.

"Maaf sebelumnya Ustadzah, Ana hanya menerima surat saja. Sama sekali tidak membalas surat dari nya" kata Ana dengan nada bergetarnya.

Ustadzah Lu'lu mengeluarkan surat dari saku roknya, "ini?"

Ana menatap bingung kearah surat yang disodorkan padanya. "Apa ini yang di sebut kamu tidak pernah membalas surat darinya?" Ana semakin membulatkan matanya. "Kau lihat Ana, bahkan di sini kau terlebih dahulu memulainya".

Gadis itu semakin terkejut. Hingga otaknya berhenti untuk berputar. Ana tak habis pikir dengan apa yang dikatan Ustadzahnya. Apa katanya? Dia yang memulai?. Oh tuhaaan... Aku bertemu dia saja hanya satu kali. Dan itupun aku tak ada sedikitpun niatan untuk lebih mengenalnya.

Sekarang, jika aku yang pertama kali mengirim surat untuknya? Bukan kah itu hal yang ganjil?

Tunggu!

Gus KillerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang