PART 6

4.7K 187 1
                                        

Jantung Binar semakin berdetak tidak karuan setelah mendapati Nissan JUKE putih sudah bertengger rapi di sebelah Pajero Sport hitam. Langkah kakinya bergetar menuju pintu utama, nafasnya terasa sesak.

'Ya Lord! Seperti akan masuk kedalam ruang pembantaian saja'

Lari dari masalah bukanlah jalan terbaik, lebih baik cepat di hadapi. Anggap aja omelan bang Rendra seperti suara ayam betina hendak bertelur.

Namun sayangnya lebih dari itu yang ia dapatkan, bagaimana bisa ia tidak menyadarinya.

'Dimana ia memarkir mobilnya?'

Tiga pasang mata yang berada disofa ruang tengah secara bersama menoleh ke arah Binar yang tengah berdiri mematung di pintu penghubung antara ruang tamu dengan ruang tengah.

Steve berjalan ke arahnya dengan mengulas senyuman.

"Dimana barang belanjaanmu?," kepala Steve celingukan mencari benda berat yang seharusnya Binar bawa.

"Aku tidak jadi belanja," cicit Binar merogoh tasnya lalu mengembalikan blackcard milik Steve.

Dahi Steve berkerut.

"Kenapa?" 

Binar menggedikkan bahu.

"Hai Bi," sapa Arion dengan senyum khasnya.

Binar menoleh, menatap tajam ke arah Arion juga Rendra bergantian. Mendadak rasa takutnya pada Rendra menguar begitu saja dan tergantikan oleh rasa marah.

"Untuk apa kamu kemari?" ketus Binar.

"Kita duduk dulu Bi, kamu pasti capek," Steve berusaha merangkul Binar untuk menuntunnya duduk di sofa.

"Nggak!" Binar menepis tangan Steve, mendekat ke arah Arion duduk.

"Dan kamu," telunjuknya mengarah pada wajah Arion yang mendongak menatapnya.

"Jika kedatangan mu kemari hanya untuk menginginkan jawaban dari pertanyaan mu semalam, aku tegaskan sekali lagi, sampai kapanpun jawaban ku tetap sama. Tidak," mata Binar berkilat penuh amarah.

"Persetan dengan segala informasi yang telah kamu ketahui, bahkan aku tidak peduli jika kau sebarkan ke semua orang. Aku juga tidak peduli dengan cinta yang kau ucapkan, karena menurut ku itu hanya sebuah obsesi bukan cinta yang berasal dari ketulusan hati. Cinta tidak ada yang di paksakan Arion. Sekarang lebih baik kamu pergi dari sini. Aku tidak mau membahas ini lagi," Binar mengatakannya dengan tenaga penuh. Seakan menyalurkan keganjalan hati yang tidak bisa ia luapkan semalam.

"Apa maksud kamu Bi?" Rendra yang awalnya duduk tenang mulai terganggu akan ucapan Binar.

"Jadi dia belum bicara apapun pada abang?" Binar tersenyum meremehkan.

"Tanyakan sendiri pada dia! Apa tujuannya kemari?" airmata di ujung mata Binar mulai terdesak, ingin segera keluar. Tapi kali ini tidak lagi. Tidak di hadapan mereka. Ia benci di kasihani.

Binar sudah tidak peduli dengan tiga lelaki di sekitarnya yang memanggilnya secara bersahutan, ia memilih beranjak dari sana menaiki anak tangga menuju kekamarnya.

BLAAMM

Tubuh Binar merosot di lantai sesaat setelah ia membanting pintu kamar dan menguncinya. Derai airmata luruh tak terbendung, di iringi isak tangis tertahan seakan menandakan betapa sesak dadanya akibat himpitan luka.

Kedua tangannya berusaha meredam suara isak tangisnya, supaya seseorang yang tengah mengetuk pintu kamarnya tidak mendengar.

"GO!!" teriaknya.

Binar Cinta CEO Brondong Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang