Sheila sedang mengelap kaca rumah Saroh. Wanita itu sudah dari dua jam yang lalu sampai di pesantren, setelah meninggalkan Ana dipasar, wanita itu sama sekali tak merasa bersalah sedikit pun. Sheila memang sudah berniat melakukan ini pada Ana. Wanita itu memang tak pernah berubah dari awal. Jika ia tiba-tiba baik pada Ana, tiada lain hanya lah sebuah bingkainya saja. Siapa yang menyangka bahwa dia mempunyai rencana yang-semua orang tak tahu. Wanita itu mungkin memang selalu terlihat baik di mata semua orang. Kecuali pada Ana. Jika di mata semua orang Sheila terlihat bak Khaura, namun sangat berbeda jika sudah berhadapan dengan Ana. Wajah yang gadis itu tampakkan bagai iblis yang sangat mengerikan.
Ana yang melihatnya saja sampai bergidik ngeri. Terkadang Ana merasa aneh pada orang yang satu itu, Sheila cantik, bahkan mungkin ia lebih cantik dari dirinya. Namun kenapa ia selalu menampakkan muka masam padanya? Orang selalu memang begitu. Membenci orang tanpa sebab. Atau kadang selalu ingin terlihat baik dimata orang. Bukankah itu hal yang munafik? Oh bukan, kata itu terlalu privasi untuk di sebutkan-kurasa.
Ketika mobil yang di tumpangi Faris terparkir sempurna, Sheila yang sedari tadi mengelap kaca Bu Nyainya itu, mendadak berhenti. Menatap Faris, lalu senyumnya merekah sempurna. Wanita itu menaruh lap kacanya, dan berencana menghampiri Gusnya itu. Sheila sudah bersiap-siap untuk menyambut Faris. Memberikan senyum termanisnya.
Faris keluar dari mobilnya, tak berapa lama seorang gadis menyusul keluar dari pintu sebelah kiri mobil itu. Betapa terkejut nya ia saat manik matanya melihat sempurna wujud gadis itu.
Ana? Kenapa dia bisa bareng sama Gus Faris?
Sheila mengerutkan alisnya, wanita itu kembali bermuka masam saat Ana melihat kearahnya. Namun sejurus kemudian, wajah wanita itu kembali ramah saat melihat kearah Gusnya.
"Gus" sapa Sheila pada Faris seramah mungkin. Faris hanya mengangguk tak membalas senyum Sheila sedikitpun, bahkan pria itu tak minat sama sekali melihat kearah Sheila. Faris menghindari tubuh Sheila yang sudah berada tepat di depannya,
Melihat adegan itu, Ana merasa ingin tertawa kencang. Ana merasa menang sekarang. Senyum Ana membentuk simetris. Apakah ini termasuk tertawa di atas penderitaan orang? Berdosakah ia? Lalu lebih berdosa siapa yang telah membuat seseorang ingin di sakiti oleh para lelaki biadab karna di tinggal di pasar sendirian? Hingga nangis tersedu-sedu? Tambah lagi, orang yang melakuan itu tak merasa bersalah sedikitpun. Jangankan meminta maaf, malah dia memasang muka tak suka saat Ana turun dari mobil Gusnya.
Sebisa mungkin Ana tak mempermasalahkan kejadian itu, ia tak mau mempersulit keadaan. Yang terjadi biarkan terjadi, Ana menganggap itu adalah sebagai takdirnya hari ini. Bukankah hidup itu akan menjadi masalah jika kita mempermasalahkannya?. Ana tersenyum pada Sheila. Tidak, bukan senyum marah. Tapi sebaliknya, senyum yang tulus dan ramah. Begitu lah Ana, gadis itu mempunyai berjuta-juta keindahan dalam dirinya. Maka tak heran jika banyak orang yang menyukainya, tapi tak sedikit juga orang yang membenci gadis itu. Salah satunya adalah orang dihadapannya.
"Mbak, Terimakasih sudah mengajak Ana kepasar hari ini" karna dengan begitu, aku bisa ketemu Gus Faris dan berkencan dengannya. Lanjut Ana di samping telinga Sheila dengan sangat pelan. Ana kembali tersenyum. Wajah gadis itu tak menampakkan kekesalan sedikitpun pada Sheila. Sheila semakin di buat kesal olehnya. Alih-alih membuat Ana jengkel, mengapa malah ia yang merasa tercemooh oleh senyum Ana barusan?. Dan apa katanya berkencan? Sheila mendelik kearah Ana dengan tatapan yang mengerikan. Tapi Ana tak menghiraukan nya sama sekali.Wanita itu mendengus kesal. Menatap Ana dengan sinis. "Mbak, Ana permisi dulu, silahkan lanjutkan lagi pekerjaan, Mbak, yah. Dan semoga Mbak baik-baik saja hari ini" kata Ana di dekat telinga Sheila. Ana kemudian pergi nyelonong begitu saja. Tak perduli tatapan Sheila yang seperti akan mengirim Ana ke jurang yang paling dalam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gus Killer
Romance[Siquel dari Pacar Halal, tapi kalian bisa bacanya secara terpisah] "Dasar pria tua menyebalkan! beraninya dia menciumku di pinggir jalan yang begitu ramai. Aku tidak terima ini! Akan ku laporkan kamu pada Abi dan Umiku!". Seorang Gus yang sangat...