Sudah tersedia dalam PlayStore. Klik link di bawah ya...
https://play.google.com/store/books/details?id=8PHgDwAAQBAJ
BINAR AURORA. 31 th
Pengkhianatan cinta di masa lalu, membuatnya tenggelam dalam kubangan pesakitan yang teramat dalam. Menorehkan l...
"Jadi wanita ini alasan kita tidak jadi bercinta malam itu?"
Dari segi banyak ucapan yang keluar dari mulut wanita ular itu, kenapa harus pertanyaan itu? Hinaan dan cacian yang tertuju padanya seolah hanya angin lalu yang tidak penting untuk disimpan dan dipikirkan.
Bukankah seharusnya Binar tidak perlu terkejut mendengar pertanyaan itu, toh sebelumnya ia sudah memergoki mereka di club, malam itu. Berciuman dengan begitu liar dan panasnya. Jika dengan Meysa saja Serkan nyaris bercinta, bagaimana dengan wanita lain yang hilir mudik bergelayut manja pada pria kaya itu? Dan itu pasti sudah terjadi jauh sebelum Binar mengenalnya.
Demi Tuhan, usianya sudah 31 tahun, haruskah ia masih bisa dibodohi semudah ini? Seharusnya Binar tidak lupa, apa alasan dia melarikan diri ke kota kelahirannya. Menghindar dari rasa sakit hati yang seharusnya sudah ia tau, karena mengenal seorang pengusaha kaya yang terkenal playboy.
Sekarang apa? Usai adzan subuh ia mengendap keluar kamar hotel agar tidak di ketahui oleh anak buah Serkan, yang berdampak akan di ekori. Meminta bantuan beberapa karyawan hotel untuk lewat pintu khusus karyawan dan juga dipesankan taksi online. Dan disinilah ia, duduk sendiri diatas pasir, disalah satu pantai yang letaknya cukup jauh dari hotel tempatnya menginap namun tak jauh dari pusat kota. Pantai Boom.
"Ternyata benar ini kamu, Bi."
Kepala Binar mendongak kesamping, langit masih terlihat gelap dengan sedikit pendar sinar matahari yang masih sembunyi dibalik gunung, tapi Binar masih bisa melihat dengan jelas bahwa Sandi lah yang berdiri tak jauh dari tempatnya. Wajahnya terlihat terkejut.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Sandi!! Sejak kapan kamu berdiri disana?" masih menatap Sandi yang mendekat dan mengambil posisi duduk disebelahnya. Pria ini tidak memakai kacamata seperti biasanya. Hanya saja ia memakai topi, padahal seingat Binar Sandi bukan tipe pria penyuka topi.
"Dari belakang aku sebenarnya gak yakin kalau itu kamu, aku pikir aku hanya berhalusinasi, efek saking kangennya sama kamu," bibir Binar mencebik yang merasa ucapan Sandi serupa gombalan.
"Tapi setelah aku dekati, ternyata benar kamu," Sandi selalu mengumbar senyum hangat di depan Binar, ditambah manik matanya yang selalu menatap memuja pada sosok wanita yang di cintainya.
"Kejutan bertemu denganmu di tempat ini," lanjutnya.
Sorot manik Sandi tidak ada bedanya dengan milik Steve. Selalu menatap Binar dengan tatapan hangat dan memuja. Membawa gelenyar kenyamanan namun tidak sedikitpun menggetarkan palung hati Binar. Mereka berdua sama-sama memiliki cinta dan ketulusan yang begitu dalam. Dimana dua hal itu sangat di inginkan oleh wanita manapun. Tapi Binar menyia-nyiakannya. Bisakah dibilang seperti itu?