-Penasaran-

1K 29 0
                                    

Kamu datang dengan segenap hati
Membuat diri membuka kembali pintu yang lama sudah terkunci
Aku kira kamu akan membenahi apa yang seharusnya dibenahi
Nyatanya kamu menghancurkan apa yang seharusnya dihargai.

***********

"Apaan dik?" tanya Rendi sesampai mereka di kelas.

"Tadi ada kaka kelas nyariin Reza." lapor Andika.

"Cowo?" tanya gue memastikan.

"Cewe."

"Cantik?" tanya Rendi penasaran memasang wajah harapan.

"Lumayan Ren," jawab Andika dengan senyum jahat.

"Bodynya gimana?"

"Mirip Caitlin halderman, pemeran starla."

"Wah, cakep banget itu mah." balas Rendi bersemangat memukul keras pundak Andika. Andika hanya bisa mengusap sakit pundaknya tanpa berani membalas pukulan temannya yang dikenal jagoan ribut itu.

"Lu berdua kenapa malah bahas itu sih?" celetuk gue sebelum pembicaraan Rendi dan Andika pergi ke pembahasan yang semakin serius. "Dik, tuh cewe enggak kasih apa-apa ke lu?" tanya gue.

"Enggak, Za, bahkan dia aja enggak kasih gue uang jajan."

"Yahhhhhhh... udang busuk! Lu fikir dia nyokap lu?!" balas Rendi.

Cewe? Siapa? Ini hari pertama gue di sekolah, enggak mungkin ada cewe nyariin gue. Lagipula, gue juga enggak ada masalah sama siapa-siapa kecuali kaka kelas, itupun mereka cowo. Kalo cewe yang dimaksud Andika adalah dia, apa secepat itu dia mau kenal gue? bahkan, barusan saja dia berjalan melewati gue tanpa melihat gue. apa secepat itu manusia berubah dari cuek menjadi perhatian?

********

Gue mencoba mengingat-ngingat dengan siapa saja gue berurusan hari ini sembari duduk di dekat jendela menghadap langit bersandar pada dinding kelas.

Udah 30 menit berlalu dan nggak ada tanda-tanda kaka kelas itu kembali.

"Sial!!" Rendi memukul meja dengan telapak tangan memecahkan lamunan gue. "Gue laper banget."

Detik ini, Rendi memang terlihat seperti orang-orang yang berhak diberi nafkah pada saat ini. Gue yakin, kalo ada pembagian sembako hari ini, Rendi bakal ngambil tuh sembako, enggak peduli panjang antriannya dari Monas ke Gedung sate. Rasa laparnya membuat perut dan mulutnya enggak berhenti berbunyi.

"Za, lu ga laper?" tanyanya pada gue.

"Ga," jawab dengan wajah yang masih menatap langit-langit.

"Yakin lu? Badan lu aja lebih kurus dari gue nyet, masa enggak laper?"

Gue tidak menggubris pertanyaan Rendi dan memilih untuk merubah posisi duduk gue dengan bersender pada tembok dan menaikkan kaki diatas kursi sebelah gue. Gue merogoh handphone di saku celana gue, menyalakan layarnya, dan memilih lagu di playlist gue. Lagu Garis waktu ­karya Fiersa Besari menjadi pilihan gue saat ini sembari memejamkan mata.

"Aduh, bego banget dah gue. Kenapa gue tuangin tuh kuah bakso ke kepala si kampret." keluh Rendi sembari menjambak rambutnya sendiri. "Aduuuhhh! Ya Allah! Hambamu yang sholeh dan tidak sombong itu laper, Ya Allah."

"Ssssst, berisik tau gak!!" teriak beberapa siswi yang lain karena merasa terganggu dengan suara keras Rendi.

"Waduh, dibentak calon emak-emak. Ya, maaf-maaf," balas Rendi sembari merapatkan kedua telapak tangannya seperti halal bihalal.

Don't say Why!! -Selesai-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang