PART 11

3.5K 146 4
                                    

Typo bertebaran...

Happy Reading....



(Rama Mahendra)

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

(Rama Mahendra)

"Dan aku menyesal sudah melepas berlianku yang paling berharga."

Binar membeku. Kalimat itu bukan dari suara Sandi, namun lebih kepada suara yang selalu mengisi hari-harinya. Dulu.

Masih sama, hangat dan lembut. Kala tangan Binar berada dalam genggaman sepasang tangan yang ukurannya lebih besar dari tangan Binar. Perlahan Binar menggeser arah pandangnya, di kursi dimana sebelumnya Steve duduk.

"Maaf," jelas bibir itu bergetar. Bibir yang dulu selalu mampu membuai Binar.

Manik mata mereka bertemu. Saling menyalurkan kerinduan dalam keterdiaman dengan memori lama yang kembali muncul di permukaan ingatan mereka masing-masing.

Kenyataan membawa Binar cepat kembali ke kesadarannya. Gerakan reflek yang ia lakukan, membuat pria itu terkesiap. Mengosongkan genggaman tangan pria itu, dan Binar memilih saling menautkan jemarinya.

Binar masih menatap lekat paras rupawan yang begitu ia damba, begitu ia puja, begitu ia rindu, namun mampu menamparnya dalam waktu bersama.  Membuat rasa penghianatan itu kembali mencekiknya. Binar lupa, jika tadi Sandi mengatakan ia tidak sendiri dan melupakan akan kedekatan mereka berdua. Satu keanehan, jantungnya tak lagi berdebar hebat berada dekat dengan pria ini.

"Berapa kalipun maaf ini terucap tidak akan pernah bisa mengobati luka yang aku buat," lagi pria itu bersuara.

Pesakitan akibat penyesalan yang melilit relung hatinya, membuat pria itu tidak dapat menyembunyikan perasaan bersalah di wajahnya. Tatapan hangatnya berharap bisa membuat wanita yang ia rindukan bisa mengerti apa yang ia rasakan saat ini.

"Semua sudah berakhir, Rama. Berhentilah merasa bersalah," Binar tersenyum tipis, memaafkan tidak ada dalam pikiran Binar, mungkin belum saatnya.

"Kalau begitu, biarkan aku yang mengobatinya," Sela Sandi cepat, seakan tidak peduli akan keberadaan Rama, toh sahabatnya ini sudah menjadi mantan suami.

"Kalian pikir aku penyakitan?" sungut Binar.

"Kamu sendiri yang berpikiran seperti itu," seru Sandi seraya terkekeh, Binar keki.

"Ternyata benar dugaanku selama ini, kamu menyukai Binar, San," Rama menyadarkan punggungnya.

"Dan aku yakin itu sejak Binar masih menjadi istriku," ada senyum sengit di sana.

Sandi mengangguk membenarkan apa yang dikatakan oleh Rama, memang kenyataannya seperti itu.

"Tidak ada yang salah bukan? Sekarang kalian tidak ada ikatan, dan aku sama sekali tidak merebutnya darimu."

Binar Cinta CEO Brondong Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang