"Bukan siapa yang lebih dulu, tapi tentang siapa yang selalu ada."
___
Sebuah cerita bersambung dengan genre fanfiction romance, yang sengaja ditulis untuk para pecinta JIRRA.
Terima kasih banyak untuk kalian yang sudah support author dan juga duo b...
Gadis berdarah Sunda itu langsung diam dan kembali fokus pada ponselnya, berbeda halnya dengan Irfan yang kini justru sibuk membangunkan Ringgo untuk bergantian menyetir.
"Ringgo! Bangun dong!"
"Irfan! Sumpah Lo ganggu banget ya, daritadi berisik tahu nggak!"
"Lo nyetir sekarang atau gue suruh keluar?"
"Iya iya, gue yang nyetir! Minggir!" Ucapnya langsung berpindah duduk, tanpa mau turun dan langsung menyuruh Irfan yang keluar.
Akhirnya perjalanan pun dilanjutkan oleh Ringgo yang memang lebih tahu kawasan tersebut.
____
Di sisi lain tempatnya di pedagang kaki lima.
"Alhamdulillah sudah kenyang," ucap Idwan sembari menggosok-gosok perut buncitnya.
"Berapa semuanya Pak?" Tanya Rara kepada sosok lelaki paruh baya yang berjualan di tempat itu.
"Lima puluh ribu aja neng."
"Ini Pak! Terima kasih ya," ucap Rara sebelum akhirnya kembali pulang bersama kedua temannya.
"Iya Neng, hati-hati ya!"
____
Tak terasa kini sampailah ketiganya di depan rumah Rara, Idwan yang sedari tadi memakai sepeda Rara pun, langsung mengembalikan sepeda itu kepada pemiliknya.
"Hati-hati ya kalian berdua, jangan ngebut!" Pesan gadis itu sebelum akhirnya Jirayut dan Idwan pulang.
"Ok, sampai jumpa besok Rara!" Ucap keduanya.
____
Gadis berwajah Barbie itu pun langsung masuk ke rumahnya, di sana sudah nampak Bu Yanti yang tengah duduk di sofa sembari membaca majalah.
"Darimana saja? Sudah jam segini," ucap beliau dengan mata yang masih tertuju pada majalah.
"Makan bareng temen," balas gadis itu sembari melenggang menuju kamarnya.
"Sejak kapan langsung ngeloyor ke kamar saat orangtua sedang bicara?"
Rara pun langsung berhenti dan membalikkan badannya, tepatnya menghadap ke arah ibunya yang kini sudah meletakan majalah di meja dan berjalan menghampiri putrinya itu.
"Mau sampai kapan Mama larang Rara untuk melakukan hal yang Rara suka Ma?"
"Sampai kamu bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk untuk kamu, Mama melakukan semua ini untuk kebaikan kamu!"
"Kebaikan Rara, atau keegoisan Mama sendiri?"
"Sudah mulai berani kamu ya!"
PLAAKKK !!!
Tamparan pedas melayang begitu saja mengenai pipi mulusnya. Rara pun tak kuasa menahan tangisnya, gadis itu langsung berlari menuju kamarnya, sambil memegangi pipi kiri yang memerah bekas tamparan keras dari sosok ibu yang selama ini sudah merawat dan menjaganya.
"Rara! Maafin Mama Nak!" Sesal Bu Yanti sembari mengetuk pintu kamar putrinya itu.
Untuk kedua kalinya gadis berwajah Barbie itu mengunci pintu kamarnya. Sepulang sekolah, tak seperti gadis remaja pada umumnya, yang menghabiskan waktu bersama keluarga, Rara justru merasa sebaliknya. Rumah hanyalah tempat persinggahan baginya. Tak ada kekeluargaan di dalamnya, semenjak mendiang ayahnya meninggal setahun yang lalu, semuanya berubah.
____
Bersambung ....
Sampai di sini dulu ya. Next insyaallah author lanjutin lagi. Ditunggu kritik dan sarannya ya.