Rencana.

243 30 0
                                    


***

Sudah berapa lama ia menikmati perannya sebagai seorang istri? tiga minggu atau empat? Hm, entahlah ia benar-benar tidak mau peduli tentang hal-hal seperti itu, tapi untuk hari anniversary mereka wanita itu harus memikirkannya masak-masak, iya benar tahun kemarin mereka tidak merayakannya bersama karena berpisah tahun ini harus spesial.

***

"Siang ini aku tidak akan pulang, kemarin pekerjaanku masih menumpuk," ucap suaminya tanpa ekspresi, memang dia seperti itu kan jadi tidak aneh lagi.

"Iya tidak apa-apa," tersenyum, hanya itu yang bisa Ino lakukan, sambil tidak henti-hentinya memikirkan bagaimana ia melakukan hal-hal yang menyenangkan, tentu saja hal ini akan membahagiakan bukan? Memasak sendiri, mencoba berbagai resep kue untuk hari penting mereka, baru dibayangkan saja sudah membuat senang.

"Lalu bagaimana denganmu? Aku harus memberikan mu makanan, jadi nanti tinggal dipanaskan saja," Neji sudah hampir melesat jika saja lengannya tidak ditahan.

"Aku akan masak sendiri, tidak apa-apa kan jika aku yang memasak?"

"Tentu saja, sisakan untuk makan malam juga supaya aku bisa ikut memakannya." Ino mengangguk, diluar dugaan laki-laki itu malah senang, Ino menyesal sempat berpikir yang aneh-aneh barusan.

"Tapi kau harus hati-hati,"

"Iya," sudah menjadi kebiasaan mungkin, saat Neji menjadi pegawai tetap dikantornya, dia selalu menyempatkan pulang saat jam makan siang tentu saja ia ingin makan romantis berdua saja dengan Ino bukan?

"Janji ya jangan memaksakan diri?"

"Iya."

"Aku akan marah jika kau terluka," ucapnya sekali lagi saat Ino berusaha mendorong laki-laki itu untuk pergi bekerja, sudah jam setengah delapan, jika masih rewel dia akan terlambat.

"Jangan sampai upahmu dipotong gara-gara terlambat." Neji hanya memandang wajah itu sambil sedikit tersenyum, merasa malu dilihat dengan intens begitu Ino dengan cepat memeluk suaminya sambil tertawa.

"Sudah berangkat sana, kau malah membuatku ingin menahan mu," masih dengan posisi yang sama Neji mencium kepala Ino yang berada tak jauh dari wajahnya dan dengan berat hati Ino melepaskan pelukan itu lalu masuk kedalam sama seperti hari-hari sebelumnya.

"Tahan aku saat libur ya?" Ino hanya menggeleng, ya sejenis gerakan melucu.

"Hati-hati," dan laki-laki itu hilang mengunci pintu seperti biasanya.

***

Ino merasa seluruh badannya berair, baju sampai celemek nya pun basah, ia sedang tidak mandi memakai baju atau apa tapi keringat sudah mengambil banyak bagian, ini kali pertama Ino begitu bersungguh-sungguh memasak dan membuat kue sampai-sampai bermandikan keringat begini.

Untuk urusan masak itu sudah selesai dari tadi ya walaupun rasanya tidak jelas, setidaknya mereka semua matang, tapi untuk kue? Sejauh ini sudah ada tiga yang terbuang percuma, sial dia memang tidak berbakat untuk yang satu itu, dan lebih sialnya hari itu akan datang dengan cepat.

Dua hari lagi.

Apa cukup? Apa dia bisa?

Dan pilihan terakhir hanyalah menyerah, jika sudah begini selain membeli ke toko kue apalagi yang harus dia lakukan? Sementara dia tidak memiliki akses untuk keluar walaupun hanya sebentar. Dan Ino paling tidak suka berbelanja apapun secara online sejauh ini dibanding kepuasaan hanya kekecewaan yang ia terima, lebih baik ia melihat sendiri dan membeli sendiri.

Setidaknya ada satu celah, Ino sempat melihat saat itu. Iya benar, itu bagus juga untuk dicoba.
Entah mengapa semangatnya kembali, ia bangun lalu melihat-lihat, setelah merasa cara itu bisa digunakan untuk pertama kali dalam sehari ini ia tersenyum.

Dear InoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang