-Bohong atau Jujur-

297 13 0
                                    

Dari awal, memang tidak ada 'kita' dalam hubungan ini. Kita hanya bertemu dalam lingkaran yang menyakitkan, lalu berpura-pura semua akan baik-baik saja tanpa mementingkan perasaan.

Dari awal, kamu sudah berpaling dan memilih untuk pulang. Tidak ada kata "Berjuang" dalam kamusmu. Semua hanya cerita dongeng yang kamu baca ketika sedang kacau.

Dari awal, kita sudah sama-sama tahu bahwa tidak ada kata "Bersama" dalam skenario hidup kita.

Dari awal, kamu sudah memilih meninggalkan dan bodohnya aku, adalah menempatkan hati pada orang yang tidak kenal diri ini.

************

"Mas Reza ya?" ucap salah seorang pengendara berjaket oRen, memakai helm oRen, celana.....bukan-bukan. celananya enggak oren, tapi biru. nih ojek kenapa jatuhnya kaya boyband Korea???!

Gue mengangguk seraya melihat ojek itu dengan pandangan heran.

"Ya udah, mas." Ojek itu memberikan helmnya pada gue setelah ia mengambilnya di dalam jok motor maticnya.

Gue menerima helmnya dengan pandangan yang masih bingung. Apa nih gue salah order ya. "Mas," ucap gue. "Ini helmnya beneran warna pink?" tanya gue menatap tuh helm yang memberikan bau.....masyaAllah ...

"Ya beneran atuh mas. Masa saya bohong. Bohong itu dosa mas. Lagian, helm saya wangi kan?" tanyanya tersenyum memperlihatkan giginya yang ... ..astagfirullah ...

"Ya udah, anterin saya ya. Udah tahu tempat tujuannya kan?"

"Udah, mas." Dia mengangguk. Kali ini tanpa senyuman."Rumah sakit Ibu baik kan? kuy..." ajaknya dengan Bahasa gaul sembari menutup jok motornya lalu duduk dan menyalakan motornya.

"Mas, Mbah saya ini masuk rumah sakit karena ditusuk, Bukan mau melahirkan." balas gue menurunkan alis memberi isyarat untuk nggak bercanda.

"I...Iya mas. Mari."

Motor melaju ke rumah sakit tempat Mbah dirawat. Sepanjang jalan, gue nggak memakai helm pink tersebut dan malah meletakkannya di paha kanan gue. Bukan ingin melanggar peraturan, cuma nih helm bener-bener bau.

Butuh waktu untuk 1 jam untuk sampai di rumah sakit yang kami tuju. Bukan karena macet. Sesampainya disana, gue turun dari motor matic berwarna biru tersebut dan melepaskan helm lalu memberikannya pada ojek tersebut.

"Mas, kalo mau jadi penduduk yang baik, patuhin lalu lintas. Coba daritadi mas pakai helm, kita enggak mungkin ditilang dan berurusan sama polisi." keluh ojek tersebut melirik kesal.

"Iya, iya," balas gue cepat. Kalo Bukan karena helm situ yang baunya mirip kentut kolor ijo, enggak mungkin kita ditilang.

Dengan langkah cepat gue menuju pusat informasi Rumah sakit Tugu ibu. Dengan nafas yang terengah-engah, gue bertanya pada salah satu karyawan rumah sakit yang bertugas di pusat informasi.

"Mba," ucap gue. "Saya...."

Nafas gue narik turun. ini Bukan karena jauhnya pintu masuk rumah sakit dengan pusat informasi, melainkan karena fikiran yang nggak karuan.

"Tarik nafas dulu mas."

Entah kenapa, gue mengikuti petunjuk mba rumah sakit ini yang rambut hitamnya terurai ke bawah, bibirnya merah, kulitnya Putih, dan giginya Putih.

"Udah mba," jawab gue.

"Sekarang coba keluarin dari mulut. Jangan dari tempat belakang," lanjutnya.

Tempat belakang? Gue melihatnya dengan heran. Dengan cepat gue membuang gambaran-gambaran yang ada dibenak gue.

"Mba, saya cari pasien namanya 'mbah'," ucap gue melirik kanan-kiri mencari tanda-tanda Rendi atau karyawan café.

Don't say Why!! -Selesai-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang