-Yakin dia?-

630 18 0
                                    

Kamu diam tanpa bicara
Berdiri tegak memandang mata
Bertukar rasa bukan lagi ceritanya
Saling menyakiti dengan hati dan kata

Kamu egois
Membiarkan hati meringis
Kamu jahat
Membiarkan diri melarat sekat

*********

Setelah mendapatkan nama yang pak Sapri beritahu, gue menunggu waktu yang tepat untuk mengambil surat itu dari dia. Dan setelah kejadian café, metro mini dan halte tersebut. Gue mengisi hari-hari gue di rumah setelah pulang dari sekolah. Entah kenapa gue ngerasa malas bercampur rasa yang tidak bisa gue jelaskan untuk keluar rumah. Gambaran tentang cewek halte tersebut masih menyangkut di benak gue. Suara isak tangis dan ucapannya berPutar-Putar di kepala gue. Caranya melirih benar-benar terekam dalam benak gue. Gue masih tidak bisa mengerti dan memahami kenapa beberapa hari ini ada kejadian yang tidak gue bayangkan akan terjadi di dekat gue. Beberapa kali Om Edy menyuruh gue untuk pergi melepaskan kepenatan, memberi sedikit ketenangan bagi otak agar nggak terlalu cedera karena penatnya suasana rumah. Rendipun beberapa kali mengajak gue hangout tapi jawaban gue selalu sama: gue mau di rumah.

"Za! Reza! Main yuk" panggil Rendi dari luar pintu kamar gue sembari mengetuk pintu kamar gue yang terkunci. Ia baru aja sampai di rumah gue dengan motor r15 hitamnya yang sudah gue kembalikan esok harinya setelah pertemuan gue dan cewek itu di halte.

"Udah deh ndi, berisik ege" balas gue sembari telungkup di kasur bermain hp, meskipun daritadi gue cuma memutar lagu marron 5 - girls like you dengan volume kencang. Setidaknya hal itu bisa membuat gue tidak memikirkan hal-hal gila akhir-akhir ini.

"Ayodah nyet. Temenin gue ke taman. Laper gue" ajaknya paksa sembari mengebuk pintu kamar gue lebih keras.

"Males ndi. Mending lu pesen pake gojek, atau tokopedia, atau Bukalapak deh." balas gue.

"Lu mau gue mati kelaperan? Buka pintunya, Za."

Gue turun dari kasur, membuka pintu kamar dan kembali ke kasur gue. Rendi masuk memasang wajah heran dengan apa yang terjadi pada sahabatnya ini.

"Lu kenapa si, Za? sokin cerita sama gue," kata Rendi sembari mengganti lagu dengan lagu Cash-cash – I love it.

Gue menggeleng. "Enggak apa-apa, Ren."

"Ya udah, lu mau sakit di kasur lama-lama? Lu Butuh olahraga cuy."

Untuk bergerak saja malas, apalagi berolahraga. Tapi saran Rendi sepertinya masuk akal dan bermanfaat. Ya mungkin gue memang sedang benar-benar Butuh olahraga. Mungkin dengan olahraga, bisa membuat gue sedikit melupakan hal-hal kejadian kemarin, atau setidaknya membuat diri gue sedikit tenang. Gue sendiri adalah orang yang jarang atau cukup malas untuk berolahraga. Meskipun sehat, Bukankah itu membuat kita berkeringat, membosankan dan lain-lain. Ya senggaknya itu adalah pemikiran gue. Lagipula, tumben sekali si Rendi mengajak gue untuk berolahraga. Apalagi di taman.

"Sebentar, gue siap-siap dulu," ucap gue bangkit dari kasur dan membersihkan wajah gue yang sudah kusut seperti kabel headset.

"Nah! Gitu dong nyet. Ya udah, gue tunggu di luar."

Beberapa menit kemudian, gue keluar dari kamar mengenakan kaos hitam dan celana jogger berwarna Putih. Rendi sedang asik duduk dengan Om Edy di meja makan sembari makan nasi uduk yang dilengkapi oleh tempe, lontong dan sambal. Hidung gue mencium bau keleZatan pagi itu. Sepertinya nasi uduknya masih hangat.

"Lah? katanya lu mau ngajak gue makan di taman Ren," kata gue sembari melihat Rendi heran.

"Gue juga Butuh tenaga Buat olahraga. Mumpung Om Edy traktir." Celetuk Rendi.

Don't say Why!! -Selesai-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang