-Bukti-

340 11 0
                                    

Untuk kamu yang terluka

Untuk kamu yang kecewa

Untuk kamu yang lelah

Untuk kamu yang resah


Selalu ada bahu yang bersedia memberimu kenyamanan

Tanpa meminta balasan perasaan dan ketulusan

Selalu ada telinga yang mendengar keluh kesahmu yang tidak ingin didengar

Tanpa memintamu untuk bersabar

*********************

"Enggak usah tegang begitu mukanya. Biasa aja," ucap pria berjaket hitam ini. Belum ada 5 menit gue mengetahui bahwa dia adalah abang dari Putri, kenapa terasa 5 tahun? Auranya seperti malaikat pencabut nyawa."Yang santai," Lanjutnya sembari memijat kecil pundak gue.

"I....iya," balas gue merasa tidak nyaman dengan pijatannya barusan.

Santai? Dihadapan pembunuh, anda bisa santai? Ini seperti sedang menahan kencing, Buang air besar dan kentut. Semua bercampur menjadi satu. Bahkan pijatan anda barusan aja memberi saya tanda-tanda bahwa kematian gue udah dekat. Lalu, kenapa dia bisa ada disini? Apa penciuman seorang pembunuh benar-benar kuat? Atau dia benar-benar tahu bahwa saya dan adiknya menjalin hubungan? Atau selama ini ia benar-benar menguntit saya?? Sial! Kenapa cuma karena melihat ia membunuh seorang cewek memberi dampak pada saya sampai sekarang?

Raut wajah Putri terlihat berbeda sebelum kedatangan abangnya. Ia seakan menyembunyikan ketakutan besar.

"Kamu juga Put, yang santai aja," ucapnya pada adiknya. Kali ini ia mengusap manja rambut adiknya itu. Namun, Putri lagi-lagi memberi respond yang aneh, ia malah menunduk dan menggoyangkan kepalanya agar tangan abangnya nggak menyentuh kepalanya.

"Abang ngapain di sini? Ko bisa tahu aku ada di sini? Enggak bisa cari tempat lain? Sedang nggak ada orderan?" Putri menembakkan pertanyaan pada abangnya itu tanpa melihat kearahnya. Ia juga menggunakan nada ngobrol yang terdengar kesal dan menekan.

"Satu-satu dong pertanyaan. Abang lagi enggak ikut ujian atau sedang ngobrol sama guru BK kan???" balasnya.

"Aku enggak bercanda," balas Putri dengan nada kesal.

"Ok, Sepertinya kehadiran abang nggak diharapkan disini. Lebih baik abang pergi. Next time kita harus ngobrol, Za, mau kan?" Matanya dengan cepat berbalik arah dari arah gue. Dengan senyuman tipis penuh misteri, ia bangkit dari kursinya.

"Iii ... " mata gue memandang ke arah Putri yang sedaritadi memandang gue menunggu jawaban." Insha Allah bang." lanjut gue.

Bunyi hp terdengar dari kantong celana abang Putri. Ia merogoh kantong tersebut dan mengeluarkan hpnya lalu melihat layar hpnya. Tak lama kemudian ia berkata, "Ya udah, sepertinya abang ada orderan baru nih. Abang pergi dulu ya," katanya sembari mengambil kunci motor dan sebuah Bungkus rokok yang terletak di atas meja. Ketika hendak pergi, ia membalikkan badan. "Za, kayanya kita pernah ketemu sebelumnya deh. Tapi dimana ya????" tanyanya.

Anjir!!! Apa dia benar-benar lupa tentang malam itu? Malam ketika dia membunuh seorang cewek tanpa belas kasih yang baru gue ketahu bahwa itu Cantikka? Lalu mengejar gue seperti kucing kelaparan dan melihat tikus mungil ganteng dan wangi.

"Mungkin salah orang," balas gue gugup.

"Ya udah, enggak penting. Thanks buat waktunya ya," pamitnya.

Don't say Why!! -Selesai-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang