Sudah tersedia dalam PlayStore. Klik link di bawah ya...
https://play.google.com/store/books/details?id=8PHgDwAAQBAJ
BINAR AURORA. 31 th
Pengkhianatan cinta di masa lalu, membuatnya tenggelam dalam kubangan pesakitan yang teramat dalam. Menorehkan l...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Manik mata Binar bergerak horizontal mengikuti pergerakan Rendra yang sudah seperti setrikaan. Lamat-lamat kepalanya terasa pusing, namun Rendra tak juga kunjung berhenti. Melirik kearah Serkan, pria itu masih mengulik ponsel dengan tangan kanan sedangkan tangan kirinya melingkar di pinggang Binar. Seakan tidak peduli apa yang tengah dilakukan ataupun dipikirkan oleh Rendra.
"Lo bisa duduk diem enggak sih bang? Pusing kepala gue liatnya," celetuk Binar akhirnya.
Teriakan Rendra menghebohkan beberapa tamu lain di Jeeva Beloam. Umpatan dan sumpah serapah dilontarkan pada Serkan yang tampak duduk tenang diatas ranjang. Tidak terusik atau sakit hati sedikitpun akan ucapan Rendra.
Sedangkan Binar duduk di sofa teras dengan muka merah padam karena malu, mungkin orang akan mengira kalau dirinya dan Serkan tengah terciduk, ketahuan selingkuh mungkin. Entahlah Binar tidak bisa berfikir jernih!
Serkan mulai terusik saat Rendra menarik paksa Binar, keluar dari kamar inap. Hendak membawanya pergi. Berusaha menghalangi langkah Rendra, Serkan tidak akan melepas Binar begitu saja. Karena Binar miliknya. Harus selalu dalam jangkauan dirinya. Tidak ingin lebih lama menarik perhatian diarea hotel, Binar memaksa Serkan untuk segera pulang saat itu juga .
Rendra berhenti mondar mandir, kemudian beralih menatap tajam kearah Binar. Berkacak pinggang dengan dadanya yang kembang kempis terlihat lucu dimata Binar.
"Mending lo diem aja! Gue lagi mikir gimana caranya nendang pria ini menjauh dari kehidupan lo. Dia terlalu seenaknya sendiri."
Binar mingkem, menoleh kearah Serkan yang balas tersenyum padanya.
"Dia sangat menyayangi mu. Dengarkan saja," bukankah Serkan tidak mengerti bahasa yang Rendra gunakan? Dengan santainya ia mengatakan hal itu, bagaimana seandainya jika dia tau?
"Apa kamu mengerti yang dikatakan dia barusan?"
"Tidak," dahi Binar berkerut.
"Yang aku tau dia sangat khawatir, dan itu menunjukkan bahwa dia sangat menyayangi kamu," tangan Serkan menarik kepala Binar hingga bersandar di bahunya.
"Jangan pikirkan, istirahat saja," lanjut Serkan.
Mata Rendra melotot dan terlihat mengerikan, melihat interaksi dua insan di hadapannya. Seakan tidak percaya, ia perlahan mendekat dengan kepala meneleng, mengucek matanya sebagai proses meyakinkan apa yang terjadi.
"Bi?" Binar mendongak.
"Ini beneran lo?"
"Apa sih bang?" Binar merasa abangnya ini, setengah kenormalannya tertinggal di Jeeva Beloam.