-Terulang kembali-

262 13 0
                                    

Kamu tidak benar-benar mengenal saya, sayapun tidak benar-benar mengenal kamu. Lantas, dimana letak kesahalan saya untuk berjuang?

***********

"HEI BANGSAT!!!!" teriak Mbah Sutisna seraya menjambak rambut bagian belakang Abang Putri lalu membantingnya ke meja.

Suara gebrakan meja dan retakan hidung abang Putri cukup terdengar keras, membuat histeris para pengunjung lain. Mbah Sutisna benar-benar marah saat ini. Jenggotnya berubah menjadi merah mirip bezita. Gue dan Putri secara otomatis kaget dan bangkit dari duduk.

"LU UDAH REBUT ISTRI GUE DASAR BANGSAT! TERUS LU BUNUH DIA!!!" Ucapan Mbah benar-benar nggak terkendali. "DASAR ANJING LU!!!".

Mbah kembali menjambak rambut belakang abang Putri dan mengangkatnya sedikit lalu membantingnya ke meja yang sama. Darah kental yang keluar dari hidung abang Putri membuat meja berlumuran darahnya. Es Cappuccino gue dan Putri tumpah, roti bakar rasa coklat yang gue pesen harus terkontaminasi dengan tanah.

Anjir!! 25 ribu gue hilang gitu aja. Udah hilang duit, dapat dosa pula karena mubazir. Fikiran gue melayang mendapati roti bakar itu tak jadi masuk ke dalam perut gue.

"BANGUN LU!" perintah Mbah menarik kerah baju Abang Putri.

Hidung abang Putri benar-benar bengkok ke kiri. Hidung mancungnya berubah jadi hidung bengkok kaya ujung kunci Inggris. Dia berdiri dengan cengkraman tangan. Mbah yang masih menempel di lehernya.

"Sekarang gue minta sama lu untuk akuin perbuatan lu!!! Gue tanya sama lu, KENAPA LU BUNUH ISTRI GUE NJING?!!".

Suasana cafe mulai nggak nyaman, sebagian para pengunjung memilih pulang, ada yang bayar dan ada yang cabut tanpa bayar, sebagian yang lain malah asik merekam kejadian yang sedang terjadi. Mungkin mereka berinisiatif memasukkannya ke media sosial mereka dengan caption "Viral!!! Pemilik cafe bertarung dengan pembunuh tampan!!!". Dasar budak perhatian.

Putri dengan cepat menarik tangan kiri Mbah dan memohon padanya untuk melepaskan abangnya.

"Mbah, udah mbah, Putri mohon," pintanya sembari menangis terisak-isak karena enggak tega melihat abangnya diperlakukan seperti itu. Mbah sendiri sebenarnya orang yang sabar, namun rasa cintanya pada istrinya membuatnya setia dan tetap mencari tahu pembunuh istrinya.

"DIAM KAMU!" bentak Mbah Sutisna pada Putri dan menarik paksa tangannya yang digenggam oleh Putri.

Rasa sayang terhadap abangnya, membuat Putri masih bersikukuh keras memohon pada Mbah.

"REZA!" panggil Mbah. "Urus nih." Mbah meminta gue untuk menahan Putri agar nggak menghalangi Rencana Mbah malam ini.

Gue mendekat ke arah Putri dan menariknya. Ia meronta-ronta seperti orang sakaw. Ia berusaha melepaskan diri, memukul wajah gue, menamparnya dan menjambak rambut gue. Ini kenapa jadi adegan mau melahirkan?

"Lepasin!!! Aku mohon lepasin, Za."

"Tenang dulu. Kamu tenang dulu." Gue mengeratkan pelukan gue. Kini wajah Putri tenggelam di dada gue. Air matanya membasahi kaos depan gue. Semua berubah kacau malam ini. Gue masih berusaha membuat Putri tenang dengan mengusap-usap rambutnya.

"Cukup!! Aku bilang cukup!" Putri memberontak ingin memisahkan Mbah Sutisna dan Abang Putri.

"Aku enggak bisa lepasin kamu. Bahaya," ucap gue pada Putri seraya melihat Mbah yang masih aja memukul wajah abang Putri.

Kini, abang Putri jatuh tersungkur di antara 2 kursi kecil yang terbuat dari kayu. Mata kirinya bengkak kena tonjokan keras Mbah. Pasti Mbah nonjoknya pakai tangan yang ada cincin di jemarinya. Buktinya tuh mata kiri Abang Putri bisa bengkak kaya bakso bogem gitu.

Don't say Why!! -Selesai-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang